Malam itu, angin berhembus dengan cukup kencang. Bintang-bintang bertebaran di lapisan langit, menghias Sang Langit dengan indah. Biarlah langit menjadi saksi bisu antara pertemuan sepasang remaja ini yang tengah mengatur detak jantungnya masing-masing, menahan rindu yang amat sangat lama tak bisa mereka ungkapkan. Biarlah alam mendengar apa yang akan mereka katakan.
Ia berdiri, menatap alas kaki yang tengah dipakainya. Otaknya berpikir keras untuk menyusun sebuah kalimat yang dapat dimengerti. Lidahnya terasa kelu untuk memulai, namun ia harus bisa, ia harus mengakhirinya malam ini juga, sebelum perasaan ini menjelajah lebih jauh lagi.
Jantungnya berdetak sangat cepat, kedua matanya memerah, menahan air mata yang sebentar lagi akan jatuh membasahi pipinya.
"Jadi...ada apa?"
Sebuah suara yang menyadarkan dirinya dari lamunan, menghentikan air mata yang sebentar lagi akan jatuh. Ia cepat-cepat membersihkan kedua matanya sebelum berbicara. Ditatap lurus-lurus manik mata laki-laki dihadapannya, laki-laki yang masih ia sayangi hingga saat ini. Namun kini rasa sayang itu telah hancur berkeping-keping, rasa itu telah tandas semenjak ia menyadari bahwa seseorang yang dihadapannya, kini bukan lagi miliknya.
Kedua lengannya dilipat diantara perutnya, lalu ia memberanikan diri untuk membuka mulutnya, "Gue capek..."
Lelaki dihadapannya hanya terdiam, saat mendengar dua kata yang terlontarkan dari mulut seorang gadis dihadapannya.
"Kenapa lo harus kayak gini lagi?"
Suara nya bergetar saat menyampaikan kalimat tersebut. Lelaki ini merasa terkejut, dapat terlihat jelas dimatanya, kalau gadis dihadapannya kini hampir menangis. Namun hanya satu kata yang dapat dikatakan oleh lelaki ini, "Maaf.."
"Gue gak bisa. Tolong jangan kayak gini, gue mohon.. Lo harus ngerti bahwa apa yang lo lakuin sekarang itu udah gak pantes lagi untuk lo lakuin,"
Lelaki ini tersentak saat mendengar ucapan Sang Gadis. Dia benar. Memang apa yang dilakukan dirinya tidaklah pantas. Rasa bersalah mulai menghampirinya secara perlahan, menimbulkan sebuah desiran, tepat pada hatinya. Namun lagi-lagi, ia hanya bisa menyampaikan, "Gue minta maaf,"
"Dengan cara lo yang kayak gini, bener-bener ngancurin semua usaha yang udah gue lakuin. Gue udah cukup menderita sendirian ketika gue ngeliat lo bahagia bukan sama gue. Gue udah menghargai semua keputusan yang udah lo ambil waktu itu, jadi gue mohon sekarang, lo tolong hargain perasaan gue dengan ngejalanin apa yang ada di depan lo. Gue gapapa. Lo bisa pergi semau lo sekarang... tanpa mikirin gue,"
Sungguh sebuah keberanian yang luar biasa saat gadis itu berhasil mengatakannya. Lelaki dihadapannya kini hanya terdiam, ia merasa bingung, sangat menyesal dengan keputusan yang sudah ia ambil beberapa waktu lalu. "Tapi gue gak bisa.."
Gadis itu tersentak mendengar ucapannya. Apa maksudnya tidak bisa?
"Gue bener-bener ngerasa kehilangan jalan, gue bingung.. Mungkin lo bisa mikir semau lo, seenak lo, tapi lo gatau betapa bingung nya gue sekarang."
Mereka terdiam, tenggelam bersama pikiran mereka masing-masing. Perasaan gadis itu mulai gelisah saat mendengar ucapannya. Ia tidak menyangka akan memiliki akhir cerita yang seperti ini.
Entah berarti atau tidak ucapan yang telah dilontarkan dari mulut lelaki ini untuk gadis dihadapannya, entah gadis ini mengerti atau tidak perasaannya sekarang, namun ditatapnya lekat-lekat manik mata gadis dihadapannya, "Gue berfikir, suatu saat nanti gue akan perjuangin ini lagi. Meskipun gue terkesan gak tau diri, meski lo ngacangin gue, meski gue gak digubris, gue janji. Gue akan perjuangin ini lagi dan gak akan ngelakuin kesalahan yang sama. Gue janji.."
Gadis itu tersentak lagi untuk yang kedua kalinya. Apa maksud dari ucapannya? Apa ia tengah berpikir untuk kembali bersama gadis ini?
"Apa lagi sih? Gue udah bilang kalo kita gak-"
Ia tersentak, ketika lengannya di tarik. Lalu ia menyadari bahwa kini dirinya berada dalam dekapan seseorang. Ia dapat mendengar detak jantung yang cukup cepat. Hatinya bergemuruh saat berada didekapannya. Rindu yang selama ini ia pendam, seperti meledak begitu saja yang menyebabkan air matanya terjatuh secara perlahan. Ia tahu bahwa ini salah, namun izinkan dirinya memeluk seseorang yang sangat ia rindukan selama ini. Biarkan dirinya menangis dalam dekapannya, hanya untuk malam ini.
Ia hanya bisa berharap bahwa suatu saat nanti semuanya akan terjawab. Ia berharap semua kerumitan ini akan berakhir, dan semua keraguan yang ada di hatinya akan hilang. Dalam hati ia berdoa, semoga Tuhan tahu yang mana yang tulus menyayangi seseorang di hadapannya. Sekarang, alam mungkin berkata tidak untuk mereka, namun jauh di hati kecilnya, gadis itu berharap bahwa alam akan menyatukan mereka suatu saat nanti, tepat seperti omongan seseorang dihadapannya.
Janji di malam bulan Agustus ini, semoga dapat ditepatinya.
Tak peduli betapa ragu dirinya, tak peduli seberapa kecil kemungkinan mereka untuk bersama lagi, namun hatinya, hati kecil gadis ini telah jatuh, dan telah dimiliki sepenuhnya oleh seorang lelaki dihadapannya. Tetes demi tetes air mata yang tengah terjatuh ke pipinya, semoga akan terbayarkan dengan air mata kebahagiaan. Gadis ini mencoba melawan kenyataan, meskipun ia berfikir, mengapa kisah ini begitu rumit?
Namun ia tidak peduli, lelaki dihadapannya kini telah berhasil mengambil hatinya.
"Gue berfikir, suatu saat nanti gue akan perjuangin ini lagi.."
KAMU SEDANG MEMBACA
August
Teen FictionKarena sebuah janji di bulan Agustus itu, membuat seorang wanita percaya bahwa alam akan menyatukan mereka kembali. August Copyright © 2019 by telecasterblossom