gio

260 3 0
                                    

                                    ONE

Dua tahun kemudian…

            “Gi! Nanti malem jadi gak ke party?” tanya seorang lelaki yang sedang mengenakkan seragam putih dengan dasi berwarna merah.

            “Yoi! Jadilah.. lo juga kan? Lo harus nemenin gue!” seru Gio seorang lelaki dengan rahang kuat, alis kekar, dan batang hidung yang mancung.

            “Jadilah! Eh lo harus tau, nanti di party bakalan ada Elisa!” seru lelaki bernama Bima ini dengan wajah penuh semangat.

            “Elisa? Siapa tuh?” tanya Gio santai sambil melahap chicken teriyaki yang tadi dipesannya saat bel berbunyi.

            “Yaampun! Lo gatau Elisa? Itu lohhh ade kelas kita yang cantik banget itu. Lo kemana aja sih?! Lo tinggal di goa mana?”

            “Oh… yaelah, gue sering denger tapi gak pernah liat yang mana orangnya.” Jawab Gio enteng dengan wajah tidak terlalu tertarik.

            Bima langsung menepak-nepak tangan Gio sebagai kode. “Gi… Gi…” seru Bimo dengan tatapan melotot sambil terus menepak-nepak tangan Gio untuk segera menoleh mengikuti arah pandanganya.

            Gio yang risih ditepak-tepak pun memalingkan pandanganya ke belakang, dia melihat sosok Elisa dengan rambut panjang berombak, wajahnya memang cantik, tubuhnya juga bagus. Pantas kalo dia di juluki cewek tercantik di sekolah. Gio menatap Elisa dari atas sampai kebawah.

            Melihat Elisa tertawa dan bercanda dengan teman-temannya menunggu makanyanya siap. Bima yang menyadari temannya tertarik dengan Elisa langsung senyum-senyum, pasalnya semenjak dua tahun lalu Gio selalu menjauh dari semua hal berbau perempuan. Sebagai sahabatnya dari SD, Bima merasa berkewajiban untuk meluruskan Gio sebelum dia beneran jadi gay.

            “Cantik kan?” tanya Bima dengan tatapan isengnya.

            Gio langsung terkekeh, “ia cantik, kenapa gak lo ajak kenalan?” tanya Gio membuat Bima tercenga bete.

            “Yaelah… maksud gue buat lo, bukan buat gue. Dia mana mau sama gue! sama lo maunya! Gantengan lo!” seru Bima ngomel-ngomel membuat Gio tertawa melihat sahabatnya yang satu ini. “Serius deh, gue tuh udah mulai takut sama lo. Gua takut lo gay!” seru Bima lagi mulai serius membuat Gio terkekeh. Gio hanya tertawa sebagai jawaban. Bima yang pasrah pun males memanjangi topik soal cewek ini. Masalahnya Gio gak pernah nanggepin dengan serius soal cari pacar ini. “Gi ini kata-kata bijak terakhir yang keluar dari mulut gue hari ini. Gue sih enak jelek ada alasan buat jomblo nah kalo lo? Muka ganteng, duit ada, mobil ada, kapten basket, otak adaan walau dikit…” lanjut Bima membuat Gio terkekeh.

            Kemudian Gio terdiam menatap makanan di depannya sambil terus teringat wajah gadis cantik yang dua tahun dilihatnya itu. Gadis cantik yang sedang menikmati suasana pagi cerah itu. Lalu kenangan kelam itu muncul kembali. Membuat Gio segera beranjak dari tempat duduknya membuat Bima kaget. Dengan segera Gio berlari sambil memegang kepalanya. Bima mengikuti sahabatnya itu.

            “Lo kenapa?! Serangan panik lagi?” seru Bima.

            Gio hanya meringis kesakitan, setiap memori itu muncul dikepalanya, seluruh darah sepertinya berhanti mengalir tepat di kepalanya, membuat kepalanya berat dan seperti membeku, rasanya sakit banget. Bima segera berlari menuju kantin.

Kiss The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang