Pungguk yang Merindukan Bulan

43 1 0
                                    

Di perbatasan hari aku masih terjaga dari lelapku. Bertengger di bingkai jendela sembari menengok gemerlap cahaya malam dari balik jeruji berkaca. Kala itu aku bertanya-tanya, apakah benar adanya, jika seekor pungguk memang tak bisa menggapai apa yang ia cinta? Hanya bisa memandang dari kejauhan dan merindukannya? Bahkan selangkah pun tak bisa menyempitkan ruang yang kian merenggang?

Hati tersayat-sayat tatkala aku membayangkan bagaimana mirisnya menjadi seekor pungguk tak berdaya. Sementara mereka berdua tampak serasi, indah, dan utuh jika bersama. Keduanya saling melengkapi. Keduanya suci.

Oh bulan, haruskah kau berada nan jauh disana? Tidakkah kau juga merindu? Ingin bertemu? Ingin mendekapnya? Mencumbunya? Atau barangkali, inilah yang dinamakan cinta bertepuk sebelah tangan?

Oh, pungguk, maafkan aku. Aku baru ingat bahwa kau telah menanti selama berabad-abad lamanya. Dari sabit hingga purnama. Sejak matahari karam hingga bulan tenggelam. Hari demi hari berganti hingga kau tak hidup lagi. Setia mengiba pada kekasih yang semu.

Sedangkan bulan terbelit pada cinta segitiga. Pertalian tanpa janji oleh kuasa semesta diluar kehendaknya. Terjebak diantara matahari dan bumi. Kemudian, seekor pungguk yang merindukan bulan, takkan pernah memiliki kesempatan, bahkan untuk sekedar muncul dicelah kehidupannya.

Seiring dengan diamnya, pungguk berucap dalam hati seraya mengerling kepada bulan dengan mata berbinar. "Aku memujamu sejak aku dihadirkan ke dunia ini. Maka sampai mati akan kujaga perasaan ini. Tak apa jikalau aku tak bisa mendekapmu. Tak apa jikalau aku hanya sanggup merindukanmu. Barangkali ini yang terbaik untuk kita. Karena cinta artinya bukan 'untuk memiliki', namun cinta adalah 'ketulusan hati'. Dan aku tulus mencintaimu sampai akhir hayat tanpa perlu kau miliki. Wahai kekasihku, pujaan hatiku, sampai jumpa lagi di kehidupan selanjutnya."

Tak lama setelahnya, dalam keremangan nan pekat dan keheningan belantara, ia roboh ke tangan bumi, kekasih gelap sang bulan. Tergelepar. Tubuhnya sudah mati, namun jiwanya tetap hidup. Ia pun terbang mengangkasa melintasi bulan. Sekilas mengecup dan merapal doa terbaik untuk sang kekasih. Sekalipun kekasihnya tak pernah tau keberadaan sang pemuja.

Di keremangan yang sama di balik jeruji berkaca aku mengeratkan pelukanku terhadapmu, yang tertidur pulas kala itu. Sambil mengusap keningnya aku berujar, "aku tak ingin seperti pungguk. Karena bagiku, ketulusan harus dibalas dengan ketulusan pula. Dan cinta yang tulus selalu menemukan jalan untuk bisa bersama. Aku tak ingin menjadi pungguk. Aku tak ingin memupuk harapan dan menghadapi dunia ini sendirian."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 27, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pungguk yang Merindukan BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang