My Hero (2)

12 0 0
                                        

Pulang sekolahpun tiba. Mikha dan Sasya ingin menemani ku sampai rumah, namun aku menolaknya. Lagipula, Sasya kan janji pulang bareng Davin. Karena rumahku dekat, aku memilih untuk jalan kaki sambil mengenal daerah sini. Sudah cukup lama aku berjalan, namun tak kunjung sampai juga dirumahku. Aneh, rasanya tadi pagi aku melewati jalan ini bersama ayah, tapi mengapa rumahku belum terlihat? Beterai handphone ku juga habis. Bagaimana jika aku nyasar semakin jauh? Bagaimana jika aku diculik? Argh, rasanya aku ingin menangis saat ini juga saat memikirkan segala kemungkinan yang akan terjadi pada diriku hingga tiba-tiba sebuah motor melintas dijalan ini. Kemudian, cowo yang mengendarai motor tersebut menghentikan motornya didepanku.

"Kenapa diam saja disitu?" tanyanya sambil membuka kaca helmnya. Tanpa kusadari, aku menangis saat itu juga. Cowok itu panik dan langsung turun dari motornya. Dia melepas helm lalu menghampiriku. "Ja...jangan culik... sa...saya..." kataku terbata. Cowo itu tampak kebingungan. Kemudian dia melepas maskernya dan mulai berbicara. "Siapa yang mau culik kamu? Aku cuma nanya kenapa kamu diam doang dipinggir jalan, takutnya ada orang jahat," jelasnya. Aku berhenti menangis dan masih sedikit terisak. Ternyata maksudnya baik, aku yang terlalu berburuk sangka. Cowo itu mengeluarkan sapu tangan dari sakunya lalu memberikannya kepadaku. "Nih pakai, supaya wajah kamu ga lembap," katanya. Aku menerima sapu tangan itu lalu menggunakannya.

"Sekarang coba jelasin, kenapa kamu dari tadi cuma diam saja disitu?" tanyanya.

"Aku...nyasar..," jawabku.

"Apa? Nyasar? Kok..."

"Aku baru pindah ke Tangerang dua hari yang lalu, belum terlalu hapal jalan sini," jelasku.

"Ohh, pantas saja. Kamu inget alamat rumah ga? Aku anterin sampe rumah,"

"Ohh, ehh, itu... Gausah gapapa kok," tolakku.

"Yakin bisa pulang sendiri?"

Aku kemudian berpikir sejenak. Handphoneku mati dan juga tidak ada kendaraan umum yang lewat dijalan ini. Hanya cowo ini satu-satunya yang bisa kuharapkan.

"Ehm, ga sih. Tapi serius aku, aku boleh nebeng?" tanyaku memastikan.

"Bukan nebeng kok, kan aku yang mau anterin kamu," jawabnya.

"Yah... udah... tolong yah," kataku pelan.

Cowo itu lalu mengajakku ke motornya agar aku dapat segera pulang. Saat dia menyuruhku naik, aku tetap tidak naik. "Kenapa?" tanyanya kepadaku. "Motornya tinggi banget. Aku gak yakin bisa naik," jawabku. Cowok itu tertawa, lalu menepuk pundaknya sendiri. "Injak footstepnya, biar ga jatuh pegangan kepundak aku," lanjutnya. Aku melakukannya dan berhasil naik ke motor ini. Dia melajukan motornya kealamat yang tadi sudah aku katakan. "Kamu Arin yah?" katanya memecahkan keheningan dimotor ini. "Iyah, kok tau?" tanyaku. "Tadi ga sengaja dengar dikantin. Aku Yohan, salam kenal yah," katanya yang kubalas dengan iya.

Kamipun sampai dirumahku. "Akhirnya sampai juga dirumah. Yohan, makasih banget yah udah nganterin. Kalau ga ada kamu, aku ga tau harus gimana. Makasih banget Yohan," kataku. Yohan tersenyum cukup lama sambil memandangiku. Aku yang tiba-tiba merasa canggung dengan keadaan ini kemudian menawari Yohan untuk masuk kerumah. Yohan menolak dan mengatakan bahwa dia akan pulang sekarang. Dia menggunakan masker dan helmnya, kemudian melambaikan tangan kepadaku. "Hati-hati," balasku sambil melihat kepergian Yohan.

Aku masuk kekamar dan membuka buku harianku. Menulis buku harian sudah menjadi kebiasaanku agar aku dapat selalu mengingat setiap kejadian yang aku lewati. Aku mulai menulis dari saat berkenalan dengan Mikha dan Sasya, hingga diantar pulang oleh Yohan. Sungguh hari yang mengesankan bagiku. Aku sudah mendapatkan teman dihari pertamaku.

The Story About UsWhere stories live. Discover now