2

26 3 1
                                    

Flo berdiri mendekati pria yang meminta nya untuk maju. Dan mendapatkan alih spidol itu. Flo hanya menatap dingin papan tulis yang ada di depan nya.

Flo diam. Dia sama sekali tidak mengerti angka-angka yang ada di hadapannya ini.

Tidak lama, tatapan dingin Flo menatap gurunya yang ada di sana. Kedua mata Pak Hery. 

Yang lain hanya diam. Bahkan ada yang bertanya-tanya, apa yang sedang Flo lakukan dan beraninya dia menatap guru nya sendiri dengan tatapan dingin seperti itu.

Halena tersenyum tipis sedang kan Klarissa bertepuk tangan pelan tanpa suara. Mereka sudah tau apa yang sedang di lakukan Flo.

Cara? Ah, dia ...

Dia hanya manarik kecil ujung bibir kanan nya. Oh gadis api sepertinya hanya bisa melakukan itu. Susah untuknya tersenyum. Jika dia tertawa, akan sangat langka. Si gadis pemarah.

"Apa? Apa dia tidak bisa menjawab soal itu? Yang benar saja. Farel kau bodoh menyuruhnya untuk maju" hina salah satu gadis centil yang ada di sana. Yang sempat bertanya pada Halena tadi pagi. Soal hubungan diantara keempatnya.

"Kalian modal tampang ternyata" celahnya lagi.

Flo tidak menanggapi nya. Dia mulai menulis kan sesuatu di papan tulis putih yang telah di penuhi beberapa angka.

"Jangan perdulikan dia" Kata Halena, dalam hatinya.

"Aku tahu. Diamlah. Aku sudah membaca jawaban di kepala lelaki tua ini" jawab Flo.

"Tulislah! Apapun yang kau baca dan dengar" sekarang Klarissa ikut berbicara.

"Diamlah!"

"Kalian semua yang berisik!" Cara yang tak tahan ikut berbicara.

Flo berhenti.

Dia membalikkan badan nya dan menatap ketiganya.

Ya jelas dengan tatapan dingin dan menusuk. Dia menatap ketiganya seakan ingin membunuh tiga gadis gila itu. Kapan dalam hitungan menit saja mereka bisa membiarkan ruang batin diantara keempatnya diam dan tenang. Selalu berisik. 

"Kenapa penguasa memilihku dan membuatku terus saja bersama orang-orang seperti kalian?" kata Flo marah.

Ia masih menatap ketiganya dan semakin membuat keanehan murid-murid yang menatapnya.

"Maksudmu apa ...?" Cara ikut menatap Flo dari kursinya, menatap gadis es itu marah.

klarissa memberhentikan waktunya, dengan cepat waktu berhenti, begitu pula denga orang-orang disana yang mendadak menjadi diam alis berubah menjadi patung "Orang-orang? kau salah Flo, kita teman Flo.. ingat itu.."

"Teman?" Halena menatap bingung

Cara memutar badan nya menatap Klarissa sempurna "apa yang kau maksud dengan teman?"

"kita adalah teman, seharus nya kalian tau itu, bukan hanya orang-orang yang telah lama bersama lalu serumah, bukan itu hungungan kita, bahkan orang-orang dibumi ini menganggap hubungan seperti ini adalah teman. kita teman, coba lah menggap kita seperti itu" Klarissa mengeluarkan sedikit air dari balik kaki nya, yang terlihat sedikit basah. Itu suatu kebiasaannya yang jika dia mulai kesal.

"haruskah?" Halena menatap satu satu ketiga nya 

"tapi mengapa?" cara yang sedikit menenagkan ekspresi wajah nya

"Ini sudah takdir," ujar Klarissa menengahi. "Jangan menyalahkan takdir, kita saling menyanyangi bukan?" Klarissa mengangkat sebelah alisnya.

"Aku ingin tau bagaimana rasanya merasakan perasaan yang sering dibilang menyayangi itu" kata Halena tiba-tiba.

The EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang