Keesokkan harinya, tiga orang pria duduk berhimpitan di sebuah sofa tapi tidak ada satu pun yang bersuara. Seorang memegang barbel, yang satu memegang handphone, dan yang satunya lagi lebih tertarik dengan komik di tangannya.
"Guys, denger gue semua, we need strategy! Gimana caranya bisa tetep gratisan tinggal disini! Kalian punya ide gak?"
Ditengah kebisuan itu Luki membuka suara. Sejak kedatangan pemuda manis bernama Bas ke rumah ini, kehidupan damai dan santai mereka seolah terusik. Belum lagi dengan hutang tunggakan 6 bulan yang kini menghantui mereka.
"Au ah gelap..."
Josh mengedikkan bahunya acuh sebelum terkena toyoran Luki di kepalanya.
"Kulit lu yang gelap! Ini kan buat masa depan kita juga, bro! Dimana lagi kost-kostan sekelas hotel bintang 5 tapi gratisan selain disini!" Tegas Luki mencoba mengingatkan.
Rumah keluarga Bastian ini sebenarnya memang bukan kost-kostan, melainkan sebuah rumah mewah dengan 7 kamar tidur yang lengkap dengan fasilitas kolam renangnya. Bagaimana mereka bertiga bisa tinggal disana? Itu adalah kisah yang panjang.
"Es... Bang Esa! Oy! kok diem aja? Eeh... malah baca komik lagi orang lagi serius meeting." Luki yang kesal merebut komik dari tangan Esa. Pria berambut panjang yang pada dasarnya kurang ekspresif itu hanya menarik nafas dalam.
"Yaelah... Gampang gunain aja cara yang sama seperti ke Oma... bikin tuh si Ucup luluh, klepek klepek gak tega buat ngusir kita..." Jawab Esa dengan gaya santainya.
"Ngomong sih gampang tapi mulutnya itu tuh bocah pedes bener! Kayaknya kebanyakan makan mercon, belum apa-apa udah mencret-mencret gue! Oma kalo dirayu dikit baper, lah tuh bocah dirayu dikit malah nyalak kayak anjing herder!" Celoteh Josh panjang lebar.
"Kalo gitu kita serahin aja tugas ini ke si Luki!" Usul Esa.
"Lah kok gue?" Protes Luki sambil mengkerutkan keningnya.
"Lu kan jagonya urusan bikin baper dan merawanin anak orang!" Esa tersenyum licik.
"Ini memuji apa menyindir? Kenapa gak lu aja bang? Bang Esa kan udah jomblo bertahun-tahun. Daripada coli liat gambar m*ki dua dimensi mendingan coli sama yang aseli, iya nggak?" Seringai Luki lebar sambil menaik turunkan alisnya.
"Heh, gue ini pecinta oppai bukan pecinta lubang tokai, kenapa gak si Josh aja? Dia kan udah ahli sama yang begituan. Tiap malem kerjaannya nongkrong bareng gadun, Om Maktum!" Esa malah melempar
"Eits! Jangan semena-mena! Nih barbel bisa melayang! Gue cuma kerja jadi bodyguardnya Om Maktum, dia itu MC tenar buat kondangan bukan Om om girang! Sorry, ya gue gak jual selangkangan!" Cecar Josh membela diri.
"Gak jual tapi gratisan!" Celetuk Luki diiringi tawa kecil.
"Bangsat! Kont*l lu tuh yang gratisan!" Joss menoyor kepala Luki, dan mereka merdua kembali terlibat pertengkaran kecil.
"Hh... jadi pada gak ada yang berani nih? Mana katanya kalian berdua playboy level dewa?" Sindir Esa, mencoba menengahi.
"Hmm... gimana ya mulutnya lebih kejam dari ibu tiri... Gue jadi inget Mamih gue!" Jawab Josh.
"Dan tampangnya itu... terlalu imut and manis buat jadi cowok, jangan-jangan dia ngondek? Kalo baper beneran sama gue kan berabe?" Timpal Luki.
"Jaman sekarang kita gak bisa bikin asumsi dan men-stereotype kan orang gitu aja. Sekarang banyak cowok dandan pake make up dan bertingkah kayak banci, padahal itu modusnya buat deketin cewek!" Tutur Esa panjang lebar.
"Ooh, kayak abang gitu ya? Rambut dibiarin panjang? Mau nyaingin model iklan Pantene!" Cengir Josh.
"Gue juga manjangin rambut ketek gue! Mau cium? Baunya kayak Pentin!" Balas Esa sambil memamerkan ketiak basahnya. Josh spontan membuat wajah ingin muntah sedangkan Luki malah tertawa terbahak-bahak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry, You're Not My Type!
RandomSetelah ditolak mentah-mentah oleh cinta pertamanya, Bas yang trauma jadi alergi pada semua cowok ganteng. "Rasanya ingin sekali membumi hanguskan mereka semua dari muka bumi!" Begitulah pikirnya. Tapi apa yang terjadi kalau dia terpaksa harus tingg...