halaman dua

21 1 0
                                        

| sejumput rindu yang akan datang

kicauan burung kenari di luar sana tidak membuatku merasa jauh lebih baik. apalagi dengan perut kosong dan sensasi sengatan elektrik yang sesekali mencuat di dalam kepala, rasanya aku ingin ditarik kembali ke alam mimpi saja.

sekarang pukul dua siang dan aku hanya berdiam diri di sini, di balkon kamarku memandangi pohon jambu tak berbuah, juga langit yang lambat laun meredup kelabu. anehnya, kali ini pikiranku sedang berhenti di satu tempat, dan sekiranya sudah satu pekan belakangan tak berpindah-pindah.

ini soal kepergian (lagi).

tsk, kepergian, ya?

aku selalu benci dengan yang satu ini. eksistensinya di mataku tak lebih dari sekadar pemisah hadir, penghenti jumpa, dan pematah harap. ya, itu benar.

sejauh aku mengingat, tak satupun kepergian yang berlalu di hidupku tak kuiringi dengan kesedihan. well, siapa sih yang mau berkawan dengan kepergian?

kupikir, tak hanya kejadiannya saja yang jahat dan tak kenal tega. subjek-subjek yang terlibat di sana atau bahkan yang membuat rasa perih itu terasa begitu nyata juga tak kalah arogan. well, sebagian kepergian memang tak didasari oleh intensi yang mendalam. karena sejatinya, banyak hal di dunia ini yang rasanya terlalu jauh untuk digapai. bahkan dengan beribu ilmu yang kita miliki, semua akan sia-sia sebab kita bukan siapa-siapa selain yang hanya menumpang di alam semesta. tapi untuk sebagian lainnya yang sekiranya masih punya pilihan untuk tetap tinggal dan menetap, kurasa merekalah pemeran antagonis utama dalam jalan cerita hidup.

"kesempatan tidak datang dua kali," katanya.

oh, andai semesta tahu, aku sangat benci kalimat itu. terdengar angkuh, arogan, dan semena-mena.

rasanya di detik itu juga, aku ingin menghilang saja dari bumi. aku tahu itu hak siapa saja untuk bisa bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya. tapi kurasa, mereka yang memutuskan untuk tetap pergi itu tidak tahu betapa inginnya aku untuk tetap berada di sekitar mereka.

"jangan sedih, nanti kita berjumpa lagi."

kalau boleh aku berkata yang sejujurnya, elemen semesta yang paling kutakutkan adalah waktu.

waktu memang mempertemukan, tapi bisa juga memisahkan. waktu juga bisa mengubah dan tidak mengembalikan.

kau tahu, semua bisa berubah. baik aku maupun kau, kita semua tidak ada yang tahu. bisa saja dalam lini masa di mana kita tidak dapat berjumpa sebagaimana hari-hari lalu, aku terjatuh dan kepalaku tak sengaja membentur batu kerikil di tepi jalan. lalu karenanya, aku jadi bertanya, "aku di mana?" sesaat aku membuka mata lagi. aku takut. aku takut semua akan berubah jika aku tak sengaja menutup mata.

i enjoy being alone, but i hate being lonely.

aku tidak suka perubahan, sekecil apapun itu kecuali untuk hal-hal yang memang diperlukan. sehancur-hancurnya figura kecil di sudut meja, jika hadirnya sudah sangat berharga, takkan rela kubuang atau kutinggalkan.

aku tidak suka perubahan. aku tidak suka hal di sekitarku bertambah, apalagi berkurang. sebagus-bagusnya figura baru datang untuk menggantikan, apabila presensi yang lain sudah cukup, takkan kutempatkan ia di tempat yang sama.

jadi, untuk segala kepergian yang menuntun sebuah perpisahan, kutitipkan sejumput rindu yang mungkin akan datang di senja esok, atau ketika rintik hujan menyambangi jendelaku, atau ketika semua kembali seperti semula. aku benci ditinggal, tapi jika itu yang terbaik, maka pergilah. aku akan baik di sini. doakan saja.

selamat beranjak tanpaku.

180809 | 14:00

coret-coret.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang