Terbangun dipagi hari karena suara ketidaksabaran orang-orang sungguh tidak pernah menyenangkan. Pengendara mobil tidak sabaran itu mahluk paling egois, semakin kencang suara klaksonnya, semakin jelas egoisnya.Hari ini adalah hari ulang tahunku, aku tak ingin bangun di waktu pagi seperti ini, aku ingin menghadiahkan diriku sendiri waktu tidur yang lebih panjang dari biasanya. Apa sebegitu sulitnya mendapatkan apa yang kita inginkan? Bahkan hanya untuk ingin terpejam lebih lama? Yang benar saja.
Tak ada jadwal pertemuan atau wawancara hari ini, dan karena sudah terlanjur bangun pagi, jadi aku memutuskan pergi ke cafe dekat apartemen untuk menulis.
Wangi cafe dengan interior minimalis ini selalu mengingatkan bagaimana lahirnya tulisan-tulisanku. Banyak cerpen yang lahir disini, bahkan beberapa novel pun aku selesaikan disini.
Sejak kali pertama aku berkunjung ke cafe ini, pesananku tak pernah berubah barang sekali saja. Latte ditemani roti isi coklat saja sudah cukup memuaskan hasrat lidahku. Sama halnya seperti Latte, kursi bulat berwarna coklat ini yang tepat menghadap ke arah jendela juga selalu menjadi spot favoritku. Selain menjadi spot favorit, kursi ini juga selalu mengingatkanku akan sosok Arka yang aku temui tepat hari ini, pada tujuh tahun yang lalu.
Arka adalah sosok yang cukup memiliki andil besar dalam mewujudkan kebahagian dalam hidupku- setidaknya hingga lima tahun yang lalu. Dia mungkin tak setampan Liam Hemsworth tetapi wajahnya cukup pantas jika kita melihat dari arti namanya yakni Yang selalu diterangi
."Mba ini Latte dan Rotinya, selamat menikmati." Pelayan meletakkan pesananku.
Sedatangannya pelayan baru yang tak ku kenal itu, kemudian aku menatap kembali layar laptop yang ternyata masih bersih tanpa tulisan barang satu katapun. Bahkan aku lupa apa yang akan aku tuliskan, dan kini yang tersisa dalam pikiranku hanyalah Arka.
Pertemuan yang tak pernah terencanakan persis di hari ulang tahunku tujuh tahun yang lalu di cafe ini menjadi awal kedekatan kami. Arka yang adalah seorang Travel Blogger, pada saat itu menghampiriku dan meminta untuk berbagi meja. Anehnya ketika kali pertama menatapnya, tak terbersit sedikitpun pemikiranku untuk menolak permintaannya. Karena pada kenyataannya aku sangat tertutup dan bukan orang yang mudah berbagi, walau hanya sekedar tempat duduk.
"Suka nulis juga?" tanya Arka.
"Kebetulan." Percakapan kami terhenti sampai disini.
Lima belas menit kemudian, aku mulai merasa risih, dan sulit berkonsentrasi menulis, padahal Arka tak menggangguku sama sekali. Lalu aku memutuskan untuk kembali ke apartemen.
Dua hari setelah itu. Pagi sekali aku mendapati ponselku berdering dari nomor yang tak aku kenal. Aku paling tidak antusias dengan panggilan tak dikenal, namun hal tersebut seperti tak berlaku di hari itu.
"Selamat pagi, benarkah ini dengan Aluna?"
"Maaf ini dengan siapa?"
"Saya Arka."
Aku yang belum mengenal Arka saat itu tak merespon apapun, sebaliknya aku malah terdiam mengingat namanya yang cukup asing. Pasalnya aku tak pernah medengar seseorang bernama Arka sebelumnya.
"Yang waktu lalu duduk satu meja di Cafe Mentari"
Sontak aku terkaget. Dari mana dia mendapatkan nomor telponku? Yang lebih penasaran lagi adalah, untuk apa dia menelpon?
"Buku catatanmu tempo hari tertinggal di cafe. Maaf sebelumnya, saya dapat kontak mu dari pemilik cafe yang rupanya mengenalimu." Ucapnya seperti menjawab rasa penasaranku.
Keesokan harinya, seperti yang sudah disepakati, kami bertemu di cafe Mentari. Arka datang dengan memakai kemeja kotak-kotak perpaduan warna dongker dan hitam. Semilir aroma sari kayu dari parfumnya ketika ia hendak duduk, cukup memuaskan penciumanku.
"Terimakasih." Ucapku.
Arka tak menjawab apapun secara verbal, ia hanya tersenyum manis dilanjut dengan menyeruput Americano panas kesukaannya.
"Kalau begitu aku pergi duluan."
"Tunggu." Suaranya seketika menghentikan langkahku.
"Bisakah temani saya hingga kopi di cangkir putih ini habis?"
Dan tepat setelah kopi di cangkir putihnya habis, sejak itulah semua cerita kami dimulai.
******
Next to --->>
YOU ARE READING
Tak Ada Kembali
RomanceDihari ulang tahunnya ini Aluna teringat seseorang yang sebenarnya sudah lama pergi. Namun lama bukan menjadi jaminan bagi Aluna untuk bisa melupakan Arka. Hari ulang tahun bukan menjadi sebuah perayaan, tapi bagi Aluna menjadi sebuah mesin penginga...