Cuaca hari ini tidak terlalu buruk dibanding hari-hari sebelumnya. Mengingat dua hari yang lalu badai kecil mencoba merusak kota kelahiranku ini.
Aku berjalan menuju minimarket yang sudah terlihat dari tempatku saat ini yang tidak jauh dari perempatan. Minimarket ini terletak di sudut jalan lainnya dari titik berdiri ku saat ini.
Ting!!!
Bel minimarket berbunyi pertanda seseorang memilih untuk singgah mencengkramahinya.
Aku langsung menuju rak–yang bahkan mungkin akan mengenali ku, saking seringnya aku kesini–kesayanganku dan mengambil beberapa bungkus mi instan disana.
Misi selesai, aku langsung menuju kasir dan mendapati dua orang yang sedang mengantri disana. Huft. Aku melirik dengan malas ke arah belanjaan orang di depan ku yang seolah memborong seluruh ini minimarket.Tck!! Ini bahkan akan lebih lama dari yang kukira.
Daripada harus berdiri menunggu seperti orang bodoh, aku lebih memilih berjalan-jalan mengitari rak lain setelah memastikan tidak akan ada orang yang akan menambah panjang antrian lagi.
Aku melirik barang yang ada disetiap rak secara acak tanpa minat. Sempat terlintas dipikiran bagaimana karyawan minimarket dengan sabarnya menata semua barang ini dengan rapi. Dibandingkan denganku yang bahkan hanya untuk menyusun pakaian atau buku di lemari saja butuh berminggu-minggu.
Oke! Mungkin aku tidak sempat.
Ralat, aku memang malas untuk hal beres-beres, kecuali bagian dapur. Itu harus selalu bersih.Setelah bosan berkeliling, aku memilih kembali ke kasir yang ajaibnya sudah kosong. Akhirnya.
Huufftt... Aku berani sumpah ini adalah waktu terpanjang yang ku habiskan di minimarket.
*
"Aku pulang"
Tak ada sahutan, berarti mereka belum pulang. Aku menuju dapur menyimpan kantong belanjaanku tadi.
Jangan tanyakan keadaan dapur rumah ini, karena kalian tidak akan sanggup membayangkannya.
Dapur ini bahkan lebih hancur dari pesawat yang jatuh dari ketinggian 360.000 kaki. Benar-benar kacau.Kemasan mi instan yang berserakan di atas meja, piring yang tak tercuci memenuhi westafel, botol minum yang tergeletak begitu saja di lantai, remah roti dan tetes selai benar-benar berhasil menghias dapur yang berukuran 3x4 ini.
Aku membuka lemari es yang untungnya msih berdiri kokoh di sampingku. Meneguk soda mungkin akan menetralkan pikiran. Baiklah dapur, saatnya hiasan mu di bersihkan.
Aku mengucir rambut panjangku asal. Setidaknya itu membuatku tidak terlalu gerah nantinya.
Aku mulai memungut sampah yang berserakan dan memasukkannya di kantong plastik. Mengelap meja, mengepel dan cuci. Good, aku bahkan merasa seperti pembantu rumah tangga.Aku mengambil sweater di atas sofa dan keluar untuk mebuang sampah-sampah tadi. Tempat sampah di kompleks rumahku berada di gang sempit yang tidak jauh dari sebelah kiri rumahku.
Aku bisa melihat beberapa kucing liar yang sibuk berpesta dengan hidangan hasil buruan mereka.
Aku melihat asap di ujung gang. Dasar pencemar udara! Gerutuku tanpa sadar kalau aku bahkan lebih tak memperhatikan lingkungan.
Aku memasukkan kantong sampah yang sedari tadi ku tenteng kedalam tong yang bertuliskan non-organik.Saat berniat meninggalkan tempat itu, ekor mataku tidak sengaja menangkap bayangan sesuatu di ujung gang. Tidak jelas karena asap yang membatasi pandanganku
Aku menutuskan untuk mendekat.