Bulan

Keempat

Waktu melesat dengan cepat bagi sebagian orang. Tapi juga bisa melambat bagi sebagian yang lain.

Entahlah aku ada di posisi yang mana.  Tapi saat malam tiba, dan aku termenung dari balik jendela apartemen lantai 100 ini. Aku sadar 5 tahun bukan waktu yang singkat. Pun bukan waktu yang melesat dengan cepat. Apalagi dengan bayang-bayang seseorang dari masa lalu. Yang bahkan aku tak tau keberadaannya.

5 tahun aku berusaha pantas.
Pantas hanya untuk sekedar merindukannya.

5 tahun aku perbaiki semuanya. Belajar dari awal. Mengais kepercayaan dari pak Burhan. Belajar banyak hal dari seorang Pria yang sudah kuangggap orang tua ku sendiri. Karena bahkan wujud orang tua kandung sendiri pun aku tak tau.

Sejak otak ku mampu menyimpan ingatan, hanyalah rumah tua dengan 20 an anak yang aku ingat. Berebut membaca buku. Berebut makan. Berebut pakai baju sekolah. Hingga rasa malas untuk sekolah menghinggapi otak ku. Dan pergi jauh dari rumah tua itu.

Rasa malas itu akhirnya banyak ku sesali. Mahal harga yang harus aku bayar atas keputusan masa lalu itu.

Ahhh.. tapi sudahlah. Semua sudah jauh berlalu. Aku bahkan tak pernah bermimpi bisa ada di lantai 100 ini. Mengingat banyak hal. Mengenang seseorang.

Apa dia masih seperti dulu ??
Apa dia masih kerja di tempat itu ??
Bahkan dengan kondisi yang lebih baik seperti ini pun, aku masih tak sanggup mencari tau tentang dia.
Padahal bisa saja aku datang ke tempat itu. Menemuinya.

Tapi...

Drrrttt.. getaran di saku celana membuyarkan lamunan ku. Suara di seberang sana menginterupsi semua kenangan masa lalu.

" kau pasti lagi melamun kan.?? Cepat ke sini. Bosan aku sendiri."

Ya. Itu suara Pak Burhan. Lelah aku mengajaknya tinggal bersama di apartemen ini. Beliau sudah ditinggal istrinya 2 tahun lalu. Tak diberi kesempatan memiliki anak kandung. Dan jadilah 2 tahun terkahir sering merasa kesepian di rumah. Tapi enggan melepas kenangan istrinya. Dan aku yang hampir setiap malam menjadi korban rasa sepinya.