Bab 1

1.5K 59 11
                                    

Di sebuah rumah sakit di Utara Jepang,

Suara tangisan seorang bayi membuat Andika tersentak. Pria berusia dua puluh delapan tahun langsung bangkit dari tempat duduknya dan menuju ke depan pintu ruangan yang berada di tepat di depannya.

Pintu ruangan terbuka, dan muncullah seorang pria yang masih mengenakan pakaian operasi lengkap dengan penutup rambut dan maskernya. Begitu melihat Andika, pria tersebut langsung membuka masker, dan terlihat wajahnya yang sudah setengah baya. Namanya adalah Dokter Ishio Kobayashi, salah satu dokter di rumah sakit ini.

"Tuan Andika, selamat.... anak anda telah lahir dengan selamat," kata dokter Kobayashi, tapi dengan wajah datar.

Andika malah mengernyitkan keningnya mendengar ucapan dokter Kobayashi.

"Bukannya Fika mengandung bayi kembar?" tanya Andika.

"Tenang dulu, Tuan. Biar saya jelaskan dulu..."

Dokter Kobayashi menarik napas panjang, sementara Andika menatap dalam-dalam dengan pandangan cemas.

"Nyonya Fika mempunyai masalah dengan kandungannya. Rahimnya sebetulnya terlalu lemah untuk bisa mengandung bayi kembar. Akibatnya kondisi fisiknya turun drastis saat melahirkan. Walau Nyonya Fika berbeda dengan manusia normal, tapi justru keadaan inilah yang membuat kami berada dalam kondisi yang sangat sulit..." dokter Kobayashi menjelaskan. Dia sengaja menurunkan volume suaranya pada kalimat terakhir.

"Maksud dokter?"

"Bayi Nyonya Fika yang masih berada di kandungan masih hidup, dan siap untuk dilahirkan. Tapi kondisi fisik Nyonya Fika saat ini tidak memungkinkan dia untuk kembali mengeluarkan bayinya. Nyonya Fika sudah terlalu banyak mengeluarkan darah, dan itu yang saya kuatirkan dari awal. Kita tahu bahwa darah Nyonya Fika tidak bisa digantikan oleh darah orang normal, dan walau sebagai genoid Nyonya Fika memiliki kemampuan regenerasi yang sanagt cepat, tapi kita tidak tahu seberapa cepat kemampuan tubuhnya untuk menggantikan darahnya yang telah banyak keluar, sementara bayi yang kedua harus cepat-cepat dilahirkan, atau akan meninggal di dalam kandungan..."

Ucapan dokter Kobayashi membuat Andika tercenung.

"Kita berpacu dengan waktu. Semakin lama bayi itu berada dalam kandungan, semakin tipis harapan hidupnya. Tapi mempercepat kelahiran sang bayi akan membahayakan nyawa Nyonya Fika. Jadi maaf kalau saya harus meminta anda mengambil keputusan ini." Lanjut dokter Kobayashi.

Andika terdiam sejenak sebelum berbicara kembali,

"Berapa lama waktu yang dimiliki Fika, Dok?" tanya Andika.

Dokter Kobayashi melihat jam tangannya.

"Paling lama setengah jam. Lewat dari itu, saya tidak bisa menjamin harapan hidup sang bayi." jawab Dokter berusia lima puluh tahun itu.

Fika masih berada di ruang operasi. Matanya terpejam dan wajahnya terlihat pucat. Ada selang infus yang menempel di lengan kanannya, sementara selang oksigen menempel di bawah hidung wanita itu. Perut Fika masih terlihat besar, walau telah melahirkan salah satu anaknya.

Selain dirinya, tidak ada orang lain yang berada di dalam ruangan.

Pintu ruang operasi terbuka. Andika masuk, dengan memakai pakaian operasi. Bersamaan dengan itu, mata Fika yang terpejam menjadi terbuka, seolah-olah wanita itu tahu siapa yang datang.

"Hai..." sapa Andika.

"Hai.." balas Fika dengan suara yang hampir tidak terdengar.

Andika duduk di kursi yang berada di samping ranjang Fika. Lalu dia meraih tangan kanan Fika dan menggenggamnya.

"Bagaimana kabar si kakak?" tanya Fika.

"Baik.. dia sehat. Sekarang lagi dibersihkan oleh suster. Kamu mo liat fotonya?" jawab Andika.

Fika mengangguk.

Andika mengambil ponsel miliknya, dan menunjukkan sebuah foto yang baru saja diambilnya. Foto anak mereka yang baru saja lahir.

"Cantik..." komentar Fika saat melihat foto anaknya.

"Iya. Cantik kayak ibunya," sahut Andika.

Fika tersenyum kecil.

"Adiknya pasti nanti bakal cantik juga. Maaf yaa... karena nggak ada yang ganteng kayak kamu,"

"Nggak papa.... ntar juga ada yang ganteng..." jawab Andika dengan suara parau.

"Maunya kamu..." jawab Fika lagi.

Andika tersenyum getir. Matanya terlihat mulai berkaca-kaca.

"Berjanjilah satu hal..." ujar Fika.

"Apa?"

"Apapun yang terjadi, kedua anak kita harus selamat. Kamu harus merawat dan membesarkan mereka, walau aku mungkin nggak bisa mendampingi kamu," lanjut Fika

"Ngomong apa kamu... Kamu nggak papa. Kedua anak kita pasti akan lahir dengan sehat, dan kita akan membesarkan mereka berdua, sampai mereka besar, menikah lalu punya cucu," balas Andika sambil menggenggam erat tangan Fika.

Fika hanya tersenyum.

"Kamu tau kan kalo dari dulu nggak bisa boong?"

Andika hanya terdiam.

"Dokter sedang berusaha untuk menyelamatkan kamu dan anak kita," kata Andika kemudian.

Fika menggeleng.

"Aku ingin kamu berjanji untuk menyelamatkan anak kita. Kamu mau janji kan?"

"Fik..."

"Kamu mau janji?"

Andika menatap Fika dalam-dalam, lalu mengangguk lemah.

Dokter Kobayashi sedang berada di ruang kerjanya, membaca berkas-berkas medis, saat pintu ruang kerjanya diketuk dari luar.

"Masuk..."

Pintu terbuka dan seorang perawat masuk ke dalam ruangan.

"Sudah saatnya, Dok," kata si perawat.

Dokter Kobayashi melihat jam tangannya.

"Baiklah..." ujarnya, lalu bangkit dan memakai kembali jas putihnya, sebelum keluar dari ruangan.

D'Angel : Life (Preview)Where stories live. Discover now