Saat tahun 2006 aku berumur 4 tahun yang berarti aku baru saja masuk ke TK A. Sekolahku terletak tidak terlalu jauh dari rumah, jalan kaki dari rumah saja sangat memungkinkan. Kelompok bermain? Aku tidak terlalu ingat bagaimana aku menjalani hari-hariku di kelompok bermain, saat itu usiaku masih 3 tahun. Kurasa hanya ada satu hal saja yang aku tau, aku bersekolah di sekolah yang cukup jauh dari rumahku. Alasan itulah yang membuat kedua orang tuaku memutuskan untuk menyekolahkanku di sekolah yang lebih dekat rumah. Selain karena mudah diawasi, diantar jemput lebih mudah, lalu kalau ada barang yang tertinggal bisa diantar juga kan? Lupakan soal pemikiranku yang asal lewat itu, sebaiknya jangan ditiru.
Biasanya aku diantar oleh papa dengan motor, sepeda, atau juga terkadang berjalan kaki. Aku masuk pukul 7 pagi. Aku tau, pasti sulit untuk membangunkanku saat pagi karena aku selalu datang tepat saat bel berbunyi atau akan berbunyi, artinya aku selalu datang mepet. Bicara soal masuk sekolah, rasanya aku ingat sedikit kejadian saat pertama kali aku masuk ke TK.
***
TK Merah Putih, 2006
Aku masuk ke kelas TK dengan rambut bob sekuping dan poni rata. Kalau kupikir-pikir sekarang, model rambut itu sangatlah aneh. Aku benar-benar terlihat seperti tokoh kartun yang sering kali kutonton di televisi, ia bertualang bersama monyet yang memakai sepatu boots berwarna merah.
Kelas itu berwarna-warni dan penuh hiasan. Melihat hiasan-hiasan itu saja sudah membuat aku sangat bersemangat. Aku suka hiasan kupu-kupu yang tertempel di dinding itu. Di dalam kelas ada 5 buah meja bulat berwarna-warni dengan 5 buah kursi di setiap mejanya. Aku suka warna ungu, tapi tidak ada meja berwarna ungu di kelas ini. Akhirnya aku duduk di meja berwarna merah, meja itu terletak tepat ditengah kelas. Aku sama sekali tidak mengenal siapa-siapa, mungkin yang lain juga merasa sama sepertiku. Anak-anak lain mulai berdatangan. Banyak dari antara mereka menangis saat ditinggal orang tuanya. Aku tidak menangis.
Seorang wanita bertubuh agak gempal berada di dalam kelas kami, usianya memang tidak tergolong muda lagi, tapi ia juga belum cukup berumur. Sepertinya ia adalah wali kelas kami. Ia sedang menenangkan seorang anak perempuan yang dikuncir dua itu. Tidak dapat kubayangkan betapa sulitnya mengurus 25 anak yang menangis bersamaan pada hari itu, aku ralat, mungkin 23 anak. Aku dan satu anak laki-laki itu tidak menangis. Ia duduk di sebelahku, di meja merah ini.
Aku mengetuk bahunya dengan jariku dua kali. Ia menoleh ke arahku. Aku menunjuk ke arah depan, di situ banyak anak sedang menangis. "Kok nangis semua?"
"Papa mamanya pergi."
Aku memiringkan kepalaku. "Kamu engga nangis?"
Ia menggelengkan kepalanya pelan. Tidak memberiku jawaban dengan kata-kata.
"Kenapa?"
Ia mengerutkan keningnya. "Nanti di rumah kan ketemu mama papa lagi."
Aku tidak mengerti sama sekali apa maksud jawabannya itu, tapi aku kagum. Aku kagum karena satu alasan yaitu karena aku tidak tau jawaban dari pertanyaan itu dan dia dapat menjawabnya.
***
Namanya Carl. Saat pertama kali ia mengucapkan namanya, aku sama sekali tidak dapat menyebut namanya. Aku selalu memanggilnya Kal dan panggilan itu terus kugunakan sampai aku berada di kelas 4, mungkin masih sampai sekarang juga. Ia bukan orang Indonesia asli. Kakeknya merupakan orang Amerika dan hal itulah yang membuat dia lancar berbicara Bahasa Inggris di usia yang sangat muda. Penampilannya sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia adalah keturunan orang asing, tetapi ada satu hal yang berbeda dari kami. Mata Kal berwarna cokelat muda. Selain itu tidak ada lagi yang mencolok darinya, layaknya orang-orang barat. Rambutnya berwarna hitam pekat, kulitnya berwarna putih agak kekuningan sama sepertiku, ia tidak terlalu tinggi, dan ia juga tidak terlalu pendek. Jelas ia lebih tinggi dariku, sedikit.

KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS
RomanceMELLIFLUOUS (adj) sebuah suara yang manis dan lembut yang menyenangkan saat didengar. Hanya sebuah cerita Menyimpan banyak memori kita Tak tersampaikan dengan kata Ini cerita soalku dan mereka