# Confession

498 72 15
                                    


Aku menatap ponselku dengan perasaan campur aduk, mengirimkan ucapan terimakasih pada Mino karena sudah mengantarku pulang. Aku tak tau pasti harus merasa bagaimana tentang situasi ini, aku tak begitu yakin dengan perasaanku pada Dean sekarang, lebih tepatnya merasa kosong, malah lebih cenderung merasa kasihan daripada membencinya setelah mendengarkan cerita Mino tadi siang diCafe.

Segalanya begitu diluar dugaanku, perkataan Mino mengenai Jisoo begitu terngiang dikepalaku. Jisoo adalah wanita yang menggilai pria sebelumnya, Mino bercerita bahwa Jisoo adalah tipe wanita yang memilki banyak laki-laki, jisoo bahkan sering pulang pagi sejak SMA dan Mino juga tak dapat memastikan bahwa Jisoo wanita baik-baik pada saat itu, tapi aku tak habis pikir bahwa Mino masih saja bisa mencintai Jisoo.

Mino bilang Jisoo sedikit berubah setelah ikut pindah dan tinggal bersama Jennie dua tahun lalu ke Seoul, ia sudah jarang pergi ke klub, jarang diantar pulang laki-laki dan sesekali mengunjungi gereja bersama orangtuanya selain itu ia juga tak malu melakukan kerja paruh waktu. Sebelumya Mino sudah menyerah untuk mengakui perasaannya pada Jisoo tapi ia
berubah pikiran karena perubahannya yang terjadi pada Jisoo, ia sudah bertekad menerima Jisoo apa adanya. Tapi tekad itu akhirnya pupus karena Jisoo memutuskan menikah karena Jisoo mengaku telah mengandung anak seseorang dan orang itu adalah Dean.

Sejujurnya aku merasa tak adil pada Dean, Dean adalah pria yang baik sebelumnya entah perbuatannya itu memang sesuatu tanpa kesengajaan atau tidak, tapi setidaknya aku ingin dia menikah dengan wanita yang baik-baik. Walaupun Mino bilang Jisoo sudah berubah, aku sungguh tak percaya bahwa manusia akan dengan mudah menghilangkan sifat buruknya. Tapi apapun itu segalanya sudah terjadi, aku rasa menemukan cara untuk memulihkan hatiku jauh lebih penting dari memikirkan kemalangan Dean.

Aku menyelipkan ponsel diabawah bantal, lalu menarik selimut. Aku memejamkan mata, tapi wajah Mino ada dibalik kelopak mataku. Saling berbagi cerita memang membuatku lebih memahami situasinya, lebih berpikir terbuka dan tak menyalahkan sepenuhnya pada Dean.
Tapi ini begitu ironis buat hubungan ku yang sudah hampir delapan tahun bersama Dean, karena berakhir dengan begitu meyedihkan.

Aku merasakan getaran dari bawah bantal, dan aku berpikir pasti itu Mino.

Mino: Ayo kita sesekali pergi menonton bersama

Aku: Ini sebuah ajakan Berkencan?

Mino: Baiklah, jika kau menganggapnya begitu

Aku: Aku tidak yakin kita dapat melakukannya, karena begitu kita bertemu lagi pikiran kita akan mengembara pada sosok yang tak diinginkan.

Mino: Aku rasa itu lebih baik, Ayo kita terus bertemu dan terus memikirkan perbuatan
mereka yang seperti brengsek sampai kita muak memikirkannya.

Aku: Kau yakin dapat mengatasinya?

Mino: Tidak yakin, tapi aku tak takut mencoba

Aku: Kau tau. aku sepertinya memang sinting, karena baru saja aku merindukan dirinya.

Mino: Setelah pertemuan kita yang kelima akan kupastikan kau merindukan diriku, bukan pria itu.

Aku: Aku menghargai pemikiranmu, tapi sungguh aku tak tertarik untuk mencoba merindukanmu.

Mino: Aku adalah pria baik-baik kau tau

Aku: Tau, terlalu baik dan gampang dibodohi

Mino: Ayo kita berkencan

Aku: kau sungguh SERIUS?

Mino: Bahkan terlalu serius

Aku: Aku harus memikirkannya dahulu

Mino: Ini bukan seperti permainan tarik ulur kan? Aku tipe yang tak sabran

Aku: Bukan, Aku sungguh harus memikirkannya dulu

Mino: Baiklah, aku akan menunggumu. Selamat tidur

Aku: Kau Juga. Selamat tidur

Aku ingin sekali bercerita kepada Wendy, rasanya mau meledak. Tapi wendy sedang
bekerja sift malam hari ini, aku harus menunggunya sampai besok pagi. Bibirku sangat gatal rasanya. Hubungan dengan penghianatan memang salah satu hal yang harus kuhindari jika memulai hubungan dengan seseorang lagi. Aku yakin jika Mino setidaknya tak akan melakukan hal itu karena kami berdua punya trauma yang sama. Disamping itu aku tak
begitu yakin bahwa jika aku mejadikan Mino sebagai kekasih adalah suatu hal benar, dan aku juga takut diantara kami berdua cuma sebagai hubungan pelampiasan saja.

Dan hal menyebalkan itu datang lagi, Aku tak bisa tidur.

***

Ibu melambaikan tangannya padaku setelah melihat sosok diriku yang nampak dari simpangan jalan yang berjarak limaratus meter dari tempat ibu berdiri. Tadinya aku mau menunggu Wendy pulang dulu sebelum  pergi kerumah orangtuaku, tapi berubah setelah Wendy memberiku pesan bahwa ia tak akan pulang dari rumah sakit karena sift kerja rumah sakit yang berdekatan. Jadi ia memutuskan untuk beristirahat di rumah sakit saja.

Aku membalas lambaian tangan ibu, lalu menghambur memeluknya.

“Ayo masuk, Ibu membuatkanmu sup rumput laut”

Itu benar, hari ini aku ulang tahun. Aku sampai tak ingat karena banyak hal yang
menggangguku. Setelah masuk rumah rupanya ibu sudah menyiapkan jamuan yang penuh dimeja makan, dari arah kamar ada wendy yang membawa kue dengan lilin angka duapuluh lima dengan api menyala diatasnnya. Ketidak pulangan Wendy keapartemen adalah trik
untuk membuatku merasa dibodohi sepertinya, tapi maafkan aku Wendy aku sama sekali tak terkejut dengan semua itu. Tapi aku bisa berakting untuk kejutanmu.

Aku sebenarnya ingin mendengar pendapat Wendy atas masalahku, tapi sepertinya momen ini sangat tak pas untuk bercerita. Setelah acara make a wish kami bertiga makan hidangan yang ibuku buat, ibu menanyakan bagaimana rencana pengajuan cuti kerja dari rumah sakit yang aku lakukan bersama Wendy. Karena untuk cuti bersama sepertinya kan susah terwujud, jadi aku memutuskan untuk tak mengajukannya.

Ibu kali ini sungguh tak menyinggung apapun mengenai hubungan asamaraku sama sekali, tak seperti biasanya. Aku tau bahwa ia melakukan itu karena tak ingin membutaku sedih karenannya, dan aku juga tak berniat mengungkitnya dan seperti Mino bilang bahwa terlalu banyak memikirkannya membuatku agak muak.

Setelah makan aku menawarkan jalan-jalan disekitar lingkungan rumah ibu pada Wendy, lalu ia menyetujuinya. Aku memang tak tau lagi tapi aku sudah sangat tak sanggup untuk mendengar pendapat wendy.

Kami berjalan kearah taman bermain di daerah ini, setelah berjalan agak jauh aku membuka suara.

“Ada yang ingin aku ceritakan”

“Apa itu?”

Aku menjelaskan segalanya pada Wendy, bahkan mengenai keburukan Jisoo, dan yang terpenting adalah ajakan berkencan yang ditawarkan Mino padaku.

“Aku pikir itu hal yang buruk” lalu kami bicara sambil duduk diayunan.

“Kenapa begitu?”

“Aku takut bahwa cara ini hanya membuat kalian lari dari keadaan.”

"Aku pikir juga begitu"

"Irene, kalian harus membuat hubungan yang alami bukan?"

Perkataan Wendy benar bahwa tak seharusnya kami bersembunyi untuk penghadapi kenyataan masing-masing, Aku hanya ingin memiliki hubungan yang normal, saling menyayangi satu sama lain. Aku rasa menjadi teman bukan hal yang buruk untuk dilakukan untuk sekarang.

NavigationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang