seven: dimarahin

14.7K 2.6K 118
                                    


"Sudah papa bilang berapa kali? jangan main basket! bisa denger bahasa manusia kan?" suara itu mengelegar ketika gue baru buka pintu kamar gue.

Papa yang seperti biasanya, baru pulang dari kantor dengan pakaian yang kusut, terus meneriaki gue sampe gue muak sendiri.

"Kamu bisa denger ga sih? kenapa ikut lomba ga bener itu lagi? mending belajar. Besok kamu remedi kan?" ocehnya yang ga didenger oleh gue.

"Bunda sekarang pasti lagi sedih liat kamu begini."

kata itu membuat langlah gue yang awalnya berniat memasuki dapur terhenti. Gue mencibirkan mulut gue.

bullshit

"Jangan bawa nama Bunda, aku gak suka." ucap gue dengan nada yang masih tenang.

"Makin besar, makin gak tau diri! gak sadar kamu hah? papa nyari uang susah payah, tapi kamu dengan enaknya hamburin uang!"

Gue menghela nafas gue pelan tanpa mendengar ocehan pria itu dan bergegas menuju dapur.

"Dimarahin lagi?" tanya bang Taehyung, sambil ngerjain skripsi yang ada di laptopnya.

"Tau sendiri," balas gue sambil mengisi gelas dengan air.

"Bang,"

"hmm??"

"Kalo misalnya, gue ga ada nanti gimana?"

"Maksud lo?"

"Ga, gajadi."

"Apaan sih gajelas banget!" ucap Abang Taehyung menoyor sedikit kepala gue.

"Tai, sakit."

"Ha? Tai lo sakit?"

hhhh, susah emang kalo punya abang goblok.

🍂🍂🍂

"Bolos kuy," satu kata yang dilontarkan Feyli ketika gue baru duduk di bangku sekolah pagi ini.

"Gue mau tobat." balas gue yang dibalas oleh cengegesan Feyli.

"Tobat apa gara-gara Guanlin?" ejek Sera.

"Dua-duanya," ucap gue sambil mengeluarkan buku dari tas gue.

"Hari ini ada PR apa?" tanya gue lagi, yang dipelototi Shuhua, "Sumpah, lo beneran tobat?" tanya cewek itu seraya mengemut permen tangkainya. "Gara-gara Guanlin mah ini, Bucin bangsat."

bukan gara gara Guanlin, Fey. gue mau tunjukkin ke bokap kalo gue pinter dan boleh main basket.

"Iya dah, terserah lo." kata gue, sambil membuka chat grup kelas yang disana sudah terdapat beberapa jawaban dari PR pak Dedi.

"Raena mah sekarang udah ga asik, udah rajin." melas Sera sambil menoyor kepala gue halus.

"Sorry, maybe next time deh," balas gue, sibuk menjiplak jawaban yang ada.

"Yaudah deh, kita ke kantin aja deh, males gue masuk pelajaran pak Dedi."

"Hehehe, semoga ketahuan!" teriak gue begitu melihat sahabat gue udah pada cabut.

"Hai, Rae."

duh, manusia ini lagi.

Gue ga mengubris sapaan Daniel dan lebih milih melanjutkan pekerjaan gue alias mencatat.

"Tumben amat rajin, kesambet apa lo?"

diem.

"Eyy, sombong ya sekarang." kata Daniel dengan nada mengejek.

"Bisa diem gak?"

"Gak," balas Daniel sambil megang tangan gue, membuat pena gue otomatis jatuh dari meja.

"Sengaja banget, nunjukin luka lo?" sinis gue sambil melirik tangan Daniel yang membengkak (lagi). "Iya sengaja, biar lo khawatir sama gue."

"Niel, Stop."
"Gue udah punya pacar,"

"Gue gak percaya." balas Daniel sambil natap gue.

"Masa secepat itu, Ra? move on dari gue?" tanya cowok itu.

Iya. cepat.

"Gausah banyak bacot. Udah sana minggat!" teriak gue sambil menghempas tangannya.

"Woi,"

Suara bariton yang tidak asing memanggil Daniel,

"Bisa minggir ga? gue mau duduk--

--disebelah pacar gue,"

Guanlin yang tiba-tiba datang sambil mengangkat tasnya dengan satu lengan, menatap Daniel dengan datar dan penuh penekanan.

"Pacar? oh, pacar boongan maksud lo?" kata Daniel sambil memberikan cengiran khasnya.

"Niel, udah gue bila--"

ucapan gue terputus, ketika Guanlin tiba-tiba narik tangan gue dan mencium lembut pipi gue.

"Lo perlu bukti apa lagi? apa perlu, gue cium pacar gue didepan lo?" ucap Guanlin membuat Daniel berdiri.

"Kenapa? Ga senang?" kata Guanlin lagi dengan nada dingin, aura disekitar kelas semakin mencekam.

"Lin, udah." ucap gue, sambil narik pelan lengan Guanlin.

"Gue gasuka milik gue dipegang orang."
"Dan cowok ini, udah berani ganggu apa yang seharusnya milik gue."

"Aku gasuka. you're mine and only mine, Kim Raena."

Guanlin, akting lo memang keren.

[2] Osis +Lai GuanlinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang