Tuhan, kenapa kehidupan ku sangat tidak adil?

Ya, hidup memang tidak selamanya adil

Kita hanya permainan tuhan, yang akan menentukan takdir diakhir permainan.

Mana yang akan kalian pilih?

Mati?

Atau hidup bagai labirin dengan kerumitan?

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kutatap wajahnya tepat di hadapanku, seonggok manusia tidak berguna. Tatapannya yang tajam tetapi ada sarat kepiluhan disana. Menyedihkan sekali pikirku. 


Sekali lagi kutatap lamat lamat sosok bayangan yang menyerupai diriku di depan sana. Tiba-tiba ia tertawa kepadaku.

Semakin kulihat, semakin ia menertawakanku di iringi dengan seringaian nya.

"Dasar gila" gumamku. Ia pun tertawa lagi semakin keras.

Lalu dengan kesal ku ambil vas di dekat tubuhku, kulempar tepat di wajahnya.



Prraannggg!!



Kaca-kaca itu pecah seketika menggaret kecil wajahku.

Kejadian sepersekian detik itu membuatku mundur perlahan dan membuatku tertawa keras. Sangat menyenangkan.

Aku terduduk menatap semuanya, cairan pekat merembes dari telapak tanganku mengenai gaun putih yang ku pakai. Ku arahkan wajahku ke lantai kayu yang ku pijakan, terlalu banyak kuncup bunga yang berserakan. Ku ambil satu kuncup smeraldo putih yang telah berlumuran cairan merah.

Lalu ku hirup baunya "Segar sekali dan perpaduan warna yang indah" kataku sambil melihat lebih jeli karya indah yang kubuat. Layaknya kanvas putih bersih yang kunodai dengan tinta merah secara abstrak.

"Sebaiknya ini ku berikan pada jimin nanti, ia pasti senang yakan?" kataku sambil terkekeh lucu. Aku suka memberikan kejutan yang indah padanya, tapi terkadang ia tak mau. Itu membuatku sedih.

Ia selalu saja kesal dan berkata 'Berhentilah melukai dirimu, apa kau tidak pernah puas?' entah aku tidak mengerti mengapa ia selalu berkata seperti itu dengan sendu.

"Apa kusimpan saja? ah tapi aku ingin memberikannya pada jimin nanti" kataku ragu.

Pada akhirnya aku memutuskan untuk menempelkan bunga itu ke dinding kamarku yang sudah dipenuhi kuncup smeraldo. Ku bakar satu kuncup itu hingga menghitam.

"Warna yang sempurna sekali" kataku senang. 

                                                                                                     .

                                                                                                     .

                                                                                                     .

                                                                                                     .

                                                                                                    

Jimin pov. 


Kupandang layar ponselku, mungkin saja ada balasan pesan darinya. Kupikir ia akan senang jika ku ajak keluar, tetapi sudah 15 menit berlalu dan tidak ada balasan apapun. Akhirnya kuputuskan untuk pergi ke mansionnya.

Baru saja aku akan melangkahkan kakiku, tiba-tiba saja rintik hujan mengenai lenganku.

"Ah sial! Kenapa hari ini aku kena sial terus menerus sih!" kataku sambil mengumpat kesal, kulihat langit menggelap dan tidak lama butiran air itu berjatuhan deras.

Hari ini paling sial. Bagaimana tidak, akibat tadi malam aku ketiduran alhasil lukisanku belum rampung dan harus tadi pagi di kumpulkan. Belum lagi hukuman yang kudapat, lalu sekarang hujan turun sangat lebat. Ayolah aku ingin bertemu kekasihku.

"Apa sebaiknya aku menerobos hujan saja ya? aku takut jika berlama-lama disini membuatnya bertindak bodoh" kataku menimang-nimang.

Ku ambil jaket tebal ku lalu memutuskan berlari di bawah derasnya hujan. Tak terasa 10 menit aku sudah berdiri di depan mansion nya.

Tring!

From : my calico cat

'Jimin aku punya kejutan untukmu, cepatlah datang :)'  

My PenicilliumWhere stories live. Discover now