akhir pekan

2.2K 379 126
                                    

a/n : awalnya saya kepikiran mau bikin domestic fluff gitu, tapi kayaknya manis juga ngebayangin mereka udah tua 8''))/yha. Dosen saya bilang romantis itu kalo nemuin pasangan tua yang lagi piknik :'')))

Happy reading /o/

.

.

.

Realitanya, Taehyung menghabiskan akhir pekan seperti biasa dan tidak seistimewa yang Jungkook katakan, kemarin malam, sewaktu mereka bergelung di bawah selimut tebal sambil bergunjing kecil soal tetangga (pai buatan Mrs. Nollan yang aneh tapi wanita itu senang sekali memasok untuk mereka, kegiatan amal hari Sabtu di panti jompo dan Taehyung dimintai bermain piano, si veteran Jenskin bersama kisah semasa perang juga letusan-letusan bom yang menghilangkan fungsi gerak lengan kirinya, bahkan hal kecil seperti surat pos tagihan listrik yang pasti akan muncul lusa nanti). Namun dari semua itu, sepasang palet cokelat Taehyung paling berbinar antusias ketika Jungkook menjajikan kalau akhir pekan mereka kali ini akan berbeda.

Atau setidaknya, itu yang Taehyung harapkan.

"Berbeda apanya,'' dengus Taehyung lolos, lagi, mungkin sudah kesepuluh kali. Kemoceng ditepuknya sebal pada dinding kayu patio sampai debu berhamburan acak dan ia bersin.

"Sayang,'' kepala Jungkook menyembul dari balik sisi lain patio, dua tangannya berbalut sarung tangan karet, penuh dengan lumut. Pasti habis dari kolam ikan. "Berapa kali aku bilang harus pakai masker? Kau pasti tidak ingin kena ISPA bukan,''

"Maskerku kotor, tadi jatuh ke tumpukan debu,''

"Ambil lagi di kotak obat.''

"Kakiku pegal, monsieur. Kau pikir aku remaja delapan belas tahun, eoh?''

"Kalau begitu, istirahat,'' cengir Jungkook terpoles lebar. "Kau baru lima puluh dua tahun kok,''

Bola mata Taehyung berotasi malas. "Aku sudah lima puluh dua tahun.''

"Di mataku kau masih menawan,''

"Tidak tanya pendapatmu,'' pinggangnya mulai terasa sakit, pasti usai ini rematiknya kambuh, sial. Jadi Taehyung memutuskan berhenti dan beringsut ke arah Jungkook. Ada ciuman tipis yang sengaja Taehyung torehkan ke pipi kanan pria itu sebelum mengernyit tidak suka. "Bau lumut, ew. Jangan sering-sering membungkuk di dekat kolam ikan, Pak. Nanti punggungmu sakit lagi dan harus diurut. Sudah umur lima puluh tahun tapi mainnya ikan.'' 

"Alah, bukan masalah. Lagian aku baru umur lima puluh tahun juga.''

Ringisan Taehyung terdengar samar, tapi tak luput dari geli yang terselip. Cara bagaimana Jungkook membicarakan umur seolah angka yang dia sebutkan itu tak berbeda jauh selaiknya remaja delapan belas tahun, benar-benar membuat ujung hatinya tergelitik. Padahal sudah kepala lima, tapi rasa-rasanya baru kemarin menginjak angka dua puluh. Orang bilang gerak waktu itu berjalan dalam sekejap mata, secepat kilat cahaya menembus cakrawala, Taehyung pikir demikian. Hingga akhirnya sadar ia merenung seperti kakek-kakekーah, umurnya belum setua itu, kok. Diam-diam Taehyung menyetujui kelakar Jungkook (bisa kelakar, mungkin saja juga bukan) kalau mereka itu baru menyentuh angka lima puluh.

Jungkook kembali menyibukan diri di pinggir bebatuan kolam ikan. Banyak benalu yang harus disingkirkan sehingga menambah beban kerjanya. Taehyung bilang biarkan saja, toh selama ikan-ikan itu diberi makan tidak akan mati. Jungkook jelas memprotes, alasan karena suatu hari nanti ikan-ikannya bisa jadi santapan mereka kalau sudah waktu pancing.

"Mr. Pip mengajakku memancing lusa nanti,'' sahut Jungkook tiba-tiba, teringat soal pancingan. "Sepulang aku mengajar.''

"Lagi?''

"Acara dosen, seperti biasa.''

Dua alis Taehyung menukik tajam. "Kemarin kau memancing bersama Mr. Clark cuma gara-gara tidak mau pai buatan istrinya. Kemarinnya lagi alasan beli alat pancinganー''

"Umpan, Taehyung, umpan.''

"Terserah, belinya masih di toko alat pancing. Terus kemarin kemarinnya lagi kau berangkat dengan Boris, sok-sok-an ingin belajar cara mengolah kaviar. Omong kosong, kau tahu aku tidak suka kaviar.''

"Aissh, tidak perlu menyerangku juga, dong!'' Keluh Jungkook tak bertahan lama, cengirnya kembali terbit sembari satu tangan menepuk bebatuan di sampingnya. Bebatuan itu sengaja Jungkook hias sebagai tempat duduk, sewaktu-waktu dapat digunakan kalau ingin piknik dekat kolam ikan atau memanggang barbeque tidak jauh dari  patio. Atau juga situasi seperti ini. "Sini duduk, masih ada sandwich. Kita bisa makan sama-sama.''

Tak ada tanggapan lebih dari Taehyung, lugas menerima uluran tangan Jungkook (sarung tangan karet berbalut lumutnya sengaja dilepas) lalu menempatkan bokong di atas bebatuan dengan hati-hati. Salah langkah sedikit saja pinggang yang kena atau paling parahnya malah terpeleset dan meninggalkan lebam.

Sandwich yang Jungkook maksud tersisa tiga buah, Taehyung sengaja mengambil potongan berisi irisan daging dengan dua lapisan keju. Ia melahapnya dalam gigitan kecil-kecil, tahu terkadang tenggorokannya tidak bisa dipaksakan jika sekali huapan. Ketika Jungkook kembali sibuk dengan lumut dan bahu mereka saling bersentuhan, Taehyung memanfaatkan kesempatan itu untuk menyandarkan kepala di bahu Jungkook; masih seperti tiga puluh tahun yang lalu, hangat dan kokoh.

"Kita menua, ya.''

Jungkook terkekeh pelan. "Kau sedang banyak pikiran, ma cherie. Buat dirimu rileks.''

"Sedang aku coba,''

"Sepertinya kita perlu mencari pemandian air hangat,''

"Bicaramu seperti orang tua. Kolot.''

"Kita memang orang tua.''

Dua bola mata Taehyung terpejam ringan. "Anak-anak kita juga sudah besar.''

"Dua bulan lagi Yooji pulang.''

"Masih lama, Jungkook, masih lama.''

"Kalau kangen telepon saja.''

"Nanti aku mengganggu.''

"Omong kosong.''

Kemudian bayangan Hyoin dan Yooji hadir dalam benak Taehyung. Putri pertama mereka, Hyoin, sudah pindah ke California dua setengah tahun yang lalu  demi merintis karier (dan mencari pasangan hidup), biasanya suka berkunjung saat natal atau jika sengaja ambil cuti. Sedangkan Yooji mendaftar sekolah asrama di pusat kota London dan akan pulang enam bulan sekali. Rumah terkadang terasa sepi oleh dua penghuni. Kontras jika dibandingkan dengan seperempat abad silam, di mana mereka putuskan untuk melakukan adopsi dan membawa Hyoin juga Yoogi sebagai bagian keluarga.

"Kita bisa berkunjung,'' sahut Jungkook, memecah hening. "Di hari thanksgiving atau libur paskah.''

"Mengunjungi Yooji?''

"Hu-um,'' satu kecupan singkat mampir di pelipis kanan Taehyung. Jungkook sengaja mendiamkan bibirnya sejenak, lalu menarik senyum. "Hyoin juga, kalau mau. Aku bisa ambil cuti selama dua minggu.''

"Oh.'' Taehyung spontan mendongak, bola matanya melebar; terkejut. "Itu bukan bualan, kan?''

"Hei, hei, sudah tua tapi masih suka membual. Enak saja.''

"Kau yakin?''

"Apa wajahku keliahatan bohong?''

"Nah,'' balasan Taehyung berupa cium di pipi, lagi, lalu kekeh renyah mengudara. "Kalau begitu aku juga,''

"Apanya,''

"Ambil cuti.''

.

.

.

[Selesai]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 07, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

redamancy ☕ [kookv] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang