₊˚. O1

1.5K 220 30
                                    

Nama saya Lee Minho, saya bukan aktor yang ada di televisi itu. Saya hanya mahasiswa biasa. Umur saya baru 21 tahun, Oktober nanti. Sebentar lagi Oktober nih, jadi rayain ulang tahun saya, ya? Nanti saya traktir balik deh.

Kata orang-orang, saya ini kalem hanya di luarnya saja, tapi menurut saya; saya ini kalem luar dalam. Merekanya saja yang kurang memperhatikan saya, makanya mereka bilang kalau saya nggak kalem.

Saya memang kalau bicara pakai 'saya-kamu', karena sudah dibiasakan sopan dari kecil oleh Ayah saya. Selain sopan, saya ini juga anak yang baik, penurut, dan penyabar.

Saya orangnya memang kaku, tetapi walaupun kaku, saya itu tampan. Jadi ke-kaku-an saya itu ketutupan dengan ketampanan saya. Loh, kok saya jadi kepedean begini.

Oh iya, saya juga suka makan yang manis-manis. Terus saya juga suka lihatin perempuan manis yang sering lewat di fakultas saya. Haha, nggak, saya bohong.

"Kak Minho masih jomblo nggak?"

Itu pertanyaan ringan yang sering saya dengar ketika saya jalan di depan adik-adik tingkat. Ya, biasa, saya kan emang seterkenal itu. Jadi jangan kaget. Eh, kok saya jadi menyombongkan diri begini?

Jawabannya, saya masih jomblo. Niatnya, saya ingin men-jomblo seumur hidup karena belum ada niat untuk berpacaran dengan orang lain. Tetapi dikekang oleh Adik saya. Lee Nakyung, namanya.

Nakyung baru saja menjadi mahasiswa baru di kampus saya, tetapi beda fakultas dan jurusan dengan saya. Nggak lucu kalau Adik saya yang lemah lembut seperti puteri Solo masuk ke fakultas teknik kayak saya.

"Kak Minho hobinya apa nih?"

Hm, hobi ya? Hobi saya bikin kopi. Iya, bikin kopi. Saya salah satu barista di salah satu coffee shop di dekat daerah kampus saya. Kalau ada yang mau gratisan, bilang aja, "Temennya Minho", nanti jadi gratis beneran. Bener deh, saya nggak bohong.

Akhir-akhir ini saya lihat Nakyung dan teman-temannya datang ke coffee shop di tempat saya kerja. Sepertinya sih mereka sedang membicarakan sesuatu yang tidak ingin saya tahu.

Yang saya lihat, Nakyung sering datang dengan 3 orang lelaki dan 3 orang perempuan termasuk Nakyung sendiri.

Tetapi yang menarik perhatian saya itu, lelaki yang rambutnya berwarna orange seperti singa. Kalau ngomong volume-nya nggak kira-kira.

Maksudnya, kenapa dia nggak sadar kalau saat dia sedang bicara itu volume-nya kencang sekali. Bahkan setiap saya pantau, salah satu temannya sampai tutup kupingnya. Tapi beneran, memang sekeras itu. Pernah beberapa kali dia ditegur oleh teman saya. Saya diem-diem tertawa di pojokkan.

Eh? Tapi kok saya malah memperhatikan temannya Nakyung itu? Kenapa ya? Saya juga nggak tau. Tapi jujur, dia kalau lagi senyum itu lucu, kayak hamster.

Loh? Kok saya malah keterusan cerita tentang temannya Nakyung?

"Permisi!"

Penekanan 1 kata dari Nakyung itu yang membuyarkan lamunan saya. Saya pun menatap Nakyung dengan malas. "Apa?" tanya saya.

"Pesen yang kayak biasanya ya, Pak!" seru Nakyung lagi. Memang kebiasaannya memanggil saya Pak, padahal saya bukan Bapaknya.

Walaupun saya emosi karena dipanggil Pak oleh Nakyung, namun saya tetap mengiyakan permintaan Nakyung. Toh, pada akhirnya Nakyung juga akan membayar saya.

Saya lupa bilang, walaupun Nakyung itu seperti puteri Solo, namun dia bisa berubah menjadi galak jika mood-nya sedang tidak baik. Mungkin hari ini mood-nya sedang tidak baik.

Saya pun bergegas membuatkan caramel frappuccino untuk 6 orang itu. Dan jika sudah selesai, saya akan mengantarkan kopi bikinan saya tadi pada mereka semua.

Saat hendak menaruh kopi di meja, mata saya tidak sengaja bertemu dengan mata lelaki yang warna rambutnya berwarna orange itu.

Eh, tapi kok tiba-tiba jantung saya berkerja lebih cepat daripada biasanya?

tbc.

HOLD ON THERE ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang