BAGIAN 5

2.3K 74 0
                                    

Sementara di sungai Ular, pertempuran masih berlangsung sengit. Saka Lintang bertarung dengan Pengemis Sakti Tongkat Merah. Sedangkan Patih Giling Wesi dan para prajuritnya menghadapi anak buah Bidadari Sungai Ular. Denting  senjata  bercampur  dengan  jerit kematian.
Prajurit Kepatihan yang dipimpin Patih Giling Wesi itu kini berada di atas angin. Patih itu mengamuk terus.  Setiap  pedangnya berkelebat selalu menimbulkan korban. Makin lama orang- orang berpakaian serba biru semakin berkurang jumlahnya.  Yang  tersisa  hanya  delapan  orang saja.
Saka Lintang tidak mungkin membantu orang- orangnya. Dia sendiri kewalahan menghadapi Pengemis Sakti Tongkat Merah. Saat gerombolan perompak  itu  makin terdesak,  tiba-tiba muncul sepuluh orang berpakaian serba hitam dipimpin oleh Jambak.
'Tuan Putri, Bibi Bayangan Hitam datang!" teriak Jambak.

Saka Lintang berseri-seri wajahnya. Semangatnya segera bangkit mendengar Bayangan Hitam ikut membantu. Apalagi melihat anak buah Bayangan Hitam ikut bertempur. Lima orang membantu anak buah Saka Lintang, lima orang lagi membantu  mengeroyok  Pengemis Sakti Tongkat Merah.
Saka Lintang mendekati Jambak yang tengah mengeroyok  Kakek  Sakti  Tongkat  Merah.  Kini keadaannya   jadi   berbalik.   Orang-orang   dari Bayangan       Hitam       lebih       tinggi       tingkat kepandaiannya dan lebih ganas dalam bertarung. "Di  mana  Bibi  Bayangan  Hitam  sekarang?" tanya Saka Lintang di sela-sela pertarungan.
'Tengah menghadapi Pendekar Rajawali Sakti," jawab Jambak.
"Apa...?" Saka Lintang terkejut. Pengemis Sakti Tongkat Merah mendengar hal itu merasa bersyukur karena Pendekar Rajawali Sakti telah sampai di sarang gerombolan Bidadari Sungai Ular.
"Lalu, bagaimana Intan?" tanya Saka Lintang dengan cemas.
"Berada di markas!" sahut Jambak.
Saka Lintang segera melompat keluar dari pertarungan ketika ada kesempatan. Dengan cepat dia berlari menggunakan ilmu peringan tubuh. Pengemis Sakti Tongkat Merah yang sejak tadi mendengar, lalu berteriak nyaring.
Tubuhnya mencelat tinggi di udara dan jatuh tepat di samping Patih Giling Wesi.
"Cepat ke bukit Guntur! Selamatkan putrimu!" perintah Kakek Pengemis itu. "Biar orang-orang ini aku yang hadapi!"

Patih Giling Wesi segera melompat tinggi dan bersalto di udara. Begitukakinya  menginjak tanah, langsung dikeluarkannya ilmu lari cepat. Bagaikan  kilat  tubuh  patih  itu  dan  kini  sudah jauh meninggalkan pertempuran. Pengemis Sakti Tongkat Merah mengamuk memutar-mutar tongkat saktinya.
Satu persatu orang-orang berpakaian serba hitam tersungkur berlumuran darah disertai jerit kesakitan. Mereka bukanlah lawan Pengemis Sakti Tongkat Merah. Tongkatnya seperti hidup menyambar-nyambar mencari mangsa.
"Cepat susul Gustimu!" teriak Aki Lungkur kepada para prajurit.
'Tapi, Ki...!" seorang prajurit tidak tega meninggalkan orang tua itu sendirian.
"Jangan membantah!" dengus Aki Lungkur. Delapan prajurit Kepatihan itu langsung  beriari menyusul pemimpinnya. Sementara Kakek Pengemis kian waspada, selalu menghalangi setiap orang yang akan mengejar para prajurit.
"Cari kesempatan! Kejar mereka!" teriak Jambak gusar.
Perintah Jambak seperti tertelan angin. Mereka seperti menghadapi seribu pengemis. Aki Lungkur bergerak cepat menyambar setiap orang yang berusaha keluar dari medan pertarungan. Jambak memutar otaknya mencari jalan agar sebagian temannya bisa keluar dari pertarungan. Kakek sakti menebas tongkatnya sehingga satu persatu bergelimpangan. Kini jumlah mereka makin berkurang saja.

Di markas gerombolan Bidadari Sungai Ular, pertarungan masih  berlangsung  sengit.  Rangga mengamuk menghadapi Bayangan Hitam yang dibantu oleh kaki tangannya.
Rangga mencabut pedangnya dan mengerahkan ilmu pedangnya yang dipadu dengan jurus 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'. Jurus  ketiga dari rangkaian jurus 'Rajawali Sakti'. Gerakan kakinya lincah menghindari setiap serangan lawan, sedangkan pedangnya berkelebat ke arah tubuh lawan yang kosong.
"Rantai  Bayangan!"  teriak Bayangan Hitam tiba-tiba.
Seketika sepuluh orang mengambil posisi melingkar mengepung Rangga. Empat orang ber- pakaian biru keluar dari arena.
Mata Rangga tajam  mengamati  gerakan sepuluh orang yang berputar mengelilinginya sambil   pedangnya   tersilang   di   depan   dada. Seperti   mata   rantai,   mereka   bekerja   sama dengan gerakan-gerakan yang teratur dan menunjang.   Makin lama makin cepat Yang terlihat kini hanya bayangan hitam yang bergerak melingkar.
"Hiya! Teah...!"
Rangga  kebingungan  juga  menghadapi  pola serangan yang ganjil ini. Tetapi dengan cepat Pendekar Rajawali Sakti dapat menguasai diri. Ternyata teriakan-teriakan itu hanya untuk memecah konsentrasinya.

2. Pendekar Rajawali Sakti : Bidadari Sungai UlarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang