Chapter 2

46 4 0
                                    


Seperti Cinderella yang akan menuruti semua yang ibu tirinya katakan, sang putri pun akan melakukan apa saja agar bisa mengganti tinta lara dalam menulis kisahnya.

🌺🌺🌺

Bunga Azalea putih bermekaran dengan indah di seluruh penjuru istana. Di manapun tanaman itu ada di sekeliling istana, mekarnya dan aromanya akan menemani siapapun yang bernapas.

Putri-putri Azalea telah mekar juga seperti bunga-bunga itu, menunjukan pada dunia jika mereka siap menemani sebuah detak jantung.

Joanne menyelipkan helaian rambutnya yang beterbangan diterpa angin musim semi. Di tangan kanannya ada setangkai Azalea yang ia petik dari sebuah pot yang ada di balkon kamarnya. Di balkon itu, memang hanya ada satu pot itu.

"Kau merasa tak adil karena mekar di sini sendirian?"

Gadis bersurai blonde dengan mata abu-abu itu menatap sendu bunga cantik di tangannya. Wajah cantiknya sama sekali tak memperlihatkan senyum.

"Aku juga."

Gaun biru mudah yang ia pakai sedikit beterbangan diterpa angin. Detik berikutnya, ia mendongak dan menatap langit yang cerah. Aroma Azalea di sekeliling istana menyeruak masuk ke dalam hidungnya, membuat ia mendengus kesal dengan sebuah perasaan tak suka.

Joanne benci semua Azalea yang di taman di sekeliling istana. Seakan-akan tak ada bunga lain lagi yang bisa ditaman. Memang, ada mawar dan tanaman bunga lain, tapi Azalealah yang paling dominan. Membuat wanginya begitu mendominasi saat musim semi tiba.

Joanne benci hal itu. Karena baginya, bunga itu dan wanginya seakan sedang mengoloknya dengan kenyataan yang terjadi saat ini.

Semua Azalea yang mekar di seluruh penjuru istana seperti putri Azalea lain yang namanya selalu dipuja-puja. Sedang ia hanyalah putri Azalea yang tumbuh sendirian seperti tanaman Azalea di balkon kamarnya ini. Tak ada yang tahu sehingga tak ada yang memujanya.

Joanne menunduk lagi, menatap Azalea yang ada di tangannya sebelum berbalik dan berjalan masuk ke kamarnya. Kakinya membawanya ke arah meja rias lalu ia meletakan Azalea putih itu di sana sendirian. Selanjutnya, ia melangkah ke arah tempat tidurnya di mana ada sebuah buku yang belum selesai ia baca. Kini, Joanne ingin menyelesaikannya.

🌺🌺🌺

"Kenapa kau ingin menolaknya?"

Pertanyaan itu terujar dengan nada datar, tapi Jane sadar akan nada dingin dan tak sukanya. Gadis itu bisa merasakan aura yang menggelap ketika sang ayah sama sekali tak menatapnya. Jelas sekali jika pria yang telah hidup lebih lama darinya itu tak ingin apapun yang ia katakan dilanggar apalagi ditolak.

"Ayah bisa menyuruhku bersama pangeran yang lain."

Jane tidak tahu apa ucapannya akan berpangaruh pada ayahnya atau tidak. Yang jelas ia tengah berusaha untuk sesuatu.

Raja William mendongak, menatap putrinya yang sejak tadi duduk di kursi di depannya. Sejak gadis itu mengetuk pintu ruang kerjanya, pria itu tahu jika gadis itu akan membicarakan hal ini. Rasa marahnya karena pertanyaan yang seakan menolak apa yang ia inginkan semalam muncul lagi. Membuatnya enggan menatap sang putri. Namun kini, sebuah pernyataan membuatnya tak mengerti.

"Kenapa harus pangeran yang lain? Pangeran Edward punya semua yang dibutuhkan untuk menjadi pendampingmu, menjaga dan meneruskan Ogisea dan Tersea."

"Ya, tapi aku tak ingin bersama Pangeran Edward."

Jane tahu jika jawabannya itu terlalu lancang. Tapi, ia tak ingin sebuah kebohongan hadir lagi. Sudah cukup banyak kebohongan yang ia tulis dalam kisahnya bersama Joanne. Kini ia tak ingin kebohongan itu ada dalam kisahnya yang lain. Lagi pula, sebagai putri raja dan putri mahkota, ia telah diajarkan untuk menjujung tinggi kejujuran. Ratu Evelyn juga telah menanamkan nilai itu dalam dirinya.

AzaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang