Chapter 3

55 5 2
                                    


Akan tiba saatnya, di mana Cinderella akan bertemu dengan sang pangeran yang selama ini diam di dalam kemegahan istana. Akan tiba saatnya pula, sang putri bertemu dengan pangeran di balik istananya.

🌺🌺🌺

Langit begitu cerah saat akan memasuki tengah hari. Matahari sudah mulai berarak naik tanpa pengiring bergaun putihnya. Hanya ada semilir angin musim semi yang membawa aroma semua flora. Menyeruak masuk ke rongga hidung dan menciptakan ketengangan tersendiri.

Azalea dengan manik hijau terang itu mengarahkan pandangannya. Menatap tepat saat anak panah itu mulai dipasang pada busur oleh si anak pelayan. Tangan kekar milik si pemanah menarik busur dan beberapa detik setelah itu, si anak panah terlepas dari busur, meleset dengan kecepatan tinggi sebelum mendarat tepat pada titik merah pada papan target berbentuk bulat dengan jarak sekitar tiga puluh meter.

Manik hijau Azalea itu berbinar, senyum kecil itu tercipta di wajah cantiknya. Kakinya lalu bergerak, melangkah meninggalkan koridor di bagian barat istana yang mana menghadap langsung dengan lapangan tempat para prajurit latihan, berbatasan langsung dengan perkebunan apel milik istana. Dengan tangan yang bertepuk riang, Azalea itu mendekati si pemanah yang sudah menoleh kaget padanya.

"Yang mulia Putri Mahkota?"

Si pemanah itu terlihat menunduk saat Azalea yang selalu dipuja, si Putri Mahkota, Jane melangkah mendekatinya. Ia bahkan tak mendongak sekalipun sang putri dengan gaun hijau terangnya itu sudah berdiri di depannya. Membiarkan sang putri tak melihat wajahnya sedikitpun. Dan memang seperti itulah seharusnya. Rakyat biasa tidak boleh menatap wajah keluarga kerajaan secara langsung, kecuali jika diijinkan.

"Tuan Putri saja," Jane berucap pelan. Matanya menelusuri si pemanah dengan surai coklat gelap yang tengah menunduk di depannya. "Aku merasa terlalu tinggi jika kau memanggilku seperti itu. Lagipula, tidak ada siapa-siapa di sini."

Si pemanah masih menunduk. Sementara Jane sedikit melirik ke sekitar. Tidak banyak orang di situ. Para prajurit ada latihan di lapangan dekat kandang kuda, sehingga area itu sepi. Hanya ada beberapa pekerja kebun apel yang tengah sibuk memotong ranting pohon. Jaraknya sekitar seratus meter dari tempat Jane berdiri saat ini.

"Baik, Tuan Putri," suara si pemanah terdengar, membuat Jane kembali menatapnya.

Pemanah itu masih menunduk di depannya, membuat Jane sedikit mengernyit. Ini memang bukan pertama kalinya ia melihat pemanah itu. Pemanah itu sering terlihat berlatih sendiri saat para prajurit tidak sedang latihan. Tapi wajahnya tak pernah terlihat karena tertutup surai coklat gelapnya.

Rasa penasaran menyusup masuk, membuat Jane membuka mulutnya dan berbicara lagi.

"Angkat mukamu, aku lawan bicaramu saat ini."

Sang pemanah masih betah pada posisinya. Ia bahkan tak bergerak, membuat kerutan di kening Jane semakin terlihat.

"Kita tidak dalam sebuah pembicaraan, Tuan Putri."

Jawaban itu keluar dengan nada datar. Si pemanah rupanya tak ingin berurusan terlalu jauh dengan keluarga kerajaan. Apalagi dengan sang Putri Azalea yang berstatus sebagai putri mahkota, calon pemimpin masa depan Ogisea. Ditambah dengan sebuah alasan rahasia yang hanya ingin ia simpan sendiri di hatinya.

"Lalu, kau pikir ini apa?"

Lain si pemanah itu, lain lagi sang putri mahkota. Ia jelas tersinggung dengan jawaban yang diberikan sang pemanah. Apa katanya tadi? Mereka tidak terlibat dalam sebuah pembicaraan? Lalu untuk apa orang itu menjawab apa yang Jane katakan sejak tadi?

"Angkat mukamu!"

Jane berucap lagi. Kali ini dengan nada memerintah yang jelas menunjukan kekuasaannya. Membuat si pemanah itu mendengus kecil sebelum mengangkat muka secara perlahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 15, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AzaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang