-Hujan tak pernah datang dengan maksud jahat, dan aku..mempercayainya.- Hening Biru Langit
---
Pada sebuah hal yang membuatmu terpuruk tak tertahan. Apa yang bisa dilakukan selain menyerah dalam bentuk kepasrahan? Bukankah memberontak tak akan merubah segala hal? Menolak takdir pun tak akan mengubah keputusan Tuhan. Hening Biru Langit, baginya, hidup hanya mampu menyanyikan satu macam lagu, elegi. Seperti Tuhan tidak ingin mentakdirkannya bahagia dengan cara yang mudah. Setiap langkahnya selalu diiringi luka, dengan air mata bercucuran dimana-mana. Hatinya adalah keping-keping yang disambungkan dengan susah payah. Tangisnya adalah bentuk senyum yang tertunda. Punggung kecilnya adalah kanvas serpihan luka, penuh darah dimana-mana. Seulas senyum adalah bentuk penerimaan tak terkira darinya. Langit yang selalu menertawakan tak pernah membuatnya marah. Takdir yang menyakitkan tak pernah membuatnya menyerah. Seseorang ini sangat percaya bahwa sebanyak apapun Tuhan memberimu hal menyedihkan, Dia juga akan memberi sedikit ruang untuk kebahagiaan. Lalu apa yang harus dilakukan? Menunggu "jatah" bahagia itu dengan "berpura-pura"bahagia terlebih dulu. Ya, dia memang sekuat itu, memutuskan tetap tegar, berdiri tegak untuk melawan angin, juga siap menunduk untuk mengulurkan tangan, laksana matahari yang setia terbit di kala pagi, juga tak sungkan tenggelam dikala petang, untuk memastikan Bulan tetap bersinar terang.
YOU ARE READING
Elegi Langit
Teen Fiction"Sayangnya hati adalah benda sialan yang tak mampu diatur, semakin ditekan malah semakin menyakitkan."