Tiga minggu telah berlalu. Ervin menjalani hari-harinya dengan lebih berwarna. Ia seperti seseorang yang baru lahir baru. Raut wajahnya berseri setiap pagi dengan senyum yang membuat pria itu sangat bergairah melewati hari-harinya yang terkesan biasa saja.
Hal itu tak luput dari perhatian sang ibu, Erina. Bahkan saat wanita tua namun masih terlihat cantik itu membawa gadis muda yang sangat cantik, Ervin dengan bersemangat mengatakan jika Erina tak perlu khawatir lagi dengan dirinya. Hal itu tentu saja membuat Erina kesal. Puluhan wanita yang telah diseleksinya dengan susah payah berakhir menerima penolakan putra semata wayangnya.
Seperti pagi ini, Erina mendelik mengamati wajah Ervin hingga wanita itu tak bisa menelan satu sendok pun nasi gorengnya. Sedangkan Ervin terlihat sangat berselera dengan sepiring penuh nasi gorengnya dan dua telor mata sapi. Memang seperti itulah yang terjadi pada Ervin akhir-akhir ini. Erina senang melihatnya, namun ketika ia tak mendapat alasan kenapa putranya seperti itu, ia malah ketakutan.
"Mama tidak sedang jatuh cinta pada Ervin kan?"
Ervin menelan habis jus jeruknya. Perhatian ibunya masih padanya. Ervin sebenarnya sudah risih dilihatin seperti itu setiap hari.
"Mama! Mama kenapa sih?" panggil Ervin lagi ketika Erina masih diam. Bahkan nasi goreng wanita itu masih utuh dengan satu sendok menggantung di tangan.
Erina mendengus. Jika putranya itu tidak nyaman dengan tingkahnya maka ia pun lebih tidak nyaman lagi. Ia melihat pada Ervin satu tahun ke belakang. Masa dimana senyum pun sangat sulit dilihatnya di bibir putranya. Dan sekarang putranya itu seakan kejatuhan berton-ton kebahagiaan. Bahkan saat Viona membuat dunianya berbunga-bunga, putranya tak pernah sebahagia ini.
"Mama yang pantas bertanya, Ervin. Kamu kenapa? Kamu tidak sedang .."
Ervin dengan cepat berdiri, menghentikan ucapan sang ibu yang akan mengada-ada lagi.
"Ervin sehat, Ma. Sangat sehat." Pria itu memeluk sang ibu dari belakang, mencium pipi wanita paling dihormatinya itu dengan sayang.
Erina mengelus wajah Ervin di telapak tangannya.
"Ibu benar-benar khawatir." Wanita itu berbisik lemah. Tidak ada hal yang bisa dipikirkan wanita itu.
Ervin mengecup sekali lagi pipi Erina.
"Ervin janji, sebentar lagi ibu akan tahu semuanya. Ibu yang sabar ya, tidak akan lama lagi kok."
Erina hanya bisa mengangguk, mencoba mengalah pada putranya itu. Atau kita lihat saja nanti, apakah ia akan bisa bersabar atau tidak.
***
Ervin berjalan tergesa dari parkiran. Lobby utama mall tujuannya sudah sepi, terlihat beberapa toko mulai tutup dan para SPG bersiap untuk pulang. Ia bergegas ke lantai tiga, restoran tempat Felani bekerja ada disana. Eskalator yang sudah mati tidak membuatnya tampak kesal. Justru terdengar langkahnya mengetuk tangga eskalator karna terlalu bersemangat.
"Hei!" sapa wanita gendut menyambutnya—rekan kerja Felani. Wanita itu menjaga kasir dan sudah beberapa kali melihat Ervin setiap kali menjemput Felani.
"Dia sedang bersiap-siap di kamar ganti." Beritahu wanita bernama Kesha itu. Ervin tersenyum mengangguk setelah mengintip ke bagian pintu yang menghubungkan ke bagian belakang restoran.
Tak beberapa lama kemudian ia melihat Felani keluar. Dengan mantel tersampir di lengannya dan wanita itu terlihat kesusahan menenteng paper bag di tangan kirinya. Ervin segera berlari kecil menghampiri Felani, merebut segala sesuatu dari tangan wanitanya itu kemudian tanpa diduga-duga berjongkok untuk mengikatkan tali sepatu Felani yang sepertinya terlepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISTAKE (COMPLETE)
RomanceDapatkah aku menerimanya? Seseorang yang datang setahun kemudian setelah menghancurkan masa depanku?