Renjun berjalan memasuki gedung A seperti biasa, minus keberadaan Jaemin yang tidak nampak ikut berjalan bersama. Belum sampai di ujung koridor, retina mata sudah menangkap sosok tinggi dengan topi hitam menutup muka. Terpejam pun Renjun sudah bisa menebak siapa disana, karena hanya Jeno seorang yang selalu menunggu di depan lift berada.
Kali ini pria itu tidak langsung membuka mulut saat mereka sudah bertatap muka, jidatnya mengkerut dengan fokus mata tertuju ke belakang tubuh Renjun, terkadang bola matanya bergerak-gerak pelan. Seakan mencari sesuatu yang akan muncul di belakang sana.
"Apa yang kau cari di belakangku?" Tanya Renjun sambil menekan tombol lift. Ingin mengikuti kegiatan Jeno tapi sayang rasa penasaran tidak mampu membuat ia lebih peduli dari biasanya.
"Tidak ada." Jawaban akhirnya keluar dari mulut pria itu, Renjun yang mendengar hanya mengangguk pertanda paham, kemudian kembali menunggu lift dalam diam. Situasi senyap seperti ini terasa ganjil bagi Renjun, biasanya ia akan menunggu lift sambil mendengar Jaemin dan Jeno bertengkar hebat. Memperebutkan dirinya sambil sesekali melempar rayuan yang akan berlanjut menjadi ajang mari-buat-pita-suara-Renjun-putus-karna-harus-memaki-dua-orang-idiot.
Bunyi 'ding' pelan dengan pintu lift terbuka lah pemecah atmosfer canggung yang sedari tadi menyelimuti. Renjun segera melangkah memasuki ruangan persegi panjang itu, dan anehnya Jeno tidak masuk mengikuti. Jeno malah berbalik badan, menghampiri tempat sampah di sebelah lift kemudian membuang kotak coklat yang sedari tadi ia pegang. Renjun hampir bersorak bahagia melihat adegan luar biasa langka yang baru saja ia saksikan. Pintu lift hampir tertutup, tapi Renjun segera menekan tombol penahan pintu lift agar terbuka kembali.
"Jeno! Masuki ke sini, cepat!" Renjun berteriak antusias. Setelah tiga minggu panjang berlalu, akhirnya ia berteriak tanpa menggunakan kata makian. Pria yang ia panggil pun untungnya belum berjalan terlalu jauh, sehingga tidak perlu menunggu lama mereka sudah berada di dalam lift yang sama.
"Ada apa?" Baru kali ini Renjun mendengar intonasi sedatar itu dari pria yang sekarang sedang berdiri di sebelahnya. Renjun sering mendengar orang lain memuja ekspresi dingin dan suara datar Jeno. Mereka bilang Jeno sangat tampan, sekalipun tanpa menunjukan emosi atau rasa ketertarikan. Renjun kira bualan belaka, karena selama ini walau Jeno diam sekalipun emosi masih jelas tergambar di wajahnya. Intonasi suaranya pun tidak pernah datar, Jaemin dan Jeno selalu melempar makian dengan teriakan memekakkan telinga. Tapi kali ini, akhirnya Renjun bisa melihat Jeno yang selalu dibicarakan orang-orang.
"Aku tau selama ini kau tidak pernah menyukaiku, ugh sudah lama sekali rasanya aku menunggu bukti untuk membenarkan hal ini."
"Ya, lalu?" Ternyata memang benar Jeno ini bajingan yang menumpahkan kopi di atas lembar tugas milik Jaemin dan dirinya dua tahun lalu. Selama ini Renjun seperti bersalah, karna merasa Jeno bukanlah pelaku sebenarnya. Meskipun memang kehadiran Jeno di hidupnya mendatangkan malapetaka keributan tiada henti, tetapi pria itu tidak pernah melakukan hal kurang ajar. Hilang sudah rasa bersalah yang ia simpan di sudut hati, lirikan sekilas serta ucapan tanpa beban yang baru saja ia layangkan benar-benar membawa rasa de javu untuk Renjun. Antusiasme di awal seketika berganti menjadi emosi.
Tangan pria itu mengepal sebelum memberi pukulan di bahu kanan Jeno. Cukup keras hingga membuat korban meringis kesakitan.
"Apa-apaan kau ini?!"
"Kau yang apa-apaan. Dengar Jeno, jangan seret aku kedalam masalahmu dengan Jaemin. Aku muak sekali dengan semua ini."
Helaan nafas keluar dari bibir Jeno, "Aku minta maaf, oke? Aku tidak bermaksud membuat semua ini menjadi terlalu jauh seperti sekarang. Tapi aku tidak bisa berhenti, karna Jaemin akan mengira aku mengalah padanya" ucap Jeno, mimik wajah pria itu masih sama seperti sebelumnya, tapi ucapan tadi di layangkan tidak sehampa yang pertama, Renjun bisa merasakan emosi lain di dalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to Falling in Love With Your Biggest Enemy;ㅡA Thread | Nomin
FanficNa Jaemin, 20 tahun, semester 4. Hidup tertata rapi, tidak ada celah kegagalan yang mungkin akan terjadiㅡmenurut perhitungannyaㅡ dan selalu ingin dinomor satu kan. Cassanova fakulitas bisnis, dan seperti di cerita fiksi lainnya, dia populer. Karna a...