Pilihan

23 4 4
                                        

Gintoki memakan makan malamnya dalam tenang, entah perasaanya saja atau suasana bersama Yume malam ini terasa lain.

"Kau sudah jarang menemui ku di persidangan"
Yume memecahkan keheningan di antara keduanya, tapi tak lama hanya sebentar, dan selanjutnya suara garpu dan sendok saling beradu pelan.

Gintoki yang tak tahan dengan keheningan akhirnya berbicara juga.
"Kepala sekolah mulai mengancam ku, karena sering membolos ... kau tak lupa aku ini seorang guru"

Yume hanya tertawa pelan menangapi lelucon kecil dari Gintoki.
"Ya ... aku ingat Sen-sei ..."

Gintoki menyeringai melihat raut nakal Yume, gintoki mengengam tangan Yume yang sedang memegang garpu.
Keduanya tersenyum lembut.

"Ne ... bagaimana kalau kita menikah?"

Diam ... Gintoki sedang mencerna apa yang di katakan oleh kekasihnya Yume.

"Kau sakit?"

Yume mengelengkan kepalanya pelan, tangan terulur untuk mengambil air putih yang berada di sampinnya, meneguknya pelan, dan kembali menatap Gintoki.

"Aku serius, kau tak kunjung melamar ku ... jadi ku lakukan saja"
Terdengar cuek memang, tapi Yume serius dengan ucapannya, dia mengiginkan pernikahan.

"T-tapi ... bukan kah kau sedang berada di puncak karir? Dan setiap wanita karir mengiginkan ruang untuk itu?"
Entah kenapa raut wajah Gintoki terlihat tak menyenangkan, membuat Yume diam diam gelisah.

"Tidak ... aku bisa menjalani keduanya, maksud ku, pernikahan dan pekerjaan ku ... bukan kah kita sudah membicara kannya? Dan kau pun tak mempermasalahkannya!?"

Masi ada ketenangan dalam nada bicara Yume, tapi merasakan tangan Gintoki yang tak lagi mengengam tanganya membuat Yume menjadi gelisah ralat sangat gelisah.

"Aku hanya seorang guru ..."

"Lalu? Aku bukan anak murid mu lagi!"

Gintoki menarik nafasnya dalam.
"Pernikahan bukan hal yang main main Yume ... kau yang paling tahu soal itu, bukan kah banyak klien mu yang bercerai setelah pernikahan terburu-buru mereka?"

"Terburu-buru?"
Nada Yume tak lagi tenang, Yume terus menangkan dirinya sendiri dan menatap Gintoki tegas

"Lima tahun kita bersama, dan kau bilang terburu-buru? ... kau bisa mengatakan itu bila aku masi berstatus sebagai murid mu!! Tapi bagaimana bisa kau katakan itu saat aku sudah dewasa seperti ini?"

Yume meremas erat tangannya.
Wajahnya memerah bukan karena malu, tapi menahan tangis yang ingin meledak, dia selalu kalah bila dengan Gintoki.

"Aku belum siap Yume"

"Belum siap? Umur mu bahkan sudah lebih dari 30 tahun, apa yang belum siap?"
Nada suara Yume meninggi, membuat Gintoki melebarkan matanya.

"Aku akan pulang, terimakasi makanannya, istirahat lah, aku akan kembali lagi besok"

Gintoki berdiri dan berjalan melewati Yume dan di tahan oleh sang gadis.
"Berhenti ... kita sedang berbicara, jangan lari lagi"
Suaranya terdengar putus asah.

Gintoki hanya menatap datar dan kosong.
"Aku akan kembali besok!!"
Tegasnya, tapi seperti Gintoki yang keras kepala Yume pun memiliki sifat keras kepala.

"Kau selalu saja lari, sedari dulu selalu saja begitu, tak perna bisa kau hadapi permasalahan kita ... dan saat aku menjauh kau akan menyesalinya ... Kau selalu saja begitu Gintoki!! ... jangan pergi-"
Suara Yume semakin melemah, isak tangis mulai terdengar menyayat hati.
"Sekali saja ... selesaikan masalah ini"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 08, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ONCE MORE TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang