• dua •

889 125 117
                                    


Happy Reading

.

.


- 2 -

"Udah sih, Ten lupain aja si Johnny. Dari awal juga lu tau 'kan latar belakang keluarganya dia kayak gimana? Dan kayak apa mereka nanggepin hubungan lu sama dia." Lisa menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu berniat menenangkannya.

"Tapi gue penasaran deh seriusan. Jangan-jangan alasan Johnny mutusin Ten kemarin itu karena dia ternyata emang udah tunangan sama orang lain," timpal Rose dari sebelah Lisa. Kuku jarinya yang dihiasi nail art mengetuk-ngetuk meja bar dengan tidak sabaran.

"Belum tentu juga," kalimat kontra dari suara cowo itu membuat Lisa, Ten dan Rose menoleh ke arah Bambam dengan sengit.

"Lu mihak siapa sih, bencong!? Temen sendiri nggak didukung," amuk Lisa.

"Bukannya nggak dukung, Susantiii! Gue 'kan cuma mengeluarkan pendapat gue. Dan gue nggak yakin alasan Johnny mutusin Ten tuh gara-gara dia udah tunangan," jelas Bambam.

"Bisa aja 'kan Johnny dijodohin? Secara bapaknya orang terpandang. Pasti milih besan juga dari keluarga yang bener," lanjutnya.

"Emang beneran bapaknya si Jaehyun ini Direktur RSPJ?? Rumah Sakit Premier Jatinegara yang biaya berobatnya naudzubillah itu?" tanya Rose penasaran.

"Denger-denger sih gitu," jawab Lisa.

"Woah, kalau kayak gitu mah Bapak lu yang juragan minyak juga nggak ada apa-apanya, Ten! Ini tuh soal reputasi. Re-pu-ta-si! Nggak cuma soal siapa yang lebih kaya." Mendengar ucapan Rose tersebut, Ten pun geram.

"Gue suka Johnny bukan karena statusnya. Dia juga suka gue bukan karena kekayaan bokap gue. Omongan kalian semua pada nggak masuk akal."

"Johnny-nya sih emang enggak... Tapi bokap nyokapnya?" Kalimat singkat Bambam itu berhasil membuat darah Ten mendidih.

Ia merasa marah sekali jika sudah ada yang menyinggung masalah ini. Berada dalam keluarga yang tidak harmonis, memangnya siapa yang sudi? Kalau Ten bisa memilih juga ia tidak ingin terlahir di keluarga hancur seperti keluarganya ini.

Lisa dan Rose terdiam seketika. Tahu kalau topik ini sudah hampir melewati batas.

Mulut Bambam memang sampah, rutuk Rose dan Lisa kompakan dalam hati.

Keheningan yang mencekam di antara empat orang itu terpecahkan dengan kehadiran sesosok pemuda tinggi luar biasa yang sedang menyunggingkan senyum lebar mengerikan.

"Yo wassup, girls!" serunya sambil menepuk pundak Ten dan Bambam keras.

"Mati aja sono, lu!" Bambam menyentakkan tangan pemuda itu kasar.

"Hahaha," balas sosok itu dengan tawa keras.

"Mau ngapain, Cas kemari?" tanya Rose kepo.

"Ah, gue nyari Jenny. Ada nggak di dalem? Mau ambil pesenan." Pemuda bernama Lucas itu menjawab sambil celingukan mencari sosok bernama Jenny itu.

"Bir?" Lisa memastikan.

"Yo'i," jawab Lucas.

"Mau ada balapan liar lagi?" Kali ini Ten yang bertanya.

"Iya. Biasa, senior-senior yang stres mikir skripsi pada ngajakin balap liar buat refreshing otak katanya. Mau ikut?" tawar Lucas.

Si Lucas ini memang masih junior. Kuliah saja masih semester satu, tapi tidak ada senior di kampus yang tidak mengenalnya. Terutama para senior yang mempunyai kehidupan malam yang liar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 12, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

We Are...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang