4. Pergi ke suatu tempat

11 3 4
                                    

Gwen menatap wajah Nichi yang begitu dekat dengan wajahnya. Nichi tersenyum manis sekali membuat kedua pipi Gwen merona merah.

DEG!

Terdengar satu detakan jantungnya yang begitu keras, Gwen merasakan rasa aneh mulai menyerang hatinya.

Ada apa ini? Kenapa aku berdebar-debar saat sedekat ini dengan laki-laki ini? Rasa apa ini sebenarnya?
batin Gwen.

Mata Nichi yang teduh, menghipnotis dirinya sehingga dia tidak berniat kasar pada Nichi sekarang.

CTAAAAAAR!

Petir terus menyambar. Air pun turun dari langit untuk meramaikan suasana pagi ini dengan kegelapan yang sangat dingin.

CRRRRRSSSH!

Hujan badai datang beserta angin yang sangat kencang. Menghantam kota dengan suaranya yang mencekam. Semua jenis tumbuhan kebasahan dan menari-nari karena ditimpa hujan yang membawa angin kencang.

Tidak ada seorang pun yang berani turun ke jalan ataupun keluar pada saat seperti ini.

Ketakutan akan petir, menjalari seluruh tubuh Gwen. Secara refleks, dia membalas pelukan Nichi.

Mereka bertahan dalam posisi itu, sampai suara petir itu tidak terdengar lagi. Gwen sadar dan segera melepaskan rangkulannya dari pinggang Nichi. Begitu juga dengan Nichi.

"Te-Terima kasih... Karena kau sudah memberiku tempat berlindung dari petir."

Gwen sedikit gugup saat mengatakannya pada Nichi.

"Ya, sama-sama," Nichi tersenyum lagi. "Jika kau takut petir lagi, datanglah padaku atau hubungi aku lewat ponsel. Aku pasti akan memelukmu seperti tadi. Asal kita jadi teman ya?"

SET!

Melihat tangan Nichi terulur padanya, Gwen terdiam. Tanpa pikir panjang lagi, dia menyambut uluran tangan Nichi dengan perasaan yang tidak terpaksa.

"Baiklah, aku akan menjadi temanmu. Tapi, jangan seenaknya memelukku seperti tadi. Kalau aku tidak ketakutan seperti tadi, sudah pasti aku akan memukulmu!"

Wajah Gwen menjadi sewot sembari melepaskan tangannya dari tangan Nichi. Lantas mengepalkan tangan kanannya dan diacungkannya tepat di depan wajah Nichi. Nichi sedikit kaget.

"Ah, tu-tunggu... Aku minta maaf soal itu. Habisnya aku tidak tega melihatmu menjerit ketakutan seperti itu. Makanya tidak ada jalan lain, selain memelukmu seperti itu. Kau phobia petir, kan?"

"Iya. Aku phobia petir! Tapi, kau tetap saja salah karena sudah memelukku tiba-tiba! Aku tidak akan memaafkanmu begitu saja!"

Kaki kanan Gwen terangkat ke atas untuk menendang Nichi.

DAP!

Dengan cepat, Nichi menangkap kaki Gwen dengan satu tangannya. Sedangkan satu tangannya lagi menarik tangan Gwen dan...

"Kyaaa!"

Lagi-lagi Gwen menjerit kencang di dalam kelas itu. Suaranya kalah kuat dari suara hujan yang terus turun dengan ganasnya.

Ia tertarik lagi dalam pelukan Nichi. Nichi memegangi kedua bahunya dengan erat. Nichi mengedipkan sebelah mata jahilnya pada Gwen.

"Kau tidak akan berhasil lagi untuk memukulku. Aku ini jago karate juga dan memakai sabuk hitam sekarang. Jika aku mau, aku bisa membantingmu ke lantai jika kau berniat untuk melawanku. Bagaimana, Gwen?"

Semburat merah tipis hinggap lagi di dua pipi Gwen. Apalagi wajahnya berdekatan lagi dengan wajah Nichi. Nichi tersenyum manis dengan wajah yang berseri-seri.

DistanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang