Elisa

110 3 0
                                    

Rumah megah berstruktur seperti istana berwarna putih dengan paduan marmer berwarna white panther dengan pilar-pilar besar. Pintu besar yang terukir halus terbuka lebar, terdengar senandungan piano. Seorang gadis mengenakkan dress berwarna putih sedang memainkan piano berwarna putih dengan lembut. Piano yang di letakkan di pinggir ruangan dekat dengan jendela besar yang menghadap kearah taman penuh dengan mawar. Jari-jari lentiknya menyentuh setiap stud dengan lembut. Seluruh ruangan bergema dengan senandung iringan music yang di mainkannya. Gadis ini memainkan lagu ‘Kiss The Rain’ dari pianis favorite-nya yaitu Yiruma.

            Gadis itu tersenyum menikmati tiap not yang dimainkannya. Menikmati dan merasakan setiap nada yang keluar dari piano. Gadis itu menatap lurus kearah taman bunga, merasakan sinar matahari yang masuk dan menyentuh kulitnya. Matanya berubah menjadi warna coklat muda.

            Sampailah pada not terakhir, gadis itu tersenyum lalu menghirup udara sebanyak mungkin. Tidak lama seorang wanita muda mengenakkan dress berwarna cream menghampiri dan duduk di sebelahnya. Wanita itu membelai tiap helaian rambut gadis itu. Mengelus wajah gadis cantik itu dengan berlinang air mata. Gadis itu terus tersenyum tulus.

            “Maafin mama belum bisa nemuin pendonor kornea buat kamu..” ucap wanita itu sambil mengelap tetesan air mata yang hendak keluar untuk membasahi pipinya.

            Gadis itu tersenyum memegang tangan wanita itu, “It’s ok mom, aku baik-baik aja.. aku ingin sembuh karena keajaiban Tuhan..” ucapnya dengan senyum tulus.

            Wanita itu tersenyum menatap putrinya, gadis cantik dan anggun sepertinya harus melewati cobaan yang sangat besar. “Elsa.. kamu gamau bisa melihat lagi?” tanyanya lirih.

            Elsa tersenyum, “aku bisa merasakan semuanya ma, mata aku memang gak bisa melihat. Tapi aku jadi lebih merasakan setiap hal dan benar-benar menghargai setiap hal yang terjadi dalam hidup aku..” ucapnya sambil mengelus tangan wanita  itu.

“Ma, aku memang gak bisa melihat cahaya matahari.. tapi aku bisa merasakan cahayanya menyentuh kulit aku. Aku mungkin gak bisa melihat rintikan air hujan, tapi aku bisa merasakan dan mendengar setiap tetesan air yang turun dari langit bahkan aku bisa mencium harum tanah yang baru dibasahi oleh rintikan hujan. Aku mungkin gak bisa melihat indahnya bunga-bunga yang mama tanam dan rawat di halaman situ, tapi aku bisa mencium wanginya. Aku juga bisa merasakan senyum mama saat merawat bunga-bunga itu. Aku tidak mengutuk kebutaan ini. Mama harus bisa menerima cobaan ini ma. Karena aku baik-baik aja. Aku yakin aku adalah gadis yang sangat beruntung karena memiliki keluarga dan kehidupan yang sempurna. Walau aku gak punya mata untuk melihat, tapi mama, Elisa, dan papa sudah menjadi mata aku..” katanya dengan senyum tulus terpancar dari bibir merahnya.

            Wanita itu tidak dapat menahan air matanya, segera dia memeluk Elsa dengan erat. “Mama gatau kenapa kamu bisa memiliki hati yang begitu besar, Sa. Mama sangat senang dan merasa beruntung karena Tuhan ngirimin malaikat kayak kamu di tengah-tengah keluarga kita ini..” ucapnya dengan isakan tangis.

            Elsa tersenyum, lalu mengusap lembut punggung wanita itu. Elsa bisa mencium harum perfume yang selalu dipakai oleh mamanya ini. Harum Chanel yang sudah dipakainya dari Elsa masih balita. Harum itu tidak pernah bisa dilupakan oleh Elsa, harum wanita yang selalu ada untuknya dan selalu memeluknya. Wanita yang selalu memberikannya berjuta-juta kasih sayang. Wanita yang selalu mengajarinya tentang kasih sayang.

            “Tuhan yang udah kirimin malaikat super baik kayak mama.. hehe.. aku yang beruntung banget karena punya mama kayak mama hehehe..” kata Elsa berusaha mencairkan suasana. Wanita itu terkekeh, lalu menghapus air matanya.

            “Kamu harus bisa melihat lagi Elsa…” ucapnya dengan yakin sambil menggenggam tangan Elsa dengan erat.

Kiss The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang