Setelah perjalan selama tiga hari tiga malam menggunakan kuda, melewati Hutan Kabut Elbow yang terkenal tidak ada manusia yang selamat setelah melewatinya, mereka yang masuk satu senti ke tempat itu dapat dikatakan telah menghilang dari dunia. Namun siapa yang peduli. Kami penyihir. Kami punya banyak cara untuk menyelamatkan diri dari makhluk-makhluk yang tidak dapat dilihat manusia normal. Juga, hutan itu adalah satu-satunya jalan pintas paling dekat menuju istana, yang seharusnya dicapai dalam waktu dua minggu.
Di sinilah kami, masih harus mengantri selama hampir sepuluh jam di sebuah lorong kastil istana. Mengunggu giliran untuk mencoba mengobati Putri Mahkota, hingga dapat diresmikan menjadi tabib istana. Atau setidaknya itu yang ibu harapkan.
Aku tidak paham kenapa Ibu tiba-tiba mengusulkan hal ini. Keluar dari desa yang hampir terserang wabah, kami malah masuk penjara istana yang mengalami situasi yang sama.
Aku tidak bisa berhenti memandangi tiap ukiran marmer di tembok kuning yang mengkilau cerah, dan ratusan lilin yang terpasang indah di langit-langit. Lantai batu yang cicin mengkilap, berbagai ornamen-ornamen patung para tetua atau raja sebelumnya, lukisan-lukisan para raja-raja yang berwibawa dan ratu-ratu yang cantik jelita tertempel rapi di dinding. Selain itu, terdapat kebun luas berrumput hijau tertawat dengan bunga warna-warni yang sangat cantik menghiasi taman yang hampir menarikku untuk memetiknya. Sungguh luar bisa bagi seorang awam seperti kami, dapat berkunjung di tempat menakjubkan seperti ini. Mungkin juga karena aku lebih sering menatap keindahan alam dari pada gemerlap dunia. Atau karena terlalu sering meremehkan orang-orang yang mencintainya.
Tidak hanya itu, keberadaan para bangsawan berbaju indah yang berseliweran di sekitar istana dengan kepala terangkat ke atas, yang menurutku sangat luar biasa. Bagimana mungkin mereka bisa berjalan secepat itu dengan pandangan yang selalu menghadap langit-langit tanpa pernah terjatuh, adalah salah satudari berjuta pertanyaan yang terbersit di pikiranku.
Berlawanan dengan sikap para bangsawan, para pembatu dalam istana selalu menunduk rendah ketika berjalan apa lagi berpapasan dengan mereka yang berkasta tinggi. Beberapa prajurit yang masih mengenakan baju besi dan terlihat kesusahan untuk berjalan. Termasuk para tabib luar sitana yang kini bersaing mendapatkan pengakuan dari Putra Mahkota. Semua sungguh menarik di mataku.
Para tabib dari seluruh penjuru negeri kini tengah mengantri di depan kamar Putra Mahkota. Beberapa dari mereka mengenakan pakaian yang luar biasa. Ada yang memakai jubah bertudung kerucut dengan bau menyengat khas bawang putih. Ada yang hanya menggunakan jerami sebagai pakaian, dan ada juga yang memakai baju dari bulu-bulu angsa yang kini rontok dan terbang kesana-kemari, mencari lubang hidung yang paling besar yang dapat dimasuki.
Setiap satu jamnya ada saja tabib yang keluar dalam keadaan lesu tak bertenaga karena kegagalannya. Hal itu sedikit membuatku lega karena masih punya kesempatan, tapi juga cemas karena sampai sejauh ini tidak ada yang sanggup menyembuhkan sang Putri Mahkota.
Uh, entah kenapa. Aku menjadi tertarik untuk benar-benar hidup dalam istana. Hal baru ini membuatku penasaran. Seperti menemukan rumah nyaman baru yang benar-benar penuh tantangan. Aku ingin mencobanya.
Ibu pun telah merencanakan hal ini dengan sangat baik. Ia ingin kehidupan yang lebih layak untukku yang telah berusia lima belas tahun, tahun ini. Secara harfiah, wanita seumuranku telah layak menikah. Dengan membawaku berpetualang tanpa tujuan akan memperkecil kesempatanku mendapat laki-laki yang besedia meminangku segera. Itulah ujar ibu. Yang aku tanggapi dengan enggan dan penuh rasa bosan.
Lalu apa yang terjadi pada Edmund? Maaf, tapi aku tidak ingin membicarakannya hari ini.
Namun juga ada hal lain yang membuatku sedikit was-was. Yaitu kondisi istana saat kami pertama kali menginjakan kaki di tempat ini. Aura hitam khas wabah Brinton,samar-samar menampakan diri saat kami memasuki aula istana. Namun langsung lenyap setelah kami memasukinya. Mungkin itu hanya halusinasiku. Walau begitu aku punya persaan buruk terhadap hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEND
Historical FictionSang Raja jatuh cinta. Pada seorang penyihir miskin yang paling cantik di dunia. Dia adalah Claudia, ratu penyihir pertama yang menaklukan hati Raja Stephen dengan kecantikan dan kecerdasannya. Meminangnya sebagai Ratu, dan mengubah jalan hidup semu...