Ketiga

6 0 0
                                    

Ini adalah hari-hari terakhir aku dan tukang lainnya mengerjakan proyek rumah sakit ini. Sudah rampung 99%. 1% itu urusan Bos ku, Pak Burhan. Kemungkinan besar masalah sisa pembayaran.

Dan itu juga berarti aku akan semakin  dekat dengan hari terakhir melihat Ana. Si gadis Berkerudung Ungu. Ya Ampun, membayangkan tak bisa melihatnya lagi, entah kenapa membuat sesak di dada. Aku ingin melihatnya. Lagi lagi dan lagi.

Tapi kemudian saat gelap malam, aku tersadar. Betullah kata orang - orang tua dulu. Ibarat pungguk yang merindukan bulan. Jauh. Ana jelas tak terjangkau oleh ku.

Jangankan berharap bisa memilikinya, hendak berucap menyapa saja bibir ku kelu. Otomatis sapaan yang sudah ku karang bermalam-malam menguap entah kemana. Padahal beberapa kali kami berpapasan. Kesempatan itu ada, tapi rusak karena gugup yang melanda.

Tapi seperti nya Tuhan sedang bermurah hati hari ini, sehingga aku bisa terlibat pembicaraan dengan Ana. Lebih tepat nya terselip pembicaraan. Karena yang terjadi aku hanya diam kaku.

" Mba Ana, saya pamit. Mungkin ini hari terkahir kami kerja di sini
".
Itu suara milik Pak Burhan. Bos ku. Mana berani aku sok ramah begitu dengan Gadis yang diam-diam setiap malam aku rindukan.

" Ohh udah selesai semua y pak. Akhirnya ya. Seneng saya semua sudah beres."

Lihat lah senyum gadis itu. Aku rasanya tak sanggup berdiri. Dia ramah. Suara nya ringan. Ini kedua kalinya aku mendengar suaranya dari dekat. Dan rasanya selalu mengagumkan.

" Iya mba udah beres semua. Makasih kerja samanya y mbak. Mari mba Ana.
Eh y Arya ayok bereskan perlengkapan kita di atas. "

" Sama - sama pak.  Saya juga mau pulang. Mari Pak Burhan, Bang Arya."

Ya ampunnnnn apa tadi dia bilang. BANG.
Ya Allah ini kaki udah kaku. Seperti di beri perekat permanen.

" Woyy Arya .. haduhh malah melamun liat anak Gadis. Sudah-sudah ayok naik. Ckckckck baru tau aku kau jatuh cinta. Sayang cinta kau berakhir hari ini juga."

Dan ucapan Pak Burhan menghempas kesenangan sesaat itu. Tapi tak mengapa. Biar aku bingkai senyum Ana tadi. Biarlah langit yang punya urusan. Semoga Tuhan masih akan berbaik hati kepada pemuda tak tau diri ini.


BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang