Jaemin selalu menjadi yang terbaik dalam berbagai hal. Apapun itu. Semenjak sekolah dasar, ia sendiri menyadari bahwa memang tidak ada yang sepadan dengannya. Tidak seorang pun mampu menandingi atau minimal bersanding dengan dirinya, Jaemin yang sempurna. Entah semua berawal dari saat itu atau memang bawaannya sejak lahir, Jaemin menjadi sangat sombong nan perfeksionis. Ia adalah anak bungsu dari keluarga Na, Si Tampan dengan mulut setajam silet, namun sayangnya pintar dan memangㅡsangatㅡ sempurna. Tidak ada celah yang bisa diambil untuk diolah menjadi bahan hujatan dirinyaㅡkecuali kepribadian bermasalah Sang Tuan Muda.
Orang-orang yang tidak suka dengannya hanya bisa memendam rasa benci tak terucap. Karena mau bagaimanapun juga, memang faktanya Jaemin itu sempurna. Pria bermata Hazel dengan warna rambut serupa itu bagaikan paket lengkap karakter dunia fiksi yang menjadi nyata. Ada, namun di saat bersamaan terasa mengada-ada. Atau semua itu hanyalah hiperbolis semata. Masyarakat yang tidak mengenal pasti hanya menganggapnya angin lalu, sambil membatin ‘Mana ada yang seperti itu.’ Sedangkan yang benar-benar pernah melihatㅡdan mengenal pasti membenarkan keindahannya.
Semua yang berkaitan dengan Jaeminㅡmau itu rasa memuja atau membenci yang tidak berdasarㅡdilakukan secara tersirat. Semua akan menjawab "Jaemin yang paling tampan," "Jaemin yang paling pintar," "Jaemin yang begini," "Jaemin yang begitu," jika ditanya. Tapi diluar itu, mereka tidak berani berucap lebih. Seperti mengagumi lukisan berharga tinggi, hanya bisa mengapresiasi dalam diam tanpa bisa menyentuh barang sesenti pun.
Abaikan saja omong kosong di paragraf-paragraf sebelumnya. Apanya yang mengapresiasi, orang orang hanya tidak tahan dengan tatapan merendahkan yang selalu Jaemin beri.
Borjuis sih, mau bagaimana pun sifat seperti itu sudah seperti mendarah daging pada 'mereka'. Jaemin terlebih lagi, orang yang hanya bisa mengandalkan kekayaan orangtua saja sudah angkuh sampai ke langit, Apalagi ia yang sempurna ini? Sudahlah, hentikan umpatan di sudut hati saja, jangan sampai lepas dari sana.
Hidup Jaemin memang terdengar menyenangkan, kehidupan yang selalu menjadi euforia di benak setiap orang. Lahir dari keluarga kaya raya, rupa menawan, otak yang bisa diandalkan, dan kerap dipuja semua orang. Selalu menjadi nomor satu bukan hal yang sulit bagi orang semacamnya, apalagi harus bekerja keras. Maka dari itu, Jaemin menyukainyaㅡmenyukai kehidupannya. Menurut perhitungan Jaemin, selama dia hidup tidak akan ada manusia yang akan sepadan dengannya. Jaemin akan selalu unggul, dan akan selalu menjadi si nomor satu tanpa harus bekerja keras layaknya orang susah.
Tapi namanya juga hidup, mau diperhitungkan sejeli mana pun pasti ada saja yang miscalculation.
Semua bermula dari masuknya Jaemin ke dalam Universitas A, Universitas yang terletak di tengah hiruk-pikuk kota Seoul. Untuk sekedar informasi, Universitas A adalah Universitas bergengsi yang setiap tahun menjadi incaran siswa-siswi menengah atas. Jaemin pun masuk tanpa hambatan berarti, diterima di fakultas manajemen bisnis yang menjadi fakultas favorit dan banyak yang bersaing agar diterima di sana.
Kuliahnya di awali dengan berbagai kegiatan dan tugas yang melelahkan. Jaemin tahu dan melewatinya tanpa mengeluh, karena sudah lama sekali ia mengetahui bahwa dunia perkuliahan tidak semudah acara di tv.
Suatu pagi, Jaemin dan sahabatnya kembali mengecek tugas yang kemarin mereka kerjakan bersama di kantin bawah gedung Universitas A, sahabatnya menanyakan sekali lagi bagian-bagian yang masih ia ragukan, sambil sesekali memakan roti isi yang dibawanya. Jaemin masih asik membacaㅡmembolak-balikan double folio milik sahabatnya sampai guyuran air dingin tiba-tiba mengenai setengah badan dan juga kertas kertas di atas meja. Marah, Jaemin berdiri kemudian berteriak sembari memaki pada Sang Pelakuㅡyang ternyata seorang pria. Jaemin masih ingat rambut blonde tertutup topi hitam yang ia pakai. Wajah Si Brengsek tidak terlihat karena ia menundukan kepala, Jaemin masih terus memarahi sedangkan sahabatnya menarik-narik ujung baju, memberikan kode untuk berhenti bertindak barbar.
Setelah sepersekian detik berlalu, baru lah Si Pelaku melayangkan kata maaf, sebelum pergi begitu saja. Tidak ada kata penyesalan yang tertinggal, seolah pria tadi hanya meninggalkan udara kosong. Kalau bukan karena keadaannya kacau dan tidak kondusifㅡdengan kemeja biru muda bernoda coklat pekat, shit Jaemin baru sadar ini kopiㅡ ditambah tugas mereka yang sekarang entah bagaimana, sudah dipastikan pria itu akan mendapat bogeman mentah di pipi.
Jaemin mencoba tidak panik saat melihat kembali keadaan tugas mereka. Tulisan di atas kertas luntur karena tersiram air dengan sporadis, tidak ada lagi kalimat yang bisa dibaca, bahkan namanya sekalipun. Sahabatnya segera mengambil sisa double folio di tasnya, melempar pulpen ke arah Jaemin sambil berseru "Cepat, kita harus menulis ulang." Setelah itu mereka berdua terdiam dengan tangan kanan yang terus berkerja. Mereka harus memulai kembali dari awal, rasanya Jaemin ingin sekali berteriak karena ia yakin mereka tak mungkin bisa menyelesaikan tugas ini, karena jam pertama dimulai lima belas menit lagi.
Dan kemudian lima belas menit terlewat begitu saja, ia dan sahabatnya yang menyerah menulis ulang, kemudian terburu-buru berlari ke arah lift. Jaemin berharap dosennya sampai ke kelas sedikit terlambat, atau minimal beliau belum duduk di tempatnya sebelum Jaemin memasuki kelas.
Tapi harapan tetap menjadi harapan, Jaemin dan sahabatnya tidak dibolehkan masuk karena terlambat. Padahal mereka terlambat tidak sampai semenit. Ditambah lagi dosennya mengernyit jijik melihat kemeja penuh noda yang ia pakai. Ah, soal ini, Jaemin saja sempat lupa. Kalau bukan karena harga diri dan sahabatnya yang menepuk-nepuk pelan punggungnya, sudah dipastikan tuan muda yang terkenal kelewat angkuh ini meneteskan air mata.
Na Jaemin, delapan belas, baru masuk Universitas tiga minggu merasakan hidup sempurnanya hancur karna pria berengsek bertopi hitam menumpahkan minuman di bajuㅡserta tugas miliknya. Ingatkan Jaemin untuk menyuruh Papanya membersihkan namanya kelak, karena Jaemin ingin membunuh pria itu sekarang.
ㅡ
Halooo, akhirnya saya memberanikan diri untuk ngepost cerita hshshshs. hitung hitung asupan untuk diri sendiri lah ya.
trus juga ntah kenapa ngerasa excited+gelisah disaat yang bersamaan. excited karna akhirnya saya berani untuk ngepublish cerita, gelisah juga soalnya tulisan saya masih banyak cacat dan ga ada indah indahnya, ga ada nilai estetika di dalam sini;(
tapi gimanapun juga, saya tetep ngerasa bangga sama diri sendiri, HAHAHAHAHA.Btw cerita ini dibantu oleh temen saya, dia ngebantu saya ngedit tulisan saya yang masih banyak kesalahan. terharu, soalnya teman saya ini bukan kpopers. semoga kedepannya dia gak bosan ngedit tulisan saya ya, soalnya saya belum berani ngepublish cerita tanpa campur tangan orang lain.
makasih banyak untuk semua yang mampir dan nyempatin baca💕
KAMU SEDANG MEMBACA
How to Falling in Love With Your Biggest Enemy;ㅡA Thread | Nomin
FanficNa Jaemin, 20 tahun, semester 4. Hidup tertata rapi, tidak ada celah kegagalan yang mungkin akan terjadiㅡmenurut perhitungannyaㅡ dan selalu ingin dinomor satu kan. Cassanova fakulitas bisnis, dan seperti di cerita fiksi lainnya, dia populer. Karna a...