2.1

13 0 0
                                    



Perlahan, mataku terbuka. Mulutku menguap lebar. Tangan kanan yang semalam sangat lemas, aku gerakan untuk membantu mengubah posisiku menjadi duduk. Tetapi rasanya lebih berat daripada biasanya. Seperti ada beban yang menahan tubuhku. Tidak... lebih tepatnya bukan benda, teksturnya lebih seperti kulit manusia. Dengan penglihatan mata yang masih buram ini –karena tidak memakai kacamata–, aku melihat ke tangan kananku.

"Heh..." Ucapku dengan pelan.

Kaget, sudah pasti. Tapi karena nyawaku yang mengumpul masih setengah –masih setengah sadar–, aku tidak terlalu meluapkan kekagetanku tadi.

Tangan kananku saat ini dipeluk oleh seorang anak kecil laki-laki yang umurnya sekitar sepuluh tahun. Wajahnya putih, rambutnya hitam pendek, tangannya kecil tapi sangat kuat. Setelah aku memakai kacamata, wajahnya terlihat jelas.

"Aku pernah melihat wajah itu sebelumya?"

Dengan sedikit kekuatan, tetapi secara lembut, aku menarik tangan kananku dan duduk di kasur. Foto ketika aku kecil yang berdiri di atas meja yang ada di depan kasurku, mengingatkanku kembali saat-saat aku masih SD. Wajahku saat itu tersenyum kesenangan dengan menunjukan kedua jari. Seragam SD lengan pendek yang aku pakai saat itu masih tersimpan di lemari bajuku.

Setelah begitu lama aku mengingat saat-saat SD-ku yang sudah hampir terlupakan itu, kepalaku seketika menengok ke wajah anak kecil itu lagi. Aku menatapnya dengan tatapan yang aneh.

"Dia seperti dengan diriku saat kecil..."

Setelah diperhatikan secara detail –dari tubuh hingga wajahnya–, dia mirip sekali dengan sosok diriku di foto tadi. Hanya saja pakaiannya berbeda. Dia memakai kaos putih dengan kemeja merah kotak-kotak dan celana jeans berwarna gelap. Di sisi lain, perbedaan yang lain ialah dia ini terlihat nyata. Bahkan bisa dikatakan dia itu nyata. Sangat nyata.

Namun kuputuskan untuk mengabaikannya dan pergi mandi di kamar mandi. Aku tidak ingin mengganggu tidur anak ini yang sangat nyenyak. Lagipula, aku sudah berniat untuk mengabaikan keberadaannya sejak awal. Dan aku juga punya pemikiran jika dia hanyalah sosok menyerupai diriku saat kecil yang terlihat olehku karena imajinasiku sendiri. Mungkin ini adalah efek dari kelelahanku akhir-akhir ini. Atau... hari ini aku sedang tidak enak badan hingga otakku tidak dapat berpikir secara jernih.

'Apakah otakku mulai rusak dan berimajinasi hal yang aneh-aneh?' 'Mungkinkah dia itu hantu?' Dua pertanyaan itu terus muncul di kepalaku hingga mengganggu tidurku yang biasanya damai. Namun aku tidak ingin memikirkan hal ini lagi. Biarkan semua pemikiran-pemikiran yang tidak penting ini ikut hanyut dengan siraman air.

Tetapi semua itu sia-sia...

"Hoaaaahh....." Suara uapan anak kecil tadi. "Selamat pagi dunia."

Kata-kata itu... sering sekali aku gunakan saat bangun tidur dulu saat masih duduk dibangku SD.

"Apa-apaan ini? Apakah otakku makin rusak?" Tanyaku dalam hati.

Tetapi kembali ke niat awalku tadi. 'Abaikan saja anak kecil ini dan teruslah jalani hari-harimu seperti biasa'. Untuk saat ini aku harus menganggapnya seperti bayangan –selalu ada tapi diabaikan– hingga dirinya lelah atau otakku kembali jernih hingga anak itu menghilang. Dan untuk hari ini, aku tidak ingin berpikir yang berat-berat dan terlalu keras.

***

Me & MyselfWhere stories live. Discover now