Lima hari sudah berlalu, hari ini adalah jadwalku untuk kembali kerumah berisitirahat dari rutinitasku sebagai seorang mahasiswi. Rumah adalah tempat dimana aku bisa melepaskan penat meskipun dirumah sudah banyak pekerjaan yang menungguku. Sekarang aku sudah menunggu dengan sabar kereta yang akan membawaku menuju kota kelahiranku. Pemberhentian kereta ini cukup ramai, dipenuhi oleh pegawai negeri yang baru saja menyelesaikan perkerjaannya, mahasiswa yang juga bertujuan sama denganku serta beberapa keluarga kecil bersama putra-putri mereka.
Tuuuuuuuttt.......
Suara yang ditunggu semua orang disini termasuk diriku terdengar meskipun masih jauh. Semua bergegas berdiri serta memegang tiketnya masing-masing. Gembira, satu kata yang bisa tergambar di wajah-wajah yang tadinya terlihat lelah sebab menunggu.
Tanpa peduli sekitar saat kereta api benar-benar berhenti ku cari gerbong tujuanku. Aku berhasil duduk di kursiku setelah berjuang di kerumunan orang yang juga sendang mencari haknya. Setelah duduk dengan nyaman, ada hal yang menarik mataku. Seorang ayah yang sedang memangku gadis kecilnya, sungguh membuatku iri. Aku rindu ayah, rindu pergi dengan motor tuanya, rindu di gendong di punggungnya, bahkan semua hal yang ku lakukan dengannya di masa lalu ku rindu.
Laki-laki paruh baya itu tersenyum padaku, sepertinya ia tau bahwa aku sedang memperhatikan putrinya. Putri yang berparas cantik serta memiliki postur wajah yang cukup mirip dengan laki-laki paruh baya itu. Laki-laki itu menarik sebuah jilbab dari sampingnya, sepertinya itu milik gadis kecilnya. Ia memasangkan jilbab itu pada gadis kecilnya, jilbab dengan pola besar itu membuat putrinya semakin terlihat lucu. Ia berbincang kecil dengan putrinya sehingga sulit ku dengar dengan jelas.
Ku palingkan pandanganku dari ayah dan putri kecilnya itu daripada air mataku tumpah disana melihat kebersamaan itu. Ku ambil ponselku serta headsetku tapi sebelumku pasang ketelingaku, laki-laki paruh baya itu berkata "Kakak bisa minta jarumnya satu?" Aku mengangguk pelan lalu tersenyum sambil meraih sebuah jarum yang ku pakai di atas kepalaku. Ia menerimanya dengan tersenyum. "Terima kasih ya kak." Ucapnya tulus memperagakan bahwa ucapan terima kasih itu berasal dari putrinya. Aku memutuskan untuk tidur serta di temani lagu yang bisa menjadi pengantar tidurku.
Setelah aku melewati beberapa pemberhentian akhirnya aku terbangun, cukup menyegarkan. Aku mengedarkan padanganku ayah dan putrinya kecilnya itu sepertinya sudah turun di pemberhantian sebelum diriku terbangun. Seketika padanganku berhenti pada manusia di sebelahku, seingatku seorang paruh baya yang tadi duduk disana. Hal lain yang membuatku terkejut yaitu saat manusia itu menolah ke arahku senyum manisnya kembali membuatku mengingat kejadian lima hari yang lalu.
"Hai, ketemu lagi." Ucapnya. Ekspresi terkejut diiringi bahagia ini tak bisa ku sembunyikan. Senja hari ini benar-benar terlihat semakin indah bahkan benar-benar mengagumkan.
"Hai!!"ucapnya lagi, sejenak renunganku berhenti.
"Eh, hai." Jawabku. Cukup terasa canggung dengan keadaan ini.
"Ga nyangka lo bisa ketemu lagi, kirain yang kemarin jadi yang pertama dan terakhir." Jelasnya."Aku juga tak menyangka bertemu dirimu lagi, apakah ini takdir atau hanya sebuah kebetulan." Aku hanya sanggup mengatakannya dalam hatiku.
"Kayaknya takdir deh atau jangan-jangan kita jodoh." Sontak aku terbatuk. Ia tertawa, sepertinya ia tau apa yang sedang berkeliaran di pikiranku. Sungguh sangat memalukan jika benar tertangkap basah jika aku memikirkan hal tersebut.
"Gak deng, becanda doang. Gak usah di bawa terlalu seriuslah." Jelasnya lagi. Aku menghembuskan napas pelan, sedikit lega dengan pernyataannya bahwa itu hanya sekedar candaan. Meskipun terbesit rasa ingin kata-kata itu terjadi tapi tetap saja pemuda masih berstatus orang asing bagiku.
Pemberhentian selanjutnya yaitu dimana laki-laki ini naik lima hari yang lalu, aku masih sangat ingat itu. Ia berdiri lalu meraih tas ransel hitamnya, aku masih setia memperhatikan gerak-geriknya. Setelah menyandang ranselnya dengan nyaman, ia juga meraih tasku.
"Eh, kok di turunin? Aku kan gak turun disini." Ucapku padanya. Ia tersenyum lalu meletakkan tas itu tepat dimana ia duduk tadi.
"Aku tau kau tak turun disini, cuma aku tak ingin nanti kau kesusahan meraih tas ini seperti pertama kali kita bertemu." Jelasnya."Sungguh Tuhan laki-laki ini benar-benar manis." Bisik hatiku pelan. Rasa bahagia dan malu berkecamuk di hatiku, bahagia akibat perlakuan manis itu serta malu mengingat kelakuanku saat hari pertama bertemu dengannya.
"Aku duluan ya." Ucapnya saat kecepatan kereta api memelan.
"Hati-hati dan terima kasih." Ku persembahkan senyum yang di temani lesung pipiku yang hanya terlihat sebelah saja untuknya.
"Manis."satu kata itu terlontar darinya yang seketika membuatku tersipu malu, meskipun kata itu sangat pelan terdengar di telingaku.
"Hah?" Aku berusaha memasang wajah heran, ia menggeleng pelan.
"Bukan kata hati-hati dan terima kasih yang ku tunggu darimu, tapi yang kutunggu yaitu kata sampai jumpa lagi agar takdir bisa mempertemukan kita lagi seperti hari ini." Ia melangkah mengikuti langkah penumpang yangjuga turun di pemberhetian ini. Aku paham maksud kalimat panjang yang ia ucapkan sebentar ini padaku, benar-benar paham.
Mungkinkah takdir mempertemukanku di senja atau fajar berikutnya? Ataukah ini akan jadi hari terakhirku bertemu dengannya? Entahlah ya, ku berharap bertemu dengannya di kesempatan yang lainnya.
Terima kasih untuk yang telah singgah ataupun menetap di sini. Jangan lupa follow ya di instagram
Salam Bahagia, Kecoapinky.
YOU ARE READING
Segenggam Kenyamanan
Historia CortaManis senyum itu sungguh membuatku tersipu malu. Kalimat sampai ketemu sudah menjadi mantra bagiku. Aku terpaut dalam segenggam kenyamanan yang kau tawarkan semenjak pagi itu.