•Melodi senja itu•

54 3 0
                                    

Bukan tanpa alasan aku berada disini, mungkin rasa rinduku pada nada penyejuk hati. Sudah lama aku tak menyentuhnya barang sedikitpun 1 tahun ini, sebab aku sudah merantau ke kampung orang. Rindu yang membawaku kemari untuk sekedar mengatakan bahwa aku masih sama seperti 1 tahun lalu.

Kubalut tubuhku dengan kemeja hitam dan celana yang serupa, aku berdiri tegap di depan pintu yang terbuka itu. Tak lupa juga sepatu kerja yang membuatku terlihat seperti lelaki kantoran. Memang betul dikata bahwa aku seorang staff perusahaan yang mengharuskanku merantau ke ibu kota semenjak aku lulus dari bangku perkuliahan 1 tahun lalu.

Jendela yang terbuka disore itu, menelisik redup-redup senja diantara pepohonan belakang rumah tuaku. Ku lihat ia masih sama, berdiri kokoh dengan kain yang menutupinya di tengah dinding bercat putih, tak lupa juga setangkai tulip merah dipojok ruangan sebagai hiasan.

Terkenang memori lalu yang membuatku menatap kosong ruangan itu. Tak sadar ku langkahkan kakiku mendekatinya. Suara sepatu mengema bersautan dengan detak jatungku. Ku singkap kain putih yang menutupinya, masih sama tak ada yang berbeda. Ku seret kursi itu mundur dan duduk menghadapnya. Jemariku menelusuri tiap bagian darinya. Ku rasakan kedua mataku mulai memanas.

Masih ingat akan suatu hal yang membuatku tersenyum pada kenangan itu. Memori yang manis, dulunya. Namun, itu hanya kenangan yang tidak dapat ku ulang bersamanya. Bukan aku, dia, atau siapapun, karna ini adalah jalan dalam kisah hidupku. Aku menerimanya.

Jemariku mulai menelusurinya. semakin kuat perasaan itu. Rinduku tidak terbendung lagi. Ku mainkan nada- nada indah itu, satu persatu. Ku sesapi melodi yang sudah akrab bersamaku dan mulai melantunkan syair pengiring nada itu.

Rindu ku dalam sepi

Sudah lama ku menanti

Tapi aku sendiri disini

Senja dalam harapan

Bukan sebab kamu pergi

Tapi takdir membawamu

Tak apa

Aku disini selalu

Dalam renungan melody

Senja disore hari.

Aku tak tau kapan air mata ini mulai mengalir, tapi setidaknya aku lega untuk berada disini. Ku lihat senyum mengembang dalam gambaran abstrak ku, menyejukkan dan menenangkan seperti "aku baik baik saja". Berapa kali ku katakan rinduku tersampaikan atas memori pilu ditahun lalu.

.

.

.

Entah mengapa hari itu menyesakkan untukku. Setelah kupamit pergi kuliah untuk menyelesaikan sisa keperluan wisudaku, aku sudah merasakan hal aneh pada diriku, gelisah dan tidak nyaman. Deringan telfon tiba-tiba mengagetkanku. Mungkin ini adalah jawabannya, segera setelah mendapat kabar aku berlari menemuinya. Jantung ini tak berhenti bertalu begitu keras. Bahkan tak peduli jika aku terperosok oleh tali sepatuku atau air mata yang membasahi pipi, aku tidak peduli lagi.

Hingga aku sampai di depan pintu operasi itu. Ku lihat lampu peringatan pertanda diatas pintu. Aku semakin gelisah, sudah sekian lama tapi tak kunjung berakhir. Kegelisahan ini semakin menjadi ketika seorang keluar dengan raut duka. 

Aku mengerti, dan aku merasa dunia ku runtuh.

.

.

.

Hari itu adalah pertama kalinya aku hancur. Dengan tanpa malu aku menyalahkan Tuhan atas takdirku. Kemudian aku sadar, aku merasa berdosa atas itu. Aku mencoba mengiklaskan atas kepergiannya. Sosok yang telah membawaku 9 bulan lamanya, yang telah kubebani hingga 23 tahun lamanya. Seorang wanita kuat tanpa sandaran adam disampingnya. Mungkin ini adalah akhir kisahnya, tapi bukan akhir untukku mendoakannya.

Aku sadar aku berada di ujung melodi ini, air mata masih mengenang dipelupuk mataku. Kuseka dengan tanganku, dan mencoba tersenyum. Ah, rindu sekali. Sudah lama aku belajar tuts-tuts nada darinya, dengan sabarnya dia mengajarkan semuanya hingga ku mampu memainkannya. Dulu, senja hari adalah waktuku duduk denganya untuk melantunkan syair bersama. Begitu cantik dengan gemerisik angin sore sebagai pengiring.

Sudah cukup, ku tutup kembali piano itu dengan kain usang. Aku pandangi senja itu mulai memudar. Ku langkahkan kaki ku keluar ruang itu. Mungkin ini saatnya aku pergi untuk mengarungi kembali kesibukan tiada batas. Biarlah segalanya berlalu, untuk menjadi kenangan dalam hatiku.



Rindu disenja hari,

Tersampaikan sudah rasa ini.

Padamu,

Ibu.

Selesai

Serenity in blue

04 Agustus 2018

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Melodi Senja ItuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang