deni yang polos

33 5 0
                                    

Malam dingin menusuk tak terkalahkan, hujan 1 jam yang lalu membuat kipas angin di matikannya, jaket tebal pemberian donatur tidak cukup untuk menghangatkan tubuh anak berumur 10 tahun itu. ia masih saja bergelut manja di balik selimut coklatnya.

Wajahnya berubah seketika, lelaki itu seperti kesetanan, mencari keberadaan pengamen berkelas itu,  kesana kemari, ke lantai dasar hingga lantai 1 sudah dicarinya, tetap saja tidak menemukannya.

"fhuhh, kemana ia?" tanya  batinnya.

"sudah malam tidurlah" suara berat lelaki mengagetkannya.

"ia bang" ucap deni melangkahkan kakinya ke anak tangga

Bang faruk penjaga panti di malam hari, umurnya sudah berkepala 4, bujang tua itu tak menikah menikah, mungkin karena tampangnya  yang seram, tato yang memenuhi tubuhnya yang tinggi dengan bekas tindik di telinga membuat terlihat menakutkan.

Anak itu kelelahan mencari keberadaan harun, tidak ada di mana pun, tidak mungkin jika ia berkeliaran ke luar di malam hari, jika sampai terjadi bang faruk lah yang akan ia hadapi.

Kakinya terhenti setelah memasuki kamar yang berisi 6 orang. mereka semua sudah tertidur pulas di tikar yang tipis.

" jendela tidak di tutup, apa mereka tidak kedinginan" deni berjalan perlahan berniat untuk menutup jendel.

"bang harun" teriaknya.

Harun tengah terduduk di atas genting teras. menyendiri.
deni berusaha menaiki jendela
tetapi tidak bisa. melihatnya menyedihkan sekali, harunlah yang mengalah menghampiri.

"ada apa ?" sambil menutup jendela.

"tolonglah saudaramu ini"

"kenapa memang ?, masalah PR sekolah ?, jangan tanyakaan aku tidak bisa kau mau nilaimu 0 lagi"

"tidak, bukan itu, ajarkan aku menjadi pengamen berkelas sepeti abang, ayolah" rujuknya.

"maksudmu?"

"abang tak lihat tadi ka della mengagumi abang bernyanyi, aku ingin seperti abang"

"tidak, tidak, kamu tak berbakat dalam musik, ingat tidak senarku pun nyaris rusak karenamu" tolak harun.

Meningat kejadian beberapa bulan yang lalu dimana deni meminjam teman hidup harun untuk belajar memainkannya di setiap malam, entah karena terlalu bersemangat atau memang tangannya yang kasar membuat senarnya nyaris terputus. rusak dan kusut.

"ayolah bang, tololong aku, setidaknya aku ingin menunjukan bakatku bang" rengeknya manja, sabil menggoyangkan kedua bahu harun.

"kau tak padai bermain musik, kamu pikir ka della bakal menyukiamu?"

"tidak ada yang tidak mungikin bang. kami juga hanya berselisih 17 tahun"

"kau bilang hanya, terserahlah" harun bergi dari hadapannya menuju kasur tikarnya di pojokan.

deni tidak menyerah. ia bersikeras memaksa haru.

"tidurlah, sudah malam, kaukan besok sekolah" perintah harun sambil melipat bajunya dan ditaruh dilemari.

"abang. tega sekali, tidak tahukah bahwa aku sedang jatuh cinta" duduk di saping harun.

"kau kan pandai berpuisi, kenapa tidak"

Seketika terlintas dalam benak harun beberapa hari yang lalu deni pandai sekali mengungkapkan perasaannya lewat puisi indah.

"kau benar, ide yang bagus. terima kasih abangku" ia pergi meninggalkan harun menuju meja belajar yang berada di pojok pintu.

******

hijab merah

senyumu membuatku melayang,
wajamu yang teduh, lesung pipi yang indah dengan di balut hijab merah membuat kau tampak seperti mawar yang mekar.

kata katamu yang bijaksana seolah jalan tujuan hidupku, terang benderang bagaikan bumi di sinari mentari.

kau tak sebatas wanita hebat, kau lebih dari itu, mengorbankan seluruh waktumu hanya untuk mengurusi kami, anak terlantar.

tepuk tangan bergema, anak itu tersenyum bangga. di hadapan anak anak lainnya, tepuk tangan bang farukpun terdengar lebih kencang, della tersenyum pada deni.

"puisi yang indah deni" ucapnya sambil tersenyum.

"aku ingin terbang ya rabb" batinya melayang.

"i love you ka della" ucap deni gagah.



SURGA YANG HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang