Sambil bersandar di-lift, aku memejamkan mataku menunggu lift tiba dilantai 20. Jujur saja, aku masih sangat mengantuk dan sekujur tubuhku pegal.Bagaimana tidak, aku harus begadang semalaman menyusun persiapan meeting dan persiapan keberangkatan Presdir. Sungguh melelahkan.
Ting….
Lift berbunyi dan berhenti. Tanda ada orang lain yang masuk. Kubuka mataku, dan saat dapat melihat siapa orang yang masuk tersebut, kusungginkan senyumku padanya.
"Pagi, Ley. Kok lemas? Capek ya?" Orang tersebut menyapaku dengan kecemasannya.
"Pagi, Andra, iya lemas karena masih capek dan ngantuk. Cuman tidur dua jam semalam," jawabku pada orang yang kupanggil Andra tersebut.
Andra ini adalah salah satu rekan kerjaku yang berada dilantai 20. Dia ini orangnya sangat baik, perhatian dan tampan. Tapi, dibanding Presdir, dia masih kalah jauh.
Sudah tiga bulan lebih aku bekerja diperusahaan ini, dan aku sudah cukup mengenal para staf ditiap lantai. Kuakui, rata-rata para lelaki diperusahaan ini tampan-rupawan. Apalagi yang punya jabatan tinggi. Tapi, ketampanan mereka kalah jauh dari atasanku si Presdir itu. Tapi, dia ... ah, sudahlah!!
Mengingat dia, kepalaku pening. Sayangnya sebentar lagi juga aku akan bertemu dengannya.
"Kasihan ya, kamu pasti capek. Presdir itu memang gak kira-kira kalau ngasih pekerjaan. Udah gitu sikapnya sangat nggak etis lagi buat Asistennya. Gak heran aku, semua Asistennya kabur," Andra mengatakannya sambil mengeleng-geleng.
"Ya, mau bagaimana lagi. Demi hidup dan demi gaji. Harus tetap berusaha. Beliau sebenarnya baik kok. Hanya saja, kalau sudah capek tanduknya keluar. Orang disampingnya yang bakal jadi sasaran. Dan sialnya, itu adalah Asistennya," jawabku mencoba membela Presdir diktator itu.
Andra tersenyum jail padaku kini dan matanya memicing curiga, "kelihatannya, kamu tahu banget ya sama beliau."
Kuputar bola mataku menangapinya, "ya tau lah, Ndra. Tiga bulan lebih, bahkan hampir empat bulan ini aku selalu ngekorin beliau. Mana mungkin gak tau."
Dan itu benar. Selama hampir empat bulan ini bahkan selama aku bekerja di sini, rasanya orientasiku hanya bersama si Presdir itu. Meeting dikantor, diluar kantor sampai luar kota selalu bersama dia.
Memang baru tiga bulan lebih, tapi aku sudah sempat pergi ke beberapa kota bersama Presdir. Bukan untuk jalan-jalan, tapi bekerja dan bekerja. Bahkan aku tak dikasih waktu hanya untuk jalan-jalan selama itu. Kesal sekali.
Setelah sebulan kerja, aku baru tahu kalau Presdir itu sering gonta-ganti Asisten. Tak ada Asistennya yang betah kerja dengannya lebih dari satu bulan. Itu terjadi selama dia resmi diangkat jadi Presdir, dan sudah berlangsung selama setahun lebih ini. Dan abrakadabra ... Aku pemecah rekor yang bisa bertahan hampir empat bulan ini.
Bagaimana tidak? Bekerja sama dia kayak lagi bekerja rodi dijaman penjajahan. Galaknya minta ampun! Salah sedikit, nge-bentak. Kalau ada yang dia tak suka, dia marah-marah dan berteriak hingga satu lantai 20 itu bisa mendengarnya.
Apalagi kalau sudah agak sore-an, dan dia sudah capek? Jika aku salah sedikit saja, aku akan dilempari kertas dan map-map yang berisi kertas, hingga aku bermandikan kertas tersebut.
Tapi setelah pulang, dia biasanya selalu minta maaf kalau dia sudah marah-marah. Dan dia juga tidak pelit. Bonusku tiap bulan selalu hampir mendekati 10 juta. Sampai aku sudah bisa beli motor kekantor. Dia juga suka traktir makan siang dan makan malam kalau kami selesai meeting diluar kantor.
Dari situlah, aku berasumsi kalau dia sebenarnya baik. Hanya saja, dia memang tipe tempramental yang meledak-ledak.
Padahal umurnya baru 27 tahun. Tapi, dia sudah kayak Bapak-Bapak tua yang selalu marah-marah. Dan anehnya, dia tetap saja ganteng. Bagaimana pun ekspresinya. Mungkin, sedang buang air pun dia ganteng.

KAMU SEDANG MEMBACA
Live in Your Life
RomanceCytheria Astley Ghazali alias Ley adalah seorang wanita yang sedang berjuang hidup sebatang kara dikota besar dan keras, akhirnya berhasil mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan besar sesuai impiannya. Tapi, suatu ketika, dia harus ditawarkan un...