Bagian 1

154K 3.6K 170
                                    

Hai... hallo... Ini pertama kalinya saya buat cerita dewasa.
Karena ada permintaan dari seorang teman.
Dan bulan lalu dia menikah.
Jadiiii... Aku harap ini bisa jadi kado pernikahanmu juga bae 😆😆.

Happy reading

❤❤

Disclaimer: saya tidak merevisi cerita di wattpad. Hal ini dilakukan untuk menyimpan setiap komentar agar tetap ada pada line-nya. Kesalahan penulisan seperti typo, tidak sesuai kaidah, dan sebagainya akan anda temui dan harus anda telan dengan lapang paha, eh dada. Sekian terima kasih.
__________________________


Dia gadis biasa berumur 22 tahun, Namanya Fibhian. Teman-teman memanggilnya Bhi begitu saja atau Bhian. Tubuhnya terhitung ideal, tinggi langsing (apalagi dia ini kaum 'makan banyak tetap kurus') tidak ada yang istimewa selain itu. Normal layaknya gadis Indonesia pada umumnya.

Bhian bekerja sebagai kasir di sebuah minimarket sejuta umat yang bisa kalian temui dimana-mana. Yang saat kalian masuk dia akan langsung menyapa.

"Selamat datang... Selamat belanja," dengan senyum ramah.

Walaupun kerap kali sapaan itu diabaikan pelanggan, Bhian tetap tersenyum. Sudah terbiasa dengan perlakuan semacam itu setelah kurang lebih 3 tahun bekerja. Dan tapi Bhian tetap giat, menyadari dirinya adalah tulang punggung keluarga.

Dia tinggal bersama Ibu dan seorang adik perempuan disebuah rumah sederhana peninggalan ayahnya. Ibunya yang dulu kerap menjajakan kue, sejak dua tahun lalu telah berhenti. Ini karena semenjak ayah meninggal, ibu jadi sakit-sakitan dan kerap kali pekerjaan kecil membuatnya kelelahan. Sedangkan Adiknya Risa masih duduk di bangku SMA, dan masih membutuhkan banyak biaya untuk pendidikannya. Pada titik itulah, Bhian memutuskan berhenti kuliah dan mulai fokus bekerja saja.

Namun begitu, tiga hari yang lalu sakit ibunya semakin parah hingga harus dilarikan kerumah sakit. Dan tadi pagi dokter menyarankan untuk dilakukan operasi secepatnya sebelum keadaan menjadi semakin buruk.

Saat Bhian telah selesai berbicara dengan dokter, ia mendapati Risa tengah menangis di ruang tunggu. Bhian duduk disampingnya, merangkulnya dan mengelus lengannya lembut.

"Semua akan baik-baik saja," Katanya.

Hanya berusaha menenangkan adiknya walaupun pikirannya sendiri tengah dirundung kekhawatiran. Bhian pikir dalam situasi seperti ini, setidaknya harus ada satu orang yang tetap tenang. Dan dia selalu mengambil posisi itu, pun dua tahun yang lalu semenjak ayah tiada.

"Hey... Dengarkan kakak!" Kata Bhian menarik Risa agar melihat wajahnya.

"Kita memerlukan biaya untuk pengobatan ibu. Kakak tidak bisa melakukan ini sendiri," Kata Bhian lembut.

"Aku akan membantu," Kata Risa dengan mata dan hidung yang masih bercucuran air mata.

Bhian mengangguk dan tersenyum.

"Benar. Kau harus membantu kakak," Katanya.

"Hal pertama adalah kau harus menjadi kuat. Jangan membuat ibu semakin sedih dengan air matamu itu."

Risa segera saja mengusapi wajah basahnya dan berusaha dengan sangat keras untuk berhenti menangis.

"Hal kedua adalah, kau harus menjaga ibu selama kakak pergi mencari uang. Kau bisa melakukannya?"

Risa mengangguk.

"Kalau kakak masih mengkhawatirkan ibu, kakak tidak bisa bekerja dengan baik, dan itu akan membuat kita lebih sulit lagi mendapatkan uang. Jadi lakukan dengan benar! Kau mengerti? Lakukan sampai kakak tidak perlu mengkhawatirkan ibu lagi! Kau bisa?"

Bhian [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang