"Saga! " Seruku gembira melihat Saga berdiri menungguku di depan pintu toko kue bu Wito selesai aku kerja sambilan.
Aku nggak kaget melihat Saga berdiri menungguku pulang, karena Saga sudah melakukan kebiasaan ini selama dua bulan. Setiap pulang sekolah, Saga selalu mengantarku pulang kerumah lalu menungguku bersiap memakai seragam kerja sambilan sebelum mengantarku ke depan toko roti. Kemudian saat jam pulang kerja, Saga selalu sudah berdiri di dekat pintu toko roti menungguku untuk berjalan kaki mengantarku pulang.
Seperti biasa, hal pertama yang dilakukan Saga begitu aku mendekat adalah ia menepuk-nepuk puncak kepalaku lalu tersenyum. Cara Saga memperlakukanku saat ini selalu membuat sisi kekanak-kanakanku muncul. Aku bukan anak yang heboh apalagi cerewet, tapi keberadaan Saga membuat diriku yang biasa tenang jadi bergerak-gerak nggak jelas karena gembira.
"Ini buatmu." Saga mengeluarkan permen coklat dari dalam kantung kemejanya sambil tertawa melihatku meloncat-loncat senang menyebut-nyebut nama Saga berkali-kali.
Aku bersorak karena permen coklat yang di sodorkan Saga itu kesukaanku. Bersama Saga juga membuatku sadar, aku jenis orang yang gampang di buat bahagia dengan hal-hal sepele.
"Tapi jangan di makan sekarang. Nggak sehat makan permen coklat di malam hari." Ujar Saga sambil meletakan tanganku di bagian belakang kemeja birunya. Kalau aku nggak suka bergandengan tangan dengan Saga di lingkungan sekolah, maka Saga nggak suka bergandengan tangan denganku di lingkungan komplek perumahan. Karena itu masih dalam agendanya untuk menjaga nama baikku dalam lingkungan komplek. Bagi Saga tidak baik menunjukkanku sering bergandengan tangan dengan anak laki-laki di depan rumah para tetanggaku, nyaris setiap malam, setiap Saga mengantarku pulang.
Sebelum berbalik badan, Saga menunduk, tersenyum sopan dan menyalami bu Wito. Sekarang bukan cuma ibuku yang jatuh hati pada Saga tapi bu Wito juga. Buktinya bu Wito, tersenyum lebih lebar pada Saga daripada ke pelanggan yang biasa membeli rotinya.
"Kenapa nggak boleh makan coklat malam-malam?" Tanyaku begitu kami mulai berjalan.
"Sebetulnya makan apapun di atas jam 7 malam itu nggak baik." Jawab Saga.
"Oh, kalau minum di atas jam 7 malam boleh?"
"Boleh asal air putih dan takarannya nggak banyak."
Aku mengerjapkan mata, "Apa umur Saga beneran sama kayak aku?" Tanyaku heran.
"Memang kenapa?" Saga tersenyum geli. Senyum Saga membuat wajahnya semakin terlihat mempesona.
"Soalnya cara pikir Saga sering kayak orang yang lebih tua sepuluh tahun dariku."
"Kamu yang sering mirip anak kecil."
"Aku? Bukannya Saga yang sering kayak orangtua? Kayak papa."
Saga terdiam sesaat, "Apa aku mirip papamu?" Tanyanya ragu.
"Bukannya mirip. Aku nggak tau papaku kayak gimana. Beliau meninggal waktu aku masih kecil. Aku nggak ingat sama sekali tentang beliau. Tapi seandainya papaku masih hidup. Aku bayangin papaku kayak Saga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dunia Jo (Completed)
Teen FictionSequel Dunia Saga Read Dunia Saga before otherwise many things will confuse you. Thankyou for reading my work. Enjoy! And please dont copy my story