"Oh my god"
"Kenapa lo Rin? "
Arin tidak sanggup mengutarakan keterkejutannya saat ia melihat dengan jelas air kotor itu mengenai seseorang yang kini diam mematung.
Merasa tak kunjung mendapat jawaban Valen mengecek sendiri apa yang terjadi di lantai dasar.
"Anjir. "
Arin menatap tajam ke arah Valen,"kenapa Len? "
"Gue ngga salah lihat kan? " pertanyaan balik justru di lontarkan Valen kepada Arin yang kini tampak jelas.
"Lo tahu cogan yang kemarin gue ceritain? " Arin mengangguk de
ngan cepat."Dia orangnya. "
Dua kata itu cukup untuk membuat mulut Arin terasa jatuh ke bawah. Kini ia teguk ludahnya bulat-bulat.
"Lo ngga lagi bercanda kan? "
"Gue ngga pernah seserius ini. " ujar Valen pasrah.
Tanpa aba-aba Arin segera berlari menuruni tangga hingga ke lantai bawah.
Beberapa orang yang menyapanya tidak di gubris sama sekali. Ia hanya fokus untuk berlari menghampiri korban kecerobohannya.
Nafasnya tak beraturan saat ia sampai di lokasi yang ia tuju sayangnya matanya sama sekali tidak melihat orang yang ia cari.
"Lo tau cowok yang ke siram air dari lantai atas nggak? " tanya Arin pada salah satu anak yang ada.
"Kayaknya sih ke toilet. "
Kini jantungnya berpacu lebih cepat setelah mendengar informasi tersebut. Tanpa membuang waktu Arin segera berlari menuju toilet.
Langkahnya berhenti saat berada di depan toilet cowok. Sesaat terpikir olehnya untuk masuk kedalam toilet dan memastikan bagaimana keadaan cowok tersebut. Tapi sepertinya otaknya masih memikirkan tentang harga diri itulah mengapa ia urung melakukannya.
Arin masih berdiri di depan toilet itu sambil memainkan roknya dengan jari tangannya. Mulutnya tak henti merapalkan doa-doa.
Matanya yang sedari tadi terpejam kini mulai terbuka saat mendengar derap langkah yang semakin mendekat.
Arin sudah menyiapkan banyak rangkaian kata untuk meminta maaf pada cowok itu tapi sepertinya semua itu sia-sia saja.
Arin hanya membeku di tempat saat kedua sorot mata cokalt itu menetap kearahnya dengan tajam, rahangnya yang terkatup rapat seoalh menunjukan ketegasan pada dirinya.
Rambut hitamnya yang basah seakan membuat pesonanya bertambah berkali-kali lipat. Satu hal lagi yang membuat Arin memperlama lamunanya, cowok itu tak lagi menggunakan seragam. Kini ia hanya menggunakan kaos olahraga yang menempel sempurna di badannya memperlihatkan ototnya yang sangat bagus untuk seukuran anak SMA
"Ngapain Lo? " suara tegas itu membawa Arin pada dunianya. Hanya pertanyaan singkat tapi mampu menyihir Arin hingga lupa ingin mengatakan apa.
"Itu..." Arin nemutar otak untuk menemukan jawaban.
"Ngga jelas." tidak perlu repot mengulang kata-kata itu karena Arin mampu mendengarnya dengan sangat jelas. Entah apa yang terjadi yang jelas cowok itu berlalu meninggalkannya dan berjalan cepat dengan menenteng seragam basahnya.
"Tunggu... " Arin berusaha mensejajarkan langkahnya. Hingga ia berhasil menyamai langkah cowok itu,"Maaf gara-gara gue baju lo kotor."
Cowok itu berhenti mendadak setelah mendengar satu kalimat meluncur dari bibir Arin, kini tatapan tajamnya seakan ingin menelan Arin dari muka bumi ini,"Jadi ini ulah lo? " tanyanya dengan kesinisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA
Teen Fiction"tidak ada alasan untuk mendeskripsikannya" Buat Arin hal memalukan bisa menjadi berkah tak terkira. Kecerobohanya pada Afkar membawanya pada rasa yang baru. Rasa yang hanya mampu ia bayangkan lewat novel-novel bapernya. Menjangkau hati seorang...