Waktu menunjukan pukul 10 p.m dinda berjalan dengan sedikit was - was menaiki anak tangga yang tidak terhitung jumlahnya, apa yang ia lakukan tadi di JPO hingga melupakan waktu, hanya untuk meluapkan keluh kesah dengan melihat rembulan yang indah.
Tepat di lanjai ke tujuh di rumah susun yang kumuh, membuat hati dinda semamin was - was. mungkin ibunya akan memukuli, memarahi atau mengancamnya jika pulang tanpa membawa uang sepeserpun , hadiah yang belum di lihat yang di berikan harun ia titipkn kepada teman kepercayaannya. tak rela jika hadiah itu di jual oleh ibunya demi kebutuhannya sendiri.
pintu pun terbuka, gelap, lampu tidak di nyalakan, dinda berjalan perlahan menuju saklar listrik.
"mana uangnya ? " suara dari tirai kamar membuat dinda terkejut,.
"heii. dengar tidak mana uangnya ?, kau tidak lihat, pulsa listrik habis aku tak bisa tidur tanpa kipas angin"
"tak ada bu, aku tak dapat uang seperpun"
"dasar anak tidak berguna kau, kau tidak boleh kembali sebelum membawa uang yang sudah aku targetkan, sana pergi, kau pikir tidurmu geratis" bentak ibunya hingga membuat anak bayi tetangga sebelah menangis akibat terikannya.
tak ingin ada keributan dinda menyerah pasrah. berniat menuruni anak tangga. memilih untuk tidur di asrama panti asuhan, ya rumah keduanya, panti asuhan yang cukup besar, dimana antara asrama putri dan putra di pisah. harun yang membawanya kesini 10 tahun yang lalu.
******
" heii. kau pengamen baru ya disini ?" tanya seorang anak lelaki berumur 12 tahun, memakai jaket kulit dengan setelan celana jeans yang ketat, sambil membawa sebuah ukulele.
gadis kecil itu menggangguk pelan, yang sedang duduk di bawah pohon mahoni.
"kau tak bisa mengamen hanya mengandalkan tepukan tanganmu yang kasar di tambah suaramu yang rusak, sini aku ajarkan bagaiman mengamen dengan handal"
gadis itu menggaguk tandanya ia setuju.
"namaku harun hartya, pengamen cilik berkelas , kau bisa panggil aku abang harun jika kau mau, namamu siapa ?" tanya harun, dan duduk di samping gadis itu.
"adinda andracholas" jawabnya polos.
"nama yang indah, aku panggil kau dinda saja ya ?"
gadis itu mengangguk lagi.
"baiklah, aku akan mengajarkanmu bermain ukulele, mari kita mulai, pertama kamu harus belajar memahami kuncinya terlebih dahulu"
gadis itu memperhatikannya dengan serius apa yang di ajarkan harun. tak disangka baru pertama belajar ternyata dinda mempunyai bakat dalam bermain alat musik ini. ia mampu menghasilkan suara yang indah dari alat musik kecil itu dengan jarinya yang lentik.
tanpa aba - abu hujan turun dengan deras di sambut suara petir yang menggelegar membuat 2 anak itu berlari mencari tempat teduhan. hujan tak mau berhenti selama 1 jam, membuat jalanan ibu kota tergenang setinggi pinggang gadis kecil itu.
mereka berjalan seperti sedang menyebrangi sungai, harun terus memegang erat tangan gadis kecil itu, mereka terlihat seperti adik kakak yang serasi.
"khya" teriak dinda. membuat harun sedikit terkejut hingga tidak sengaja pegangan tangannya terlepas.
dinda dengan tidak sengaja menginjak salah satu lubang jalanan yang sedang di buat oleh para pekerja, air yang tinggi membuatnya seolah tidak terlihat, papan pemberi namapun tidak di tuliskan di sekitar galian itu.
"abang, tolong aku" teriak dinda meronta, badanya yang kecil hampir masuk ke galian itu, hanya terlihat tangan kecilnya.
harun dengan siap menarik tangan dinda, dibantu dengan para warga yang melihat kejadian itu, dinda selamat, tubunya mengigil, bibirnya pucat, rambutnya kotor. tak tega melihatnya, harun memberikan jaket kulit itu kepadanya.
"jika sudah tidak mengigil kembalikan lagi jaketnya padaku"
"terimma kasihh" ucap dinda mengigil
"hmm. tentu"
"haruunnnn" pagilan seseorang membuat mereka berdua menoleh. wanita tinggi mamakai jilbab putih tersenyum padanya, dan mendekat.
"aku mencarimu harun"
"maafkan aku kak dela" ucap harun bersalah.
"tidak apa, ayo kita pulang" ajaknya.
"boleh aku bawa dia?" tanya harun sedikit ragu.
"tentu, aku akan mendandanimu dengan cantik, dan setelah itu kau boleh pulang, pasti ibumu mencarimu" ucap ka dela meyakinkan.
mereka bertiga berjalan beriringan, melawan genangan air yang kotor, bercerita tentang harun yang nakal dan menangis pada saat di suntik, semua tertawa tak peduli dengan kelakson yang berbunyi karena harun berjalan di tengah jalan, menghalagi para pengendara lainnya hingga berbuah kemacetan.
awan berubah menjadi cerah kembali, senja indah membuat suasana panti ceria. gadis kecil yang jatuh di galian kini berubah menjadi gadis cantik, rambut pirang yang terurai, mata biru yang indah, pipi bakpao yang merah, gaun pink yang terpakai rapih dengan di padu bando helo kitty membuatnya makin terlihat cantik.
KAMU SEDANG MEMBACA
SURGA YANG HILANG
Teen FictionJika cinta membuatmu bahagia, tidak dengan diriku. membuat seorang tertawa itu lebih dari cukup. Ketika saat hatimu terluka, perjanjian yang selama ini ditunggunya hanya berbuah nihil. mencintai tanpa cinta membuatnya semakin terluka. wanita remaja...