Pagi ini, aku berangkat ke sekolah bareng ayah. Jarang banget ayah bisa nganterin aku ke sekolah. Biasanya, aku naik bis dari halte yang ada di samping gerbang komplek rumahku, lalu turun di halte depan gang SMA-ku, lalu ku lanjutkan berjalan kaki sekitar 1 kilometer menuju sekolah.
Agak jauh sih memang. Tapi kalau pulang sekolah enak, rame, banyak teman-temanku yang naik bis soalnya. Kalo beruntung, kita juga bisa ditebengin cogan, hehehe..
Aku turun tepat di depan gerbang sekolahku, SMA Cendekia. Para murid yang memakai seragam atasan putih dan bawahan merah marun yang merupakan warna kebesaran SMA Cendekia, berbondong-bondong masuk ke dalam bangunan bercat biru itu. Aku melangkahkan kakiku untuk masuk ke dalamnya. Aku menyempatkan untuk menyapa satpam favoritku, Pak Tomik.
"Assalamu'alaikum," ucapku mencium tangan Pak Tomik.
"Wa'alaikumsalam, pagi neng Dinda." Sapa Pak Tomik memperlihatkan barisan giginya.
"Pagi pak, Dinda masuk dulu, ya pak."
"Iya neng, yang rajin lho belajarnya."
Aku tersenyum dan melanjutkan perjalananku menuju kelas XII IPA 1. Saat aku akan menaiki tangga, aku merasa tasku ditarik dari belakang. Aku menoleh untuk melihat siapa orang yang menarikku. Airlangga menyeringai, sambil tangan kanannya memegang tasku.
"Angga, lepasin!"
Dia menggeleng. "Nggak mau."
Nih anak maunya apa, sih?
Aku berusaha berjalan dengan kondisi tas-ku yang ditarik Airlangga. Tapi, ia tetap menarik tas-ku.
"Ngga, masih pagi, jangan usil, dong!"
"Loh, malah kalau pagi itu perilaku usil menyehatkan bagi pelaku dan korbannya."
Menyehatkan? Bikin darah tinggi yang ada!
"Udah deh, serah, ambil aja tas gue. Gue nggak peduli!" Aku melepaskan tasku dan naik menuju lantai atas.
Terserah Airlangga, dia nggak punya duit buat beli tas kali, makanya ambil punyaku.
"Jangan ngambek dong Din, nih, tas lo gue balikin,"
Bodo amat! Makan tuh, tas warna pink!
"Tau ah, ambil aja!" Kudengar suara tawa Airlangga dari bawah.
"Yakin, nih? Tas nya buat gue?"
Eh, tapi sayang sih kalau tas merah muda ku diambil Airlangga. Akhirnya aku turun lagi untuk mengambil tas-ku. Kutarik kasar sampai terlepas dari genggaman Airlangga.
"Diambil juga kan akhirnya," Ucapnya sebelum aku menaiki tangga lagi. Duh, kalau naik turun tangga terus, bisa-bisa aku jadi kurus, terus Airlangga jadi suka deh!
Ngarep!
Eh, kok aku jadi mikir yang aneh-aneh sih, aku menggelengkan kepalaku, berusaha menyingkirkan imajinasi laknat itu. Tanpa kusadari siswa-siswi yang lewat menatapku aneh.
Gara-gara Airlangga sih.
Mending aku langsung lari ke kelas ajalah, daripada lama-lama disini. Sampai di kelas, aku langsung duduk di bangkuku. Bangku ku ada di nomer dua dari belakang, yang deket jendela. Di sekolahku, masing-masing murid duduk sendiri. Jadi, pakai bangku yang gabung sama mejanya itu loh, yang kayak di kuliahan, tau kan?
Oke, sekarang, ku kenalkan teman sekitar bangku-ku.
Kenapa cuma sekitar bangku aja? Sekalian satu kelas dong.
Oke-oke, kuberi tau dulu. Aku termasuk anak yang pendiem sih di kelas.
Jadi, ya gitu.
Tapi, itu bukan berarti aku nggak kenal atau nggak hafal temen-temen satu kelas. Tetep kenal sama hafal satu-satu kok, kelakuannya pun aku hafal, cuma nggak akrab aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bit Part
RomanceUpdate SETIAP HARI "Ketika luka memberiku seribu alasan untuk menangis, kamu memberiku sejuta alasan untuk tersenyum." 🍱 Awalnya aku bisa menerima hidupku yang selalu diatur oleh kakekku. Tapi perlahan-lahan semuanya menjadi sulit untukku. Aku juga...