Part 4 : Setoples Nasi Kuning

3 1 0
                                    

Angin sepoi-sepoi membelai rambut gue yang sengaja nggak gue kucir. Lagi basah, abis keramas #iklanShampoo.

Kenapa? Please, jangan nanyain cecunguk itu. Vrian hari ini kuliah dan gue males pergi ke sekolah. Nggak, bukan itu maksud gue. Hari ini, di sekolah ada rapat jadi pulangnya agak pagian. Rapat apa, gue nggak tahu karena bukan urusan gue.

Hari ini, gue bisa ngajak Mama jalan-jalan ke rumah Opa dan Oma. Ayah dan Mama sempat minta mereka tinggal di rumah, tapi Opa dan Oma menolak karena pengen hidup berdua di hari tua. Rasanya gue udah lama banget nggak kesana. Kira-kira Opa sama Oma inget sama gue nggak ya? Semoga aja masih.

Kekhawatiran tentang mereka yang tiba-tiba kena penyakit pi to the kun alias pikun sedikit mengganggu kesenangan gue. Maklum, usia mereka nggak bisa dibilang ABG. Kira-kira 20an… 20annya +++ jadi hitung aja sendiri.

“Ma, yuk berangkat!” kata gue sambil panasin mobil.

“Iya, Mama kunci rumah dulu.”

Setelah semuanya beres, kita go to my grandma and grandpa’s home.
Rumah Opa dan Oma cukup dekat sama kita hanya beda kompleks aja.

“Ma, emangnya Opa ada di rumah?” Tanya gue mencairkan suasana.

“Ada. Tadi Mama udah telepon Opa kalau  kamu pengen main. Jadi, Opa sama Oma nggak akan bepergian hari ini.” Kata Mama.

“Aku kangen aja sama Opa dan Oma. Lagipula, udah lama nggak jenguk mereka. Mama kangen juga kan?” timbal ku.

“Iya, sayang…” Mama itu orang yang paling sabar dan penyayang bak Dewi #eaa.

Mama nggak pernah marah-marah kayak Mamanya temen-temen #happy. Mama cuma menasehati kalau kita nilainya turun, kita nakal, kita ngambek dan sebagainya. Mama adalah motivator terhebat milikku dan Vrian. That’s why, gue sayang banget sama Mama. Meskipun kadang-kadang, gue ngerasa Mama lebih peduli sama Vrian daripada gue.

“Kanay…” seru Oma dari depan rumahnya.

Mereka menyambut Mama dan gue dengan pelukan hangat. Yaa… selama ini, gue akui, gue cuek banget sama Opa dan Oma. Nggak ada sayang-sayangnya. Tapi sekarang, gue sadar. Usia mereka semakin dekat menghadap Tuhan. Jadi, gue nggak akan sia-siain waktu yang Tuhan kasih bersama mereka. Gue mau mereka tahu kalau gue juga perhatian sama mereka.

“Mama apa kabar?” Tanya Mama pada Oma.

“Sehat Kandi. Kanay semakin cantik sekarang, Mama udah lama nggak lihat dia. Ternyata dia jadi gadis yang cantik sekali.” Ujarnya tersenyum.

“Opa, kita main catur yuk! Opa bisa main catur?” Setidaknya gue udah nyoba dekat sama mereka.

“Jangan ngeraguin kemampuan Opa. Opa jagonya main catur. Siap-siap kalah ya!” Seru Opa semangat.

Aku sibuk bermain catur sama Opa. Mama dan Oma sibuk berbincang-bincang sambil mengawasi kami layaknya pengawas UN.

Opa ternyata bukan lawan yang mudah kayak Ayah. Opa tua-tua gini pinter juga main caturnya! Gue salut!

“Tuh lihat, Kanay ekspresinya lucu sekali. Hahaha, dia sepertinya sulit mengalahkan Papa, Ndi.” Gue bisa denger, Oma lagi ngomongin gue.

Setelah gue kalah main catur lawan Opa yang merupakan kekalahan pertama sepanjang sejarah percaturan gue. Opa!! Kenapa Opa nggak ngalah aja sih?.

“Opa, oke.. Kanay kalah. Kanay nyerah Opa!” kata gue angkat tangan.

“Apa Opa bilang, Opa jagonya main catur. Kamu lapar ya? Ayo kita makan siang sama-sama!” Ajak Opa. Wah kebetulan banget kan, perut gue udah nyanyi keroncong nih! Apa Opa denger suara perut gue?? Oh No!

BOYFRIEND TO BE LOVEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang