[4]

8 0 0
                                    

Dentuman keras antara bola dengan pinggir gawang terdengar sangat jelas. Hal ini membuat Gavin melepas earphone yang tengah ia pakai dan menaruhnya. Ia menghampiri sahabatnya yang tengah menahan kesal di lapangan futsal malam ini. Bahkan rasa bosan dan udara dingin tidak digubris oleh temannya.

"Do, udahlah,"

Mendengar namanya dipanggil, ia menoleh. "Udah lo duduk aja. Gue masih mau main!"

Cowok bernama Rivaldo Ananta Wirabrahmasatya tengah melampiaskan emosi nya malam ini. Sudah hampir dua jam temannya, Gavin, menemani dirinya bermain futsal. Namun bukan bermain futsal namanya untuk malam ini. Setelah permainan selesai, Rivaldo tak henti henti menendang bola dengan keras.

"Udahlah, do! Lo main bola sampe mampus juga Sinta gabakal peduli sama lo. Udahlah duduk dulu." Ucap Gavin sambil berjalan ke arah Aldo. Gavin sudah bosan mengingatkan Aldo bahwa Sinta bukannya wanita yang tepat untuknya. Saat bersama Sinta, sahabatnya ini sering terlihat kesal dan sedih.

Rivaldo berhenti tepat di tengah lapangan diiringi Gavin yang menghentikan langkahnya.

"Vin,"

"Apa? Baru sadar lo sama omongan gue?!"

Rivaldo kembali terdiam. Memori malam itu, malam dimana Rivaldo melihat wanita yang ia sayang tengah bersama lelaki lain. Hubungannya dengan Sinta, yang sudah hampir satu tahun ia pertahankan, kandas sudah. Dirinya yang sudah menahan kesal selama beberapa bulan terakhir demi mempertahankan hubungannya, kini menjadi sia-sia. Kalimat yang tengah Sinta ucapkan semalam tentang berakhirnya hubungan mereka, memberi tamparan keras untuk Rivaldo.

Pada kenyataannya, Sinta bahkan lebih memilih lelaki lain dibanding dirinya. Ini semua yang membuat Rivaldo memaksa Gavin untuk menemani dirinya bermain futsal. Meskipun Rivaldo tahu, temannya Gavin tidak tertarik sama sekali untuk bermain futsal. Gavin lebih menyukai bulutangkis.

"Sorry, vin. Gue jadi banyak ngerepotin lo,"

Mendengar ucapan maaf dari sahabatnya, Gavin malah memutar kedua bola matanya. Gavin tidak butuh permintaan maaf dari Aldo. Ia hanya ingin sahabatnya berhenti. Berhenti untuk menaruh hatinya pada wanita yang salah. Gavin tidak peduli sahabatnya terus mengganggu waktunya. Tapi Gavin juga tidak ingin sahabatnya merasakan apa yang seharusnya tidak ia rasakan. "Udahlah, gausah sorry sorry, gue udah basi banget. Yang penting lo kelar sama Sinta, udah."

Rivaldo hanya mengangguk menuruti perkataan sahabatnya itu. Ucapan Gavin memang benar, sudah saatnya Rivaldo berhenti. Berhenti mencintai seseorang yang tidak bisa mencintai dirinya.

Sebotol air mineral tengah dipegang Rivaldo. Ia meneguknya kemudian menghela napas, menghilangkan rasa penat yang mulai menghampiri.

"Besok gue mau nonton pensi di sekolah temen gue. Lo masih nggak mau ikut?" Tanya Gavin.

"Emang acara apa?"

"Kurang tau gue. Paling pensi kayak biasa,"

Rivaldo hanya mengangguk kecil. "Oh," Ia kembali meneguk air mineral ditangannya. "Jam berapa emang?"

"Jam satu, sih paling gue datengnya,"

"Yaudah. Besok jam satu gue kerumah lo,"

*********

Bunyi klakson membuat Gavin segera memakai sepatunya. Ia bergegas mengeluarkan motor hitam miliknya dari garasi.

"Dimana tempatnya?" Tanya Rivaldo dari balik helm.

"Daerah pertigaan sana, deket lampu merah," Jelas Gavin singkat diiringi bunyi mesin motor yang tengah ia panaskan.

Rivaldo mengangguk, "Yaudah, ayo jalan,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 15, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AugustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang