Tipe Cewek Airlangga

20 0 0
                                    

Seperti biasa, hari ini aku berangkat sekolah naik bus lalu turun di halte depan gang sekolah. Aku berjalan santai menuju sekolah yang masih 958 meter lagi. Semangatt..

Aku menghirup udara segar pagi ini, meski ada sedikit aroma asap kendaraan, tapi nggak papa lah.

Saat aku sedang jalan sambil melihat tanaman di sekitarku, aku merasakan ada yang menarik rambutku dari belakang. Saat aku menoleh, kulihat Dewa yang menarik rambutku sambil tersenyum. Ia maju menyamai langkahku.

"Hai," sapanya.

"Hai," balasku.

"Nggak dianterin?"

"Nggak, naik bis tadi."

"Sama dong,"

"Kamu naik bis juga?"

"Iya, enak naik bis sih, mengurangi polusi udara."

Aku tersenyum menanggapinya. Dewa memasukkan tangannya dalam saku jaketnya. Dia masih pakai jaket, kayaknya badge sekolahnya belum lengkap.

"Hari ini ada pr nggak?"

"Ada, Biologi."

Dewa berdecak, "Gawat, aku nggak tau pr-nya yang mana lagi."

"Kamu nggak tau ya? Tapi nggak papa sih, kamu kan murid baru."

"Em.. bolehkan kalo aku chat kamu, buat tanya-tanya kalo ada pr yang aku nggak tau, nggak papa kan?"

Tanya-tanya tentang aku juga boleh.

"Boleh, lah. Siapa juga yang ngelarang?"

"Ya.. pacar kamu mungkin?"

Aku tertawa. Pacar? Pacarnya siapa?

"Aku single, kali." Jawabku. Dewa mengulum bibirnya lalu tersenyum tipis.

"Oh, sama dong," ucapnya, "Kamu ikut eskul apa?"

"Musik."

"Wah, jago main alat musik dong."

Aku tersenyum masam. Aku tidak bisa memainkan alat musik satu pun. Meskipun sudah diajari Airlangga setiap hari tetep nggak bisa.

"Nggak kok. Nggak ada satupun alat musik yang bisa kumainin."

"Oh, pasti suara kamu yang bagus."

Masih bagusan suara piring pecah dibandingin suaraku.

"Serius, suaraku nggak ada bagus-bagusnya sama sekali."

Dewa terlihat menggaruk kepalanya yang kuyakini tidak gatal sama sekali. "Terus kamu ngapain di eskul musik? Jadi managernya kali?"

"Jujur ya, dulu tuh aku nggak tau mau ikut eskul apa. Aku nggak punya keahlian apa-apa dan nggak minat ikut eskul." Dewa tampak serius memperhatikanku. Aku jadi agak salah tingkah, kuselipkan rambutku ke belakang telinga.

"Akhirnya aku ikut Angga ke eskul musik." Ucapku jujur.

Aku ingat dulu Airlangga yang sangat semangat menawariku berbagai ekstrakulikuler dan mencari tahu bakatku. Tapi aku sama sekali nggak ada bakat dan nggak punya semangat ikut eskul, kata Airlangga dulu sih gitu.

Berhubung ekstrakulikuler itu wajib, akhirnya Airlangga mengajakku ikut di eskul musik seperti dirinya. Kalau kata Airlangga dulu sih gini, "Gue nggak tega kalo harus ninggalin lo yang tanpa bakat sendirian di eskul nanti. Apalagi ngeliat lo bakal diejek, dihina, direndahin, karena lo nggak punya keahlian apa-apa. Fix, gue nggak tega."

Ngeselin sih. Rasanya pengen nampol mukanya aja pas Airlangga bilang gitu.

Terlalu jujur dia nya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 10, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bit PartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang