Prolog

118K 15.9K 1.1K
                                    

Hari Sabtu, dua puluh tujuh Maret dua ribu sepuluh adalah hari yang tidak akan pernah dilupakan oleh seorang Prabu Damar Anggabaya yang dipanggil oleh sebagian besar sahabatnya dengan nama Damar. Semua orang yang mengenalnya di SMA Negeri Satu Jakarta Raya alias SMANSA JUARA akan memanggilnya dengan nama itu kecuali satu orang yang sejak pertama mereka bertemu selalu memanggilnya dengan panggilan yang sama seakan takjub bahwa di dunia ini ada manusia bernama seperti seorang raja.

Hal itu terjadi hingga hari ini.

Pelaku yang memanggilnya dengan panggilan yang paling konyol itu adalah seorang gadis paling nyentrik namun anehnya menjadi pusat perhatian sekolah hanya karena dia adalah salah satu dari sedikit anak perempuan yang bisa maju dan menjadi pemimpin di antara teman-temannya, ketua OSIS. Di mata Damar, dia adalah wanita paling ajaib dan nyeleneh, terutama karena setiap mereka bertemu dan beradu mata, gadis itu tidak akan ragu memanggil dengan panggilan kesayangan hanya untuk Damar.

"Kakang Prabu, udah datang? Adinda rindu..."

Percayalah, nama yang seharusnya membuatmu bangga karena memiliki arti luar biasa, Raja, Pemimpin, seakan hancur bila meluncur mulus dari bibir bocah ABG itu. Apalagi setelahnya, suitan, siulan serta koor "Cie...ciee" tanpa henti menyerang tiap kali mereka berpapasan. Damar yang semula hendak bersikap wajar, dingin, seperti layaknya pria pendiam lainnya terpaksa harus menerima olokan semua orang hingga wajahnya berubah menjadi merah padam.

"Kakang Prabu-nya adinda Ratu sudah sarapan, belom? Kok letoy amat, sih? Jangan letoy dong, Kang. Kakang kudu kuat demi aku dan si buah hati."

Dan setelah itu tawa meledak dari sudut mana saja yang bisa mendengar gombalan gila nona manis ketua OSIS yang meskipun terkesan main-main namun ucapannya sudah membuat barisan lelaki muda penggemarnya_adik ataupun kakak kelas, bahkan rekan seangkatan_patah hati masal. Siapa yang tidak naksir dengan wanita cekatan serba bisa, tahan banting, tahan olokan, punya kuping tebal untuk mendengar ceramah dari guru matematika Pak Jamaluddin Hasibuan yang mengoceh saat Ratu Intan Wijaya Kusuma pasang aksi dengan tingkah anehnya.

Bahkan Prabu tidak sadar di pagi berangin, di tengah lapangan penuh siswa yang siap melakukan SKJ alias Senam Kesegaran Jasmani yang menjadi agenda rutin setiap hari Sabtu, Ratu berdiri di depan podium dengan gayanya yang kasual dan amat menggemaskan, kuncir dua layaknya pahlawan dalam film kartun Jepang, Sailormoon yang membuat mata hampir seluruh bocah lelaki tertuju ke arahnya, kecuali Damar, yang merasa perbuatan Ratu kali ini tidak akan pernah ia lupakan untuk seumur hidup.

"Tes...tes...Hujan netes..."

Tawa kembali menggema. Untung para guru yang biasanya ikut senam belum semuanya muncul. Dari kejauhan, Damar bisa menangkap kalau Pak Jamal sedang berteriak-teriak menyuruh beberapa siswa yang tampak ogah-ogahan untuk senam, berbaris di tengah lapangan.

"Oi, Ratu. Yang benar kalau kasih instruksi. Macam mana kau itu, ketua OSIS malah ngelawak."

Ratu yang manis melemparkan senyuman maut yang membuat separuh hati bocah lelaki di sekolah itu menggelinding sebelum ia menyibakkan poni yang beriak kena angin lalu mulai bicara lagi.

"Makasih Pak Jamal. Temen-temen yang budiman, berahlak baik dan berwawasan luas, hormat sama guru dan orang tua, sudilah kiranya berbaris rapi, senam akan dimulai."

Damar bahkan menggelengkan kepala mendengar instruksi aneh model begitu. Belum pernah ia menemukan seorang ketua OSIS memberi perintah begitu aneh bin ajaib seperti satu yang sedang ia simak saat ini. Sayang, sikapnya yang aneh malah membuat beberapa murid lelaki bersuit-suit memujinya.

"Iyak, Abang ganteng yang di sana, baris sini dekat adek. Jangan jauh-jauh, Bang. Deketan aja adek suka galau, palagi jauh."

Tawa lagi disusul omelan Pak Jamal yang sepertinya sudah mengerutkan jidat saat matanya terarah pada podium. Si ketua OSIS centil dengan seragam olahraga menyeringai jahil kepadanya. Tapi tak urung dia bangga, siswa genit itu berhasil membuat perhatian kaum Adam beranjak gede di sekolah itu menjadi manut patuh. Ketua OSIS sebelumnya bahkan mesti berteriak-teriak hanya untuk mengatur seribu kepala di pagi hari seperti itu agar bisa berbaris dengan rapi.

Sayangnya, yang dia duga berjalan dengan lancar, ternyata hanya harapan. Satu menit berikutnya, suasana yang hening malah jadi riuh dan kacau saat Ratu mulai berdeham beberapa kali lalu meyebut satu nama yang membuat napas semua orang tertahan.

"Kecuali kamu ya, Kakang. Nggak boleh jauh-jauh. Harus deket sama aku, karena jujur, adinda nggak bisa tidur mikirin kakang."

Diantara riuh rendah dan hiruk pikuk suasana yang mulai panas, Damar, dengan wajah memerah dan rahang gemeletuk tidak bisa berkedip saat Ratu Intan Wijaya Kusuma menuruni podium, berjalan santai sambil memegang mikrofon dan setangkai bunga Bogenvil yang dia comot entah dari mana, mendekati bocah elaki itu.

Sorak sorai ramai dari murid perempuan mulai terdengar, dan Pak Jamal yang sadar, mulai berlari menuju sumber suara.

"Apa pula kerjanya si Ratu itu?"

"Kakang Prabu yang ganteng, mau nggak menjadi kumbang di atas bunga ini, biar bisa menghisap madu, tapi jangan bawa madu pulang ya, Kang. Adinda nggak kuat."

Suara cekikikan terdengar amat keras tapi wajah Ratu yang tampak serius mengatakan kalau ia tidak peduli dengan keadaan sekitar. Sepasang mata bulatnya yang cantik bahkan seolah memaku netra mirip elang kepunyaan Damar yang kini terpicing karena menahan malu sekaligus gugup. Bisa-bisanya gadis itu melakukan nekad melakukan hal seperti ini, di tengah lapangan, dengan ratusan memandangi mereka penuh rasa ingin tahu.

"Terima!"

"Terima!"

Suara tepukan mulai membahana disertai koor serempak membuat keringat dingin menetes tanpa malu dari pelipis mulus pemuda tampan berusia delapan belas tahun itu. Sungguh dalam hatinya sekarang berkecamuk rasa aneh yang tidak bisa ia jabarkan. Bukan begini seorang wanita semestinya bersikap. Tidak pernah ada dalam kamusnya, ditembak oleh seorang gadis, tak terkecuali dia adalah cewek super cantik idola satu sekolah.

"Kakang mau terima pernyataan cinta adinda?"

Entah kenapa, rasanya amat sulit menggerakkan leher sekaligus meneguk air ludah, terutama saat teman-teman menjadi sangat berisik dan si gadis konyol itu masih berdiri dengan santai, tidak peduli bapak Jamaluddin Hasibuan sudah berjarak sepuluh meter dari tempat mereka berdiri saat ini.

"Kenapa, Kang? Nggak bisa jawab? Atau gugup karena yang nembak aku?" Ratu mengedipkan sebelah mata dan tersenyum genit.

"Malu sama isi dalem kolor loh, Kang, kalau kamu berani nolak cewek keren macem aku..."

Ketika akhirnya Damar berhasil menelan air ludah, ia tahu, urusannya dengan si centil bernama Ratu Intan Wijaya Kusuma ini tidak akan pernah selesai hingga bertahun-tahun kemudian

Ratu dan PrabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang