Buku Biru Indah

41 0 0
                                    

by : dps

Move on, sebuah istilah yang kerap dikoarkan oleh remaja setelah mengalami putus cinta, patah hati dan lain hal. Sebuah istilah yang juga sedang dihadapi oleh Indah, seorang murid dengan banyak prestasi, sikap yang konyol dan kerap menghibur, akan tetapi dibalik itu semua dirinya tengah mengalami proses untuk sebuah kata "Move On".

Pagi yang sama dengan rutinitas untuk berangkat keskolah, namun pagi ini dirinya tengah dibuat kalut tentang sikap apa yang harus dia ambil setelah bertemu sang Adam. 

Kebingungan itu terlihat dari mimik mukanya yang datar, penuh pikiran dan kalut.

 "sial bahkan fisika pun lebih mudah dari ini" indah kali ini bergumam disela pikiran tentang move on, baginya rumus-rumus fisika yang bertebaran jauh lebih mudah dipahami dibandingkan perasaannya sendiri.

Perjalan menuju sekolah pagi itu malah tetap sehingga masalah, tentang sang Adam yang harus dia lupakan, harus dia lupakan dan harus.

 "Sudahlah ini akan cukup sulit, semangat.! " dia menyemangati dirinya sendiri.

Pagi yang menguras emosi bagi Indah, dengan pemikiran yang baru kali ini dia bingungkan padahal kerap kali otaknya diisi rumus dan pelajaran, namun hal ini amat membuatnya kalap sehingga lupa akan pelajaran. Lagi pula kalimat move on ini dimulai ketika dirinya sadar mengenai Indah juga sang Adam yang tak akan bisa bersama lebih lama, semuanya harus berakhir sebelum lebih jauh dan dalam.

 Sang Adam pun sahabat baik bagi Indah sehingga ia amat bingung dengan pilihannya, bertahan bersama sahabatnya itu atau memilih move on.

"Assalamualaikum Indah " sapaan pagi seperti biasa dari sang Adam.

"Waalaikumsalam" Indah menjawab tak sehangat dulu, bahkan seakan mengacuhkannya

" kamu kenapa Ndah, kok beda sih. Pagi-pagi udah cemberut gitu"

Indah tak menjawab, dia langsung meninggalkan sang Adam begitu saja tanpa kalimat, bahkan sang Adam terlihat amat bingung ada apa dan kenapa dengan sahabatnya ini.

 maaf ini untuk kebaikan semua orang. Indah membatin kala itu, antara pilihan baik-baik saja atau pergi dan move on, lama sekali kegalauan hanya karena dihadapkan pilihan seperti itu.

"Ah lebih baik nulis" Indah memutuskan untuk meluapkan semua perasaannya dalam buku diary yang lebih tepat disebut kumpulan puisi dibanding curhatan biasa.

"Nov buku biru yang biasa dimana kok gak ada?" Dirinya bertanya pada Novi karena bukunya itu tiba-tiba menghilang, mereka sibuk mencari buku tersebut. 

Lalu seseorang menegur mereka "Indah ini kah?" dia menyodorkan buku biru itu,

 "Ikmal kok ada dikamu sih" itu sang Adam yang sejak hampir dipikiran Indah dengan nama Ikmal. 

"nanti aku jawab, pulang sekolah keperpus dulu ya" sebelum Indah menolak ajakan itu, Ikmal keburu pergi, sehingga hanya punggung yang dia tatap dengan bingung.

"Nov kok ada di Ikmal sih?"

"gak tau tuh, mending nanti aja temui Ikmal, katanya kan nanti mau dijawab"

apa yang dia baca dibuku ini...

indah menatap buku itu penuh bimbang dan penuh tanya, membatin mungkin, resah mungkin, diantara pilihan untuk menjauh atau move on sang Adam (Ikmal) malah mengajaknya bertemu, padahal Indah sudah berhari-hari menjaga jarak dengan Ikmal.

 Mimik Indah benar-benar layu layaknya kembang tanpa air.

"Woy jangan ngelamun, Ikmal udah pergi " Novi menyadarkan Indah dari pemikirannya,

"hehehe, ya udahlah ya" Indah menuju tempat duduknya kembali,

"Ndah ini jatoh dari buku" Novi menyodorkan secarik kertas.

Tapi indah tak pernah merasa menaruh secarik kertas tersebut, hingga dia penasaran lalu membuka kertasnya. 

" Jika kulubangi sungai untuk lumbung petani, hingga ikan di sungai kehabisan air. Mana cara yang lebih baik untuk mati, kesesakan tanpa air? Atau dimakan burung?. Lalu jika lumbung petani masih kekurangan air apa yang lebih baik, menunggu awan dan hujan? Atau pindah ketempat lain?. Iya sekali lagi hidup selalu bisa dinegosiasi. (Ikmal Maulana Ramadhan)"

Ekspresi Indah berubah tambah bingung, puisi itu sulit diinterpretasikan. 

Meski bel masuk berbunyi dan Ikmal juga Indah satu kelas mereka. keduanya tak bertegur sapa atau saling menengok seperti biasa, hanya ada keanehan saja disana.

 Indah sendiri yang amat suka fisika pada jam kali ini pikirannya sangat tak fokus, hingga guru bertanya pun ia menjawab dengan gagap. Berbeda dari Indah yang biasanya.

Fisika tak membuat Indah fokus, apalagi pelajaran lain, pikirannya masih saja tentang gagasan Move on. Bahkan yang aneh disini Ikmal dan Indah tak pernah saling berucap cinta, tak pernah berucap rindu apalagi jadian, itulah yang membuat sang Hawa bingung, dirinya harus Move on bukan karena patah hati atau putus cinta namun karena cinta itu sendiri yang tumbuh membesar. Itu adalah faktor utama yang mendorong Indah untuk move on, sebuah kalimat penyemangat "mencari ridho Allah SWT".

Waktu yang ditunggu tiba, indah bertemu dengan Ikmal diperpustakaan atau lebih tepatnya disamping perpustakaan.

"Jawaban tadi Ikmal, kenapa buku itu ada dikamu, lalu ini apa?"

"maaf aku sengaja mengambil buku itu, tapi aku gak baca apapun disitu. Lalu itu hanya kertas berisi luapan saja. Sekarang kamu yang harus menjawab, kenapa berbeda, apa karena Yudi. Indah, saya memang gak sempurna tapi saya mencoba sempurna. Jika itu memang pilihan anda silahkan saja, saya tak bisa melarang apapun"

Indah tak langsung menjawab, hanya menahan sendu.

" apa atuh aku gak lagi memilih apapun, ataupun punya pilihan apapun" jawab Indah..

" itu yang Yudi, Yudi'an tea" Ikmal malah mengungkit tentang Yudi sahabat baru Indah.

" itu bukan pilihan, bukankah keduannya bisa beriringan. Kalau pun berbicara pilihan harusnya aku yang bertanya padamu, siapa dan apa yang kamu pilih, hitam atau putih, berkata jujur atau tetap berbohong dan mengganggap semua karena ledekan orang lain. Ikmal denger itu terlalu nyata, itu bukan kebohongan Ikmal, itu fakta. Lalu kalaupun aku memang harus membuat pilihan, akan kupilih menjauh dari mu, itu sudah cukup kan, ini bukan tentang pilihan Yudi atau siapapun Ikmal" kini Ikmal yang dibuat membisu.

" hidup selalu bisa dinegosiasi dan memilih, bukan kah banyak penjelasan mengenai masalah itu, berapa kali aku berbuih dan bercakap itu bukan nyata, aku hanya hijrah Ndah, hijrah, kalaupun kamu gak bisa nerima semua itu kenapa gak bilang dari awal, bukankah kamu yang bilang jika ada masalah harus diutarakan bukan hanya berdiam dan bertindak seperti anak-anak"

Ikmal kali ini meluapkan emosi karena merasa tak didengar, pangkal dari inisiatif Indah untuk move on selain mencari ridho Allah adalah karena penghianatan Ikmal yang telah memilih wanita lain, meski banyak sekali penjelasan dari Ikmal yang berkata itu hanya pelampiasan karena memang banyak masalah pada masa itu yang membuat keduanya agak berselisih, keduanya memiliki perasaan yang sama namun keduanya sama pula menyimpan, hingga saat keduanya memilih melampiaskan, keduanya merasa cemburu pula.

"udahlah Ikmal, aku hanya ingin berlainan, maaf kamu tak penting bagiku" indah pergi begitu saja tanpa mendengar ataupun melihat muka Ikmal. Mereka berdua mematung, dan mengorbankan setiap inchi perasaan.

hingga sebuah kertas kembali terselip dibuku biru milik Indah

"Sekali lagi dan lagi hidup bisa dinegosiasi, bagaimana rasanya harus menjauh dari orang yang bahkan tak ingin kau jauhi selama sisa hidupmu, bagaimana rasanya menahan amarah ketika melihatmu bersama Adam lain, apa lagi yang bisa diperbuat?, bagaimana rasanya harus menelan pahit karena saling menutupi?, bagaimana setiap inchi perasaan yang kupelihara menjadi layu dalam hitungan detik?, lagi dan lagi bagaimana aku bisa bertahan? (IMR)"

Kini yang tersisa hanya buku biru milik Indah, juga beberapa kertas dari Ikmal....

Jelaga RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang