25 - Muka Pasaran

870 64 9
                                    

Dinda jadi males lanjut, karena sidersnya lebih merajalela.
Gak susah kan cuman pencet simbol bintang? Thx.
***
"ABANG! BIDADARI BARUSAN PULANG DARI KAYANGAN NIH!!" jerit Caroline dengan kencang.

Krik krik

"Kok jangkrik yang jawab? Ish! ABANG!"

"Ini mah niat awal gua dateng kesini pengen berak gak jadi dah," gumam Caroline kesal.

"Abang kutu kupret itu dimana sih? Guenya kan zomblo," gerutu Caroline cemberut.

Caroline merogoh saku bajunya ingin mengambil ponsel, dan menelpon Alfian.

"Maaf, nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan--"

Caroline yang mendengar itu segera mematikannya sebelum pulsanya diambil.
"Belum pendekatan, belum nembak, gue udah ditolak aja dah."

"Sakit ternyata, rasanya tuh persis kayak sakit karena ditinggal pas lagi sayang-sayangnya tau." Caroline mengelus dadanya mencoba sabar.

"Telpon Alfi aja deh." Caroline mulai menelpon Afi.

Deringan pertama tidak diangkat...

Deringan kedua juga tidak diangkat...

Deringan ketiga...diangkat!

"Halo? Al, lo dimana? Abang laknat lo dimana? Masa ninggalin gue sendirian?! Gue sumpelin kaus kakinya Bibi Runi ke mulut dia, baru tau rasa dia!"

"Oh! Sumpelin kaus kaki Bibi Runi kemulut gue?"

Tunggu, kayak gue kenal sama nih suara, gak asing gitu dihidung gue, eh kok hidung? Maksudnya telinga, batin Caroline sembari berpikir keras, siapa pemilik suara ini.

Wushhh...
Wushh...

Oh! Dia ini...

"Maaf, lo siapa ya? Kenapa ponsel Alfi ada ditangan lo?"

Caroline sudah menyerah untuk berpikir, siapa pemilik suara itu:').

"Gue...Alfian Almer Greyson. LO MALAM INI TIDUR DILOTENG!"

"AAAAAA, TIDAK!!"

***

"Kok bisa ngelupain suara majikan sendiri coba? Pengen gue smackdown, tapi nanti dibales sama abangnya," gerutu Alfian kesal.

Alfian kembai menaruh ponsel Alfi diatas meja nakas, dan memilih duduk dikursi yang diletakkan disebelah ranjang Alfi.

"Dek, gue bingung ada apa sama gue. Gue itu selalu kesel liat Caroline deket sama cowok lain, terus mau Caroline selalu disamping gue, dan gue juga liat Caroline sedih. Ada apa sama gue, dek?" curhat Alfian sembari memainkan jari tangan adiknya,

"Ada apa?" sambung Alfian, lalu menelungkupkan wajahnya diantara kedua tangannya.

Tiba-tiba sebuah tangan mengelus pucuk kepala Alfian dengan lembut membuat Alfian tersentak kaget, dan refleks menoleh kebelakang tubuhnya.

Enemy But FriendsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang