Tembakau

1K 114 3
                                    

Rokok menthol bertengger diatas bibir merah Eren. Ranumnya teroles oleh lidah yang basah.

Musim gugur sudah datang. Angin kering menambah guratan semi dibahu pria muda berambut cokelat.

"Kau merokok."

Eren mendelik, matanya menemukan sepasang hitam yg menjelma bagai batu Sapphire di malam hari.

"...kau, mulai banyak bicara dibanding dulu, Levi." Dihisap sekali rokok menthol ditangannya, lalu Eren memutuskan untuk berhenti dengan menaruh puntung rokok di samping asbak.

Sesaat kedua mata saling beradu pandang, hasrat ingin merokok kembali memuncak. Entah terpicu oleh apa alasannya, Eren menutup kemungkinan untuk menikmati rokok sementara waktu ini.

"Mereknya sama dengan milikku."
Levi membuka jasnya, mengeluarkan sekotak rokok menthol yang masih tersegel rapi.

"Jangan besar kepala, setelah sekian lama bersamamu, tentu saja aku akan merokok yang sama dengan milikmu."

Mencium wangi menthol mengudara dari pria yang sama, Eren teringat masa ketika mereka bersama, pakaian dan suasana rumah selalu mengingatkan akan cologne dan asap tembakau milik Levi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mencium wangi menthol mengudara dari pria yang sama, Eren teringat masa ketika mereka bersama, pakaian dan suasana rumah selalu mengingatkan akan cologne dan asap tembakau milik Levi. Semuanya mengingatkan Eren pada pria yang sudah menghancurkan hatinya.

Setelah berpisah, rasa asam dimulut yang kesepian tentu meminta penggantinya. Ditambah dengan padatnya hubungan sosial pekerjaan, Eren mau tak mau hanya bisa mencoba tembakau yang sudah familiar di indera pengecap dan penciumannya.

Levi mendengus geli, tahu betul sifat bocah yang selalu mengekorinya sedari dulu. Eren hanya tidak ingin mengakuinya saja.

Dia masih mencintaiku.

Simpul kecil terukir di sudut bibirnya.
Levi merasakan sesuatu yang membuat harga dirinya melambung, bahwa perpisahan yang menyedihkan pun tetap tidak menahan perasaan Eren yang menginginkan Levi apapun bentuknya.

Sebuah ponsel diletakkan ke atas meja, dan terpampang dilayarnya sebuah kontak nama beserta nomor yang tidak asing dalam ingatan Eren.
"Apa ini?"

"Nomor ponselku." Levi menjawab singkat, yang diberi jawaban cuma terdiam.

"Aku tidak membutuhkannya..."

"Kalau begitu berikan aku nomor ponselmu yang baru."

"...Levi."
Enggan,
Apa yang diharapkan oleh Levi darinya?
Kedua pria dewasa yang kini sudah saling memiliki pasangan masing-masing berkontak private tanpa sepengetahuan isterinya.

Apa yang akan mereka katakan kepada dunia jika hal ini terungkap?

Jangan kira semua akan kembali seperti sedia kala.

"Kamu sudah gila..."
Eren beranjak dari kursinya menuju pintu keluar,
Tidak menunggu Levi untuk membalas.

Sesaat sebelum tangannya meraih gagang pintu ruangan, suara berat memecah keheningan dan menusuk jiwa Eren hingga dia menyentak sekejap.

"Kau masih mencintaiku."

Punggungnya bergetar, Eren menjawab sambil terbata, "a-aku...tidak---"

Levi memotong tegas,
"Aku pun masih mencintaimu."

Dan seketika itu juga, seluruh dunia terasa berputar.
Pijakan kakinya runtuh dan tidak menjejak. Eren tidak tahu harus menjawab apa, yang ada di dalam kepalanya terulang berbagai kata namun tidak ada yang terucap keluar dari ujung lidahnya.

Tapi ia tahu betul.

Levi ingin mempermainkan hidupnya.

Blue Jeans [ Rivaere ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang