Bila selama ini kebanyakan anak badung ataupun jahil selalu berada di bangku paling belakang, maka hal sebaliknya dilakukan Naresh.
"Pagi, ndah." Sapa Naresh sembari memamerkan cengiran lebarannya ke arah Indah yang berada di belakang bangkunya.
Yang disapa hanya melengos seraya sibuk menyalin PR Fisika. Keadaan kelas XI IPA 4 riuh, semua siswa sibuk dengan buku ditangannya masing-masing.
"Ah elah ngapa pada ribut sih. Pak Chandra hari ini nggak masuk woy." Teriak Naresh, yang mampu menghentikan seluruh aktivitas teman kelasnya.
"Serius nyet?." Itu pertanyaan Rifki, yang saat ini duduk jongkok di kursi sembari mendengarkan lagu dangdut koplo kesukaannya.
Pekikan girang menggema seantero kelas kala Naresh menganggukkan kepalanya.
Tak tahu saja mereka, Naresh kan sedang mood bercanda.
Tak lama kemudian bel berbunyi, diikuti kedatangan Pak Chandra yang mengerut heran mendapati kelas dalam keadaan gaduh. Yang membuat semua mata sontak melotot kaget, dan beralih memandangi Naresh dengan pelototan tajam yang beraneka ragam, disertai umpatan. Sedang sang pelaku hanya cengengesan di tempat duduk.
Dalam hati Naresh bertaruh, hari ini akan jadi sangat menyenangkan.
[]
"Kampret lo, Resh!" itu adalah umpatan pertama yang meluncur dari bibir Rifki, tepat beberapa detik setelah Pak Chandra meninggalkan kelas. Disertai serentetan umpatan bergilir lainnya.
Naresh hanya tertawa menanggapi celotehan teman-temannya. Tapi tak urung dirangkulnya bahu Rifki dan Alvan untuk menuju kantin.
"Cabs lah. Ngejas sambil nyebat?" tawar Naresh menaik-turunkan alis. Jitakan keras Rifki mendarat di kepala Naresh. "Lagak lo nyebat, ngirup asep aja udah mengguk-mengguk, segala sangu masker." cerocos Rifki masih dengan nyolot. Alvan terkekeh mendengar perdebatan dua bocah sengit itu di sepanjang koridor.
Sesampainya di kantin, lebih tepatnya di warung pak jasuki. Memang istilah "ngejas" adalah sebutan untuk jajan ke warung tersebut. Plesetan dari para siswa-siswi yang tidak mau repot-repot bicara "jajan ke kantin pak jas yuk", lebih praktis "ngejas yuk".
Begitu ketiganya selesai memesan makanan masing-masing, Naresh berucap spontan setelah mendaratkan pantatnya di bangku panjang. "Eh, tapi emang kalian nggak ngeri ya tiap lihat terus baca yang ada di bungkus rokok? gue tuh ngeri aja, apalagi waktu dulu dijelasin sama Bu Nana tuh, yang tentang sistem respirasi, terus dilihatin foto-foto vulgar begitu, kasihan jakun gue yang seksi."
"Wola, wedhus! jakun seksi jare." Umpat Alvan disertai semburan es jeruk yang mengenai sebagian celananya.
"Cah edan, pancen o. Cocokologi foto vulgarmu kui lho,le." decak Rifki masih tak habis pikir dengan kosakata ajaib yang keluar dari mulut teman edannya ini. Sedang yang disindir tersenyum tengil.
Tak lama setelah itu, pesanan mereka datang. Mereka bertiga sama-sama menikmati indomie goreng aceh, disertai obrolan yang masih berlanjut. "Lagian ya resh, mau lo ngrokok apa nggak, nggak ada ngaruhnya kali. kalau mau koid ya koid aja." ucap Rifki spontan masih dengan mulut penuh mie.
Naresh mendongak, merasa terganggu dengan ucapan Rifki barusan. Yakali sesimple itu urusan koid-nggak-koid sama rokok. "Ngono ya? berarti maksudmu itu, ngerokok sama sekali nggak ada kaitannya sama kesehatan kan, dan itu nggak mempengaruhi umur?" respond Naresh yang nyaris seperti gumaman.
Meneguk es teh miliknya, Rifki kemudian menghadap nyerong ke arah Naresh dan Alvan "You know lah cuy, tetangga gue tuh, mbah kardi, yang serong kanan rumah itu lho, udah perokok aktif dari kapan. tapi buktinya, he still alive right now, umurnya sekitar 80 tahun. Po ra wes jos kui."
![](https://img.wattpad.com/cover/119943491-288-k38106.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CLASS CLOWN
Cerita PendekMy spirit, my clothes worn-out. No matter what i did, they laughed their hearted-out. I cried a river of tears. Only to have it drowned by their cheers. They never saw beneath the skin. Oh what a dreadful sin. They never understood my tears. S...