3

6 1 0
                                    

Setengah jam kemudian Dewi sudah berada depan rumahnya yang dulu. Dia yakin Adam datang mencarinya dan ibu-ibu tadi membenarkan keyakinannya melalaui penjelasan akan kejadian tadi. Gerimis mulai turun, Dewi yakin Adam masih di sekitar sini.

'Kau dimana Adam?' Pikir Dewi memutar otak tajam mengingat-ingat tempat yang pasti bakal dia kunjungi. Lalu sekilat dia berlari. Ya! Danau!

'Adam pasti kesana!' seru Dewi bahagia berharap sangat Adam masih menunggu.

Sesampai disana Dewi tak menemukan siapapun termasuk Adam. Dia hanya menemukan sebuah boneka Doraemon yang cukup besar. Dari dulu Dewi suka Doraemon, sekarang Dewi yakin itu kado dari Adam. Dewi menangis sesegukan memeluk boneka itu. Hujan pun turun menambah kekalutan Dewi. Adam tak pernah lupa, dia tahu Dewi bakal kehujanan, jaket yang tadi Adam pakai pun dia taruh di samping boneka itu.

I miss you...

Cuma itu tulisan Adam di secarik kartu ucapan ultah Dewi. Makin jadi saja Dewi menangis lalu Dewi kembali bergegas menerobos hujan menuju terminal.
Mencari sosok yang kira-kira bakal Dewi kenal atau sebaliknya. Tapi sia-sia, hujan di terminal makin deras! Dewi tak bisa melihat bis-bis arah Jakarta lewat. Walau begitu dia tetap mencoba mencarinya sebari berteriak.

"Adaaaaaammmm!" Dewi tak memperhatikan sekitar yang merasa aneh ada anak teriak-teriak memanggil seseorang.

"Dewi?" Adam membuka matanya yang dari tadi dia coba pejamkan. Bisnya sudah mulai meninggalkan terminal. Samar-samar Adam melihat sosok cewek yang sepertinya sedang membawa boneka. Tapi tak cukup jelas terlihat, Adam kembali memejamkan matanya. Berharap bis segera berlalu membawanya pulang ke Jakarta.

**

Pulang dari Ciwidey Dewi makin menjadi menangis sampai-sampai matanya bengkak bak bola golf. Mamanya tahu kenapa Dewi menangis tapi di sisi lain Dewi juga merasa harapannya tak pernah putus. Adam tidak melupakan janjinya dan tugas Dewi sekarang dia harus bisa masuk perguruan tinggi negeri di Jakarta demi memenuhi janjinya.

Hari berlalu dengan cepat, luapan bahagia begtu jelas terlihat ketika Dewi akhirnya lulus Smu dan lulus pula masuk PTN di Jakarta.

Izin kost pun sudah dia kantongi dari kedua orang tuanya. Mereka yakin anaknya bisa jaga diri dan bisa mandiri tinggal di Jakarta. Ada tantenya disana yang bisa selalu Dewi kunjungi dan bisa membantu Dewi keliling Jakarta.

**

Hari pertama kuliah.

Serba gugup, tidak pede! Anak kampung dari daerah rasanya takut jadi bullyan anak-anak kota. Itulah pikiran negatif Dewi. Fakultas ekonomi yang Dewi pilih. Kelas baru, celingak celinguk masuk kelas berharap ada yang mau menyapanya.

Tiba-tiba ada seorang perempuan tinggi, kulitnya putih, rambutnya terjuntai indah bak model iklan shampo. Pakaiannya pun seperti artis, coat coklat kopi menutupi kemeja kutung warna putih dipadu celana jeans hitam model jegging plus pake high heels. Menenteng tas branded Paris punya yang modelnya sedang kekinian.

Dewi yang hanya memakai kemeja panjang, celana jeans, sepatu kets tas slempang.

'Alamaak! Gw cewek apa cowok ya' gumamnya dalam hati makin salting ketika perempuan itu menghampirinya.

"Hai" Dewi kira itu cewek jutek tp ternyata super ramah!

"Kita sekelas, nama saya Wina" ucapnya mengulurkan tangan. Dewi menyambutnya dengan hangat. Mereka duduk bersebelahan, Dewi merasa heran ada seseorang yang tiba-tiba mau berkenalan dengannya.

Wina menenteng kertas daftar mahasiswa jurusan akuntansi itu. Nama dia dan nama Dewi sekelas, Wina yang minta itu.

Wina tersenyum sekaligus terenyuh memperhatikan Dewi. Dia melihat cincin giok yang kini melingkar di jari manis tangan kiri Dewi.

'Andai aku tak melakukan kesalahan itu... mungkin kau sudah bahagia sekarang' Gumam hatinya meneteskan butir kristal yang tepat jatuh di kertas absensi itu.

**

"Jadi gimana? Kamu udah ketemu dengan yang kita cari Win?" Seorang cowok bertubuh atletis nampak serius menelpon Wina.
"Ok Ok! Kalo jadwalku gak padat. Entar kita bicarakan lagi dan atur gimana enaknya ketemu" cowok itu menutup pembicaraan di ponselnya. Masih dalam posisi menunduk mengucek-ucek smartphonenya tiba-tiba

Gubrakkk!!

Dia menabrak Dewi yang sedang jalan kaki menelusuri koridor kampus.

"Gak lihat jalan ya mas?!" Dewi nampak kesal karena buku yang digenggamnya jatuh semua.

"Haduuuh! Bukannya situ yang ga lihat saya jalan?! Situ enak buku-buku doank yang jatoh! Lah saya?! Smartphonesaya ampe berceceran begitu batrenya!" Malah balik marah pria itu.

"Yeee! Malah nyalahin orang! Eh mas, tadi saya lihat masnya asyik nelpon trus nunduk-nunduk! Saya udah mau mengelak malah keburu ditabrak!" Dewi tak mau disalahkan juga.

"Haduuh nih cewek udah ngeyel ga mau ngalah, pake panggil mas pula! Kamu kira saya tukang bakso apa?! Dipanggil mas!" Sewot juga si yang punya rambut agak ikal namun dipangkas rapi ini. Kulitnya sawo matang sepintas mirip lahs ama aktor film indonesia yang lagi naik daun.

Dewi sempat bengong memperhatikan cowok yang sedang menyusun smartphonenya yang berantakan.

"Kalo hp saya rusak kamu ganti ya!" Cowok itu berusaha menghidupkannya.

"Tapi... Tapi ini bukan salah saya..." Dewi agak bingung plus takut juga. Bagaimana kalo tuh hp rusak? Dia juga tadi lagi asyik baca buku sambil jalan. 'Haduuuhhh mudah-mudahan tuh hp nyala lagi' harap Dewi dalam hati.
"Hmgh nasib kamu baik hpku nyala lagi" Ucap cowok itu melangkah pergi.
"Alhamdulillah" Dewi mengelus dadanya lalu keduanya pun pergi ke arah yang berlawanan.

**

"Maaf lama nunggu" ucap Wina sesampainya di cafe yang sudah ditunggu seorang teman di salah satu meja.
"Hmgh kebiasaan lu!" Ucapnya mengaduk-aduk kopi latte kesukaanya.
"Hihi... Biasa Dam. Tuh, habis nemenin Dito berenang" Wina kemudian memeluk anak semata wayangnya itu. Ditempatkannya Dito di kursi sebelah temannya.
"Salam dulu sama om Adam" suruh Wina pada Dito. Adam kemudian menyambut tangan kecil Dito yang begitu mungil.
"Pesan apa Win?" Tanya Adam kemudian.
"Ga deh. Bentar lagi saya harus ke tempat rehabilitasi" Ucapnya serasa sesak ketika membahas itu.
"Owh" Mereka terdiam sejenak.

"Ini" tiba-tiba Wina memberikan kotak kecil kepada Adam. Pelan Adam membukanya.
"Kamu harus memakainya. Dewi mencarimu" Sahut Wina seakan memberikan beban berat ke pundak Adam.
"Ya... Akan aku pakai...tapi..." Adam bingung
"Aku tahu. Kita udah bahas ini dari dulu."

Wina seakan tak ingin Adam memberikan alasan yang membuat dia tidak mau menemui Dewi.

"Kita harus sama-sama melindungi Dewi. Bony masih mengincarnya!" kata-kata itu membuat Adam semakin gak karuan. Bagaimanapun dia tidak mau kehilangan lagi orang-orang yang dicintainya.

"Ya. Kita cari waktu yang tepat untuk mempertemukan kalian berdua" Cetus Wina lagi memecah keheningan. Lagi-lagi air matanya menetes, sejenak Wina menatap Dito. Ya, cuma Dito satu-satunya harta yang paling berharga buat Wina sekarang.

***

Finally, I Found You Adam (revisi)Where stories live. Discover now