4

506 140 29
                                    

Siang ini diantara terik yang menjadi, Dia sadap rindu nya sendiri, rindu yang masih saja beku, dia tersenyum tipis, melihat potret dirinya sendiri dengan seseorang yang sudah membuat hatinya terluka. Disana dia terlihat bahagia, tapi tidak untuk sekarang.

Siang diantara debu – debu yang terbang, dia jaring angin bersama sepi.
Berharap rindu mampu kepakan sayapnya.

Jika kerinduan berjarak nol, dia akan tetap jadi pengecut, yang hanya berani sembunyi di balik frasa.

Terdiam dibalik topeng – topeng mentari yang menjadikan hari perlahan memudar.
Dia kan tetap simpan rasa dalam segumpal asa, yang dia rajut sendiri, dalam hati yang menjadi sepi.

Siang ini diantara bisingnya suara, dia terdiam terus mengaduk aduk kuah bakso yang sudah mendingin, wajahnya tertekuk lesu dia seakan tak mempunyai gairah hidup.

Ada sepasang mata yang memperhatikannya terus menerus, sesekali seseorang itu menghela nafas tapi dia tetap menikmati makanannya dengan khidmat.

"Baksonya gak mau dimakan? Aku masih minat nih."

Tanpa kata apapun Kinal mendorong mangkuk dihadapannya, dan seseorang itu tersenyum, langsung menusuk bakso yang bulat dan dia memakannya.

"Udah berapa kali aku bilang. Jangan pacaran sama mahasiswa, mereka itu cuman main-main."

Kinal hanya mendelik rasanya bosan mendengar laki-laki dihadapannya itu berbicara dan mengulang ucapan yang sama, mau bagaimana pun semuanya sudah terjadi, dan Kinal hanya tak ingin menyesali dengan siapa dia menjalin sebuah hubungan, karna kesalahan bukan berada pada dia siapa dan berumur berapa, semuanya kembali pada dirinya sendiri yang terlalu terlena akan cinta yang belum dia mengerti.

"Eh mau kemana?"

"Pulang." Jawab Kinal singkat. Lalu pergi, seseorang yang sedang menguyah bakso itu hanya pasrah melihat kepergian Kinal.

Adji, teman satu kelas Kinal, dia seorang anak laki-laki yang selalu mengikuti kemanapun Kinal pergi. Dia bukan hanya teman SMA Kinal, tapi dia sudah berteman dengan Kinal sejak jaman kanak-kanak. Ya bisa dibilang Adji adalah teman masa kecil Kinal.

Laki-laki berkacamata, memiliki senyum yang manis tapi sayang dia tidak bisa membuat Kinal jatuh cinta padanya, Kinal hanya menganggapnya teman, ntah sadar atau tidak, Adji memang sudah sangat lama menyimpan rasa pada Kinal, dia tak punya keberanian untuk mengatakannya, dia takut kalau Kinal menolaknya dan persahabatannya dengan Kinal harus berakhir hanya karna keegoisan dia untuk memiliki Kinal.

Dibalik siang yang kian panas, keringat pun menetes pada ujung rambutnya yang tergerai, dia berulang kali menarik nafas guna melegakan hatinya sendiri.

Tak semudah itu rupanya menghilangkan rasa sakit. Rasanya ingin berteriak saja, tapi semuanya tak dia lakukan, dia sadar ini masih dilingkungan sekolah.

Derap suara kaki yang melangkah mendekat, menyadarkannya, dia berbalik sebelum seseorang itu menyapanya.

"Veranda."

"Hai." Veranda tersenyum, dia selalu terlihat ceria, dan senyumnya sedikit menular pada Kinal yang sedari tadi menekuk wajahnya.

"Mau pulang?" Kata Ve lagi, mereka berdua berdiri berdampingan. Kinal hanya mengangguk.

Wajahnya masih saja tertekuk ditambah panas siang ini semakin membuat dia tak bersemangat.

Sebenarnya meratapi kejadian pahit secara berlebihan hanya memperpanjang derita hati. Tapi mau bagaimana lagi, hati yang sakit tetap saja sakit.

"Ohiya ada salam dari ka Yona."

Mendengar nama Yona keluar dari bibir Veranda, Kinal langsung menoleh, seperti seseorang yang kaget, wajahnya berubah tak semendung tadi.

"Salam?" Katanya seakan tak percaya.

Veranda mengangguk. "Heem, kalau kamu mau, sekarang kita ke cafe, kebetulan ka Yona libur kuliah."

Dia langsung menarik tangan Veranda, menghentikan taksi, tak perlu menjawab iya untuk ajakan Veranda, seharusnya Ve sudah tahu dengan dia yang menariknya langsung.

Rasanya seperti mendapatkan setitik angin segar, rasanya tak sabar untuk bertemu Yona, menikmati matchalatte yang selalu membuatnya merasa lebih baik.






..
.
.




Aroma matchalatte yang khas selalu saja membuat nya ingin segera menikmatinya, menyeruput tiap bulir-bulir matcha yang pahit namun manis.

Matanya sudah bisa melihat sosok gadis yang menurutnya mempunyai struktur wajah yang unik, tatapan matanya yang tajam membuat dia berfikir kalau Yona adalah wanita yang cuek tapi paradigma itu berubah, saat kemaren dia melihat senyumnya.

Senyum Yona bagai gula pada secangkir matcha.

Veranda termangu, ada kegugupan, tangannya yang digandeng Kinal rasanya sudah mengeluarkan keringat. Mereka sudah sampai, bahkan sudah masuk kedalam cafe, tapi langkah mereka tertahan karna Kinal yang tiba-tiba diam.

"Eu... Kinal udah sampe." Kata Ve, bermaksud agar Kinal melepaskan tangannya.

Tanpa melihat Veranda, Kinal hanya mengiyakan ucapan Ve, pandangannya kedepan, memandang Yona yang terlihat sibuk.

"Iya aku tau."

"Eu.. kalau begitu bisa lepaskan tanganmu?"

Dan Kinal pun langsung menoleh, melihat tangannya yang menggenggam erat tangan Veranda, dan dia melihat wajah Ve yang memerah, mungkin malu karna sudah terlalu lama berdiri dan bahkan kini banyak orang yang memperhatikan mereka. Setelah sadar, Kinal langsung melepaskan tangannya, tanpa kata apapun Veranda, langsung berjalan menuju ruang pantry.

Tak ingin membuat banyak orang terus berfikir tentangnya, Kinal pun langsung berjalan untuk duduk.

Dia jelas malu, dan bingung, kenapa sampai lupa melepaskan tangan Veranda.

Kinal masih mendumal tak jelas akan kebodohannya, belum saja rasa malunya itu hilang, tiba-tiba ada hal yang membuatnya semakin diam, mungkin lebih tepatnya dia salah tingkah dan bingung akan apa yang harus dia lakukan.

Ya, tubuhnya langsung membeku saat Yona berjalan mendekat dimana dia duduk, Yona berjalan membawa sebuah minuman yang Kinal sangat hapal, dia tersenyum, menyerahkan matchalatte hangat untuk Kinal.

Kinal mengerutkan dahinya menatap wajah Yona yang datar, bahkan Kinal belum memesan apapun, bagaimana bisa Yona menghapal minuman yang selalu dia pesan?

"Ucapan terimakasih." Seolah mengerti akan tatapan bingung Kinal, Yona berucap dan langsung duduk dihadapan Kinal.

"Eu.. terimakasih? Untuk apa?" Kata Kinal mengulang, dia belum mengerti apa yang Yona maksud, lebih tepatnya dia hanya takut salah menyimpulkan.

Yona bergumam mengiyakan ucapan Kinal, merapatkan tangannya kedepan, dia yang masih mengenakan appron nya tetap terlihat cantik dengan rambut nya yang terkuncir.

"Untuk nametag."

Kinal mengangguk, mulutnya membentuk huruf o, dia berpura-pura baru mengerti apa yang Yona maksud, padahal sebenarnya, dia menunggu momen dimana Yona mengatakan terimakasih untuk dia yang sudah menemukan name tag nya.

Kinal masih mengangguk anggukan kepalanya. "Kalau begitu sama-sama eu-?" Kata Kinal lagi seolah melupakan nama gadis dihadapannya.

Dan Yona langsung bersuara, memperkenalkan dirinya. "Yona"

"Ohiya Yona... sama-sama Yona." Katanya tersenyum begitu tipis.






















Bersambung.

#TeamVeNalID

MatchaLatte [Stop]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang